Swingewoot (1977) dalam Junus (1980:2)
membagi sosiologi sastra dalam dua bagian yaitu:
1. Sociologi of literature, yaitu karya
sastra yang dimulai dengan lingkungan sosial untuk masuk ke dalam karya sastra
yang dilihat ialah faktor sosial menghasilkan massa yang bersosial.
2. Literature sociologi, yaitu
menghubungkan struktur karya sastra dan struktur masyarakat.
Mengenai pendekatan struktural, Semi
(1985:49) mengatakan: “Dengan kata lain, pedekatan ini memandang dan menelaah
sastra dari segi intrinsik yang membangun suatu karya. Sastra yaitu tema, alur,
latar, penokohan, dan gaya bahasa perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi
merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu”.
Selanjutnya Daryanto (1997:594) mengatakan:
“Tema adalah isi cerita; dasar isi cerita; amanat cerita”. Poerdarminta
(1986:1040) mengatakan: “Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang hendak
dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengarang sajak dan sebagainya).
Kemudian Fananie (2000:84) mengatakan: “Tema adalah ide, gagasan, pandangan
hidup pengarang yang melatar belakangi karya sastra”.
Semi (1984:45) mengatakan: “Alur
atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai
buah interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan
fiksi”. Daryanto (1997:35) mengatakan: “Latar atau plot adalah jalan (aturan,
adat)- keluk memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi”.
Maka dapat disebut alur atau plot
dan struktur deretan kejadian-kejadian yang dialami oleh pelaku cerita yang
pada umumnya dibedakan atas tiga bagian utama yaitu : bagian perkenalan,
pertikaian dan diakhiri dengan penyelesaian. Hubungan peristiwa yang satu
dengan yang lainnya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan
hubungan kasual (sebab akibat). Keberadaan alur dalam sebuah cerita sangatlah
penting, sehingga Lubis (1981:17) mencoba mengklasifikasikan alur tersebut
menjadi,
1. Situation (pengarang mulai
melukiskan suatu keadaan)
2. Generating Circumtances (peristiwa
yang bersangkut paut mulai bergerak)
3. Ricing Action (keadaan mulai
memuncak)
4. Klimaks (peristiwa-peristiwa
mencapai puncaknya)
5. Denouement (pengarang memberikan
pemecahan soal dari semua peristiwa)”.
Latar atau setting adalah
tempat-tempat kejadian suatu peristiwa atau kejadian di dalam penceritaan karya
sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat namun waktu, musim
peristiwa penting dan bersejarah, masa kepemimpinan seseorang di masa yang lalu
dan lain-lain yang menjadi petunjuk bagi pembaca untuk lebih memahami waktu dan
tempat kejadian itu berlangsung juga digolongkan latar. Daryanto (1997:393)
mengatakan: “Latar adalah halaman rumah (bagian depan), permukaan dasar warna
dan sebagainya; keterangan mengenai ruang waktu dan suasananya saat
berlangsungnya peristiwa (dalam karya sastra)”.
Tempat di sini bisa kita artikan
lokasi atau daerah terjadinya cerita itu seperti desa, kota, gunung, hutan dan
sebagainya. Waktu (masa) di sini menggambarkan kapan kejadian itu berlangsung
seperti tanggal, bulan, tahun, pada perang, musim tanam, musim panen dan
sebagainya.
Selanjutnya kita dapat menyebut
bahwa latar atau setting merupakan lukisan mengenai tempat dan waktu terjadinya
peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Latar mencakup ruang dan waktu yaitu di
mana dan kapan kejadian tersebut.
Perwatakan adalah karakter dari
tokoh . dalam pengertian sifat atau ciri khas yang terdapat pada diri tokoh
yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya. Unsur
perwatakan dalam sebuah karya sastra lebih diutamakan dalam meninjau perkembangan
jiwa tokoh itu sendiri. Gambaran watak seseorang tokoh dapat diketahui melalui
apa yang diperankan dalam cerita tersebut kmudian jalan pikirannya serta
bagaimana penggambaran pisik tokoh.
Bangun, dkk (1993:21) mengatakan: “Perwatakan
tokoh cerita dapat tokoh dapat dilihat melalui tiga aspk yaitu aspek
psikologis, fisiologis,dan sosiologis”. Daryanto (1907:632) mengatakan: “Watak
adalah sifat batin manusia yang mempngaruhi segenap pikiran dan tingkah laku,
budi pekerti, tabiat. Sedangkan perwatakan adalah hal-hal yang berhubungan
dengan watak”.
Setiap cerita mempunyai tokoh di
mana tokoh ini dianggap sebagai pembentuk peristiwa alur dalam alur cerita.
Oleh karena itu, stiap tokoh mempunyai watak tersendiri yang dapat dianalisis
dan diramalkan secara analisis yaitu dapat diterangkan secara langsung watak
tokohnya, sedangkan secara dramatik yaitu dapat diterangkan secara tidak langsung
tetapi mungkin melalui tindakannya dan lain-lain. Aspek perwatakan (karakter)
merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalisis tertentu dalam
sebuah karya sastra. Pengarang sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan
diri ssorang tokoh yang ada dalam karyanya.
Nilai-nilai sosial dalam sebuah
karya sastra adalah iri hati, kejujuran, kesabaran, permusuhan, keadilan, dan
lain-lain. Daryanto (1997:288) mengatakan: “Iri hati adalah rasa tidak senang
jika melihat orang lain mendapatkan kebahagiaan, rasa ingin seperti orang yang
mendapatkan kesenangan”. Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji. Setiap
manusia mempunyai sifat kejujuran akan tetapi kadang-kadang unuk jujur saja
manusia sangat susah dan sifat kejujuran itu sangat sering disalah gunakan oleh
manusia itu sendiri. Seseorang yang mampu mengatakan hal yang sebenarnya
terjadi itulah yang dinamakan dengan jujur.
Daryanto (1997:309) mengatakan: “Jujur
adalah tidak bohong, lurus hati, dapat dipercaya kata-katanyatidak khianat dan
sebagainya”. Kesabaran adalah salah satu sifat manusia. Manusia pada umumnya
memiliki rasa sabar, namun ukuran kesabaran tersebut bagi setiap orang
berbeda-beda. Sifat sabar merupakan salah satu sifat yang terpuji yang dimiliki
manusia. Seseorang yang tahan menghadapi segala persoalan ataupun penderitaan
yang menimpa dirinya maka dapat dikatakan bahwa dia mempunyai tingkat kesabaran
yang tinggi. Daryanto (1997:516) mengatakan: “Sabar adalah pemaaf; tidak suka
marah/tidak mudah marah – sikap – tidak akan menimbulkan pertengkaran”.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa
teori struktural yang bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan
unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dalam suatu hubungan antara
unsur pembentuknya. Menganalisis sebuah karya sastra dengan pendekatan
sosiologi sastra yang dapat membangun sebuah karangan atau sebuah karya sastra
tanpa menghilangkan unsur-unsur dalam cerita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar