ABIDAH EL KHALIEQY lahir di Jombang, Jawa Timur. Setamat Madrasah Ibtidaiyah, melanjutkan sekolah di Pesantren Putri Modern PERSIS, Bangil, Pasuruan. Di Pesantren ini ia menulis puisi dan cerpen dengan nama Idasmara Prameswari, Ida Arek Ronopati, atau Ida Bani Kadir. Memperoleh ijazah persamaan dari Madrasah Aliyah Muhammadiyah Klaten, dan menjadi juara penulis puisi Remaja Se-Jawa Tengah (1984). Alumni Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga ini menulis tesis – Komuditas Nilai Fisik Perempuan dalam Persfektif Hukum Islam (1989). Pernah aktif dalam Forum Pengadilan Puisi Yogyakarta (1987-1988), Kelompok Diskusi Perempuan Internasional (KDPI) Yogyakarta, 1988-1989. Menjadi peserta dalam pertemuan APWLD (Asia Pasific Forum on Women, Law And Development, 1988).
Karya-karya penyair dan novelis yang bertinggal di kota budaya ini, telah dipublikasikan di berbagai media masa lokal maupun nasional, diantaranya The Jakarta Post, Jurnal Ulumul Quran, Majalah Horizon, Republika, Media Indonesia, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Jawa Post, dan lain-lain. Serta dimaktubkan dalam berbagai buku antologi sastra, seperti: Kitab Sastra Indonesia, Angkatan Sastra 2000, Wanita Pengarang Indonesia, ASEANO: An Antologi of Poems Shoustheast Asia, Album Cyber Indonesia (Australia), Selendang Pelangi (antologi perempuan penyair Indonesia), Para Pembisik, Dokumen Jibril, Nyanyian Cinta dan lain-lain, juga dalam beberapa antologi sastra Festival Kesenian Yogyakarta; Sembilu Pagelaran, Embun Tajjali dan Ambang. Membacakan karya-karyanya di Taman Ismail Marzuki (1994 dan 2000). Mewakili Indonesia dalam ASEAN Writers Conferenc/Workshop Poetry di Manila, Philipina (1995). Menjadi pendamping dalam Bengkel Kerja Penulisan Kreatif MASTERA (Majlis Sastra Asia Tenggara, 1997). Membacakan puisi-puisinya di sekretariat ASEAN (1998), Konferensi Perempuan Islam Se Asia-Fasifik dan Timur Tengah (1999). Mendapat Penghargaan Seni dari Pemerintah DIY (1998). Mengikuti Program SBSB (Sastrawan Bicara Siswa Bertanya) di berbagai SMU di kota besar Indonesia (2000-2005). Menjadi pemenang dalam Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta (2003). Dinobatkan sebagai salah satu tokoh muda “Anak Zaman Menerobos Batas” versi Majalah Syir’ah (2004). Menjadi pemakalah dalam Pertemuan Sastrawan Melayu-Nusantara (2005). Dialog tentang Sastra, Agama dan Perempuan, bersama Camillia Gibs, di Kedutaan Kanada (2007). Membacakan karyanya dalam Internasional Literary Biennale (2007). Bukunya yang sudah terbit; Ibuku Laut Berkobar (1987), Menari di Atas Gunting (2001), Atas Singgasana (2002) Genijora (2004), Mahabbah Rindu (2007), dan Nirzona (2008). Serta antologi cerpen dalam bentuk draft; Jalan Ke Sorga (2007) dan The Heavens Gulf (2008).
KERAJAAN SUNYI
Syair malamku
ke Sinai aku menuju
Tak terbayang kerinduan melaut
tak terpermai kesunyian memagut
Seperti bumi padang sahara
haus dan lapar mengecap di bibir
merengkuh mimpi saat madu terkepung lebah
kekosongan dalam tetirah
Padang padang membentang
melahap tubuhku tanpa tulang
dan kesana alamat kucari
Kerajaan Sunyi
2000
AKU HADIR
Aku perempuan yang menyeberangi zaman
membara tanganku menggenggam pusaka
suara diam
menyaksikan pertempuran memperanakkan tahta
raja raja memecahkan wajah
silsilah kekuasaan
Aku perempuan yang merakit titian
menabur lahar berapi di bukit sunyi
membentangkan impian di ladang ladang mati
musik gelisah dari kerak bumi
Aku perempuan yang hadir dan mengalir
membawa kemudi
panji matahari
Aku perempuan yang kembali
dan berkemas pergi
1991
PEREMPUAN YANG IBU
PEREMPUAN YANG IBU
Perempuan yang ibu tak kan lahir
dari rahim bumi belepotan lumpur dan nanah
nurani berselubung cadar kegelapan
dan pekat bersama harapan
terkapar
Perempuan yang ibu lahir
dari buaian cakrawala
dari ukiran udara warna daun semesta
yang menyapa alam dengan bahasa mawar
atau kebeningan telaga
Tak ada matahari
luput dari jendela
1990
IBUKU LAUT BERKOBAR
IBUKU LAUT BERKOBAR
Ibuku laut berkobar
gemuruhnya memanggil manggil namaku
di bukir purnama pepujian
berjalinan rindu memadat
menyala gelegak kasmaran
yang terus meruah
berkibar lembar gairah
mengiring bulanku singgsana
fitrahku kembali menghirup udara
dari persekutuan
embun baqa
Setetes cindramatamu
mengungguli istana seribu dewa
kuimani sudah
1989
SEKALI MATAHARIKU
DI TITIK ZENIT
Sekali matahariku di titik zenith
kabut memburai di pelupuk mata
tiupkan sang kala mengatom dunia
di atas inti materi
dan dzat ruh
kulangkahi serbuan yang lenyap
serentak melesat dalam gemuruh
tuntas dzikir
kembali kosong
Nol berhamburan
tetirah dari Kekasih
1988
gemuruhnya memanggil manggil namaku
di bukir purnama pepujian
berjalinan rindu memadat
menyala gelegak kasmaran
yang terus meruah
berkibar lembar gairah
mengiring bulanku singgsana
fitrahku kembali menghirup udara
dari persekutuan
embun baqa
Setetes cindramatamu
mengungguli istana seribu dewa
kuimani sudah
1989
SEKALI MATAHARIKU
DI TITIK ZENIT
Sekali matahariku di titik zenith
kabut memburai di pelupuk mata
tiupkan sang kala mengatom dunia
di atas inti materi
dan dzat ruh
kulangkahi serbuan yang lenyap
serentak melesat dalam gemuruh
tuntas dzikir
kembali kosong
Nol berhamburan
tetirah dari Kekasih
1988
HAWA (1)
Disepimu aku datang
Sebagai ratu
Memberi puisi pada jiwa tawarmu
Kau ingin anggur atau badam
Tinggal bagaimana caramu bertanam
Sebagai ratu
Aku adalah Tribhuana Tunggadewi
Atau Shima di kalingga
Yang memegang tongkat kuasa
Atau wilayah negeriku
Tiap Hawa adalah ratu
Yang paham mahkota baru
Dan menyimpan asesori lama
Sebagai benda klasik di rak pajangan belaka
Disepimu aku datang
Sebagai ratu
Memberi puisi pada jiwa tawarmu
Kau ingin anggur atau badam
Tinggal bagaimana caramu bertanam
Sebagai ratu
Aku adalah Tribhuana Tunggadewi
Atau Shima di kalingga
Yang memegang tongkat kuasa
Atau wilayah negeriku
Tiap Hawa adalah ratu
Yang paham mahkota baru
Dan menyimpan asesori lama
Sebagai benda klasik di rak pajangan belaka
KIDUNG SIMALAKAMA
Aku berdiri di bawah khuldi
saat senja menyamar
seperti iblis tanpa diundang
berbilah racun bersarung pedang
menusuk lambungku
di langit terang
Aku berdiri menangkar sunyi bumi
sendiri
menerbangi titik niskala
menyusupkan jiwa
ke puncak tahta
cahaya Cinta
Tak ada waktu membayang
merekah dan mengaku kalah
jengkal tanah selalu begitu
menghisap semua bunga
sekaligus putiknya
Hawa menembang lagu merdu
serupa kidung simalakama
2003
INTA WAHDAH
(Dikau Saja)
Hausku bukan Iqlima memeluk Qabil
bukan pula Cleopatra
Aphrodite atau Zulaikha
Cukup sudah cinta!
Tak usai Hawa ngembara
menyelami airmata
pohon apa bakal tumbuh
jika Layla abadi koma
di barak kumuh dan luka
Wahai Majnun di puncak resah!
Sudah kuhafal kata kata bijak
huruf batu dari kaum botak
namun kosa kata cinta
baru ketemu kamusnya
saat matamu purnama
dan subuh menderu
memanggil ruh di tubuh
Dikaulah cuma, kidung dadali kuping tuliku
juga ombak yang timbul tenggelam
bagai iman samudra jiwaku
Dan malam menggelombang
karna bintang berjumpaan
di pangkuan kasih dan cinta
mendesirkan sukma
semilir jiwaku
bukan perempuan bukan lelaki
bukan budak atau tuan
jika ingin menakarku
kecuali mummi sedang menimbang
diri sendiri
Burung burung terbang tinggi
menguntai tasbih
langit abadi
rindu rumah di syurga Rabi’ah
asing dan sunyi
2005
Aku berdiri di bawah khuldi
saat senja menyamar
seperti iblis tanpa diundang
berbilah racun bersarung pedang
menusuk lambungku
di langit terang
Aku berdiri menangkar sunyi bumi
sendiri
menerbangi titik niskala
menyusupkan jiwa
ke puncak tahta
cahaya Cinta
Tak ada waktu membayang
merekah dan mengaku kalah
jengkal tanah selalu begitu
menghisap semua bunga
sekaligus putiknya
Hawa menembang lagu merdu
serupa kidung simalakama
2003
INTA WAHDAH
(Dikau Saja)
Hausku bukan Iqlima memeluk Qabil
bukan pula Cleopatra
Aphrodite atau Zulaikha
Cukup sudah cinta!
Tak usai Hawa ngembara
menyelami airmata
pohon apa bakal tumbuh
jika Layla abadi koma
di barak kumuh dan luka
Wahai Majnun di puncak resah!
Sudah kuhafal kata kata bijak
huruf batu dari kaum botak
namun kosa kata cinta
baru ketemu kamusnya
saat matamu purnama
dan subuh menderu
memanggil ruh di tubuh
Dikaulah cuma, kidung dadali kuping tuliku
juga ombak yang timbul tenggelam
bagai iman samudra jiwaku
Dan malam menggelombang
karna bintang berjumpaan
di pangkuan kasih dan cinta
mendesirkan sukma
semilir jiwaku
bukan perempuan bukan lelaki
bukan budak atau tuan
jika ingin menakarku
kecuali mummi sedang menimbang
diri sendiri
Burung burung terbang tinggi
menguntai tasbih
langit abadi
rindu rumah di syurga Rabi’ah
asing dan sunyi
2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar