1. Sosiologi Sastra
Sosiologi sebagai studi yang ilmiah
dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga
dan proses-proses sosial. Oleh karenanya sosiologi berusaha menjawab pertanyaan
mengenai masyarakat dimungkinkan, bagaimana carakerjanya dan mengapa masyarakat
itu bertahan hidup. Gambaran ini akan menjelaskan cara-cara manusia
menyesuaiakan diri dengan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu,
gambaran mengenai mekanisme sosialisasi, proses belajar secara kultural, yang
dengannya individu-individu dialokasikan pada dan menerima peranan-peranan
tertentu dalam strutur sosial. Di samping itu sosiologi juga menyangkut mengani
perubahan-perubahan sosial yang terjadi secara berangsur-angsur maupun secara
revolusioner dengan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut
(Damono, 1978).
2. Sasaran Penelitian Sosiologi Sastra
a. Konteks Sosial Pengarang
Konteks sosial sastrawan ada
hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya
dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang pokok ini termasuk juga faktor-faktor
sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya. Oleh karena itu, yang terutama
diteliti adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana sastrawan mendapatkan mata
pencaharian; apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyarakat
secara langsung atau bekerja rangkap.
2) Profesionalisme dalam kepengarangan;
sejauh mana sastrawan menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi.
3) Masyarakat yang dituju oleh
sastrawan. Dalam hal ini, kaitannya antara sastrawan dan masyarakat sangat
penting sebab seringkali didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu
menentukan bentuk dan isi karya sastra mereka (Damono, 1979:3-4).
b. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Sastra sebagai cermin masyarakat
yaitu sejauh mana sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakatnya.
Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan gambaran yang kabur, dan oleh karenanya
sering disalahartikan dan disalahgunakan. Dalam hubungan ini, terutama harus
mendapatkan perhatian adalah.
1) Sastra mungkin dapat dikatakan
mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri masyarakat
yang ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia
ditulis.
2) Sifat “lain dari yang lain” seorang
sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam
karyanya.
3) Genre sastra sering merupakan sikap
sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat.
4) Sastra yang berusaha menampilkan
keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya
atau diterima sebagai cermin masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya sastra
yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan masyarakat
secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui
keadaan masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus diperhatikan apabila
sastra akan dinilai sebagai cermin masyarakat (Damono, 1979:4).
c. Fungsi Sosial Sastra
Pendekatan sosiologi berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “Sampai berapa jauh nilai sastra berkait
dengan nilai sosial?”, dan “Sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai
sosial?” ada tiga hal yang harus diperhatikan.
1) Sudut pandang yang menganggap bahwa
sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Dalam pandangan ini,
tercakup juga pandangan bahwa sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak.
2) Sudut pandang lain yang menganggap
bahwa sastra bertugas sebagai penghibur belaka. Dalam hal ini gagasan-gagasan
seni untuk seni misalnya, tidak ada bedanya dengan usaha untuk melariskan dagangan
agar menjadi best seller.
3) Sudut pandang kompromistis seperti
tergambar sastra harus mengajarkan dengan cara menghibur (Damono, 1979:4).
Apabila dikaitkan dengan sastra maka
terdapat tiga pendekatan;
Pertama, konteks sosial pengarang.
Hal ini berhubungan dengan sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya
dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial
yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi
isi karya sastranya. Hal yang terutama di teliti dalam pendekatan ini adalah:
(a) bagaimana pengarang mendapatkan mata pencaharian (b) sejauh mana pengarang
menganggap pekerjaannya sebagai profesi dan (c) mayarakat yang dituju oleh
pengarang.
Kedua, sastra sebagai cermin
masyarakat. Hal yang terutama di teliti dalam pendekatan ini adalah (a) sejauh
mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin
disampaikan (c) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat
mewakili seluruh masyarakat.
Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam
hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian (a) sejauh mana sastra dapat
berfungsi sebagai perombak masyarakatnya (b) sejauh mana pengarang hanya
berfungsi sebagai penghibur saja dan (c) sejuah mana terjadi sintesis antara
kemungkinan point a dan b diatas (Damono, 1978).
Secara epitesmologis dapat dikatakan
tidak mungkin untuk mebangun suatu sosiologi sastra secara general yang
meliputi pendekatan yang dikemukakan itu. Konsep mengenali masyarakat akan
berbeda satu dengan yang lain. Dalam penelitian novel ”Sang Pemimpi” karya
Andrea Hirata ini maka konsep sosiologi sastra akan menggunakan pendekatan
sastra sebagai cermin masyarakat. Hal ini akan digunakan untuk menjelaskan
sejauh mana pengarang dapat mewakili dan menggambarkan seluruh masyarakat dalam
karyanya.
3. Sastra dan Masyarakat
Karya sastra menerima pengaruh dari
masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat (Semi,
1990:73). Sastra dapat dikatakan sebagai cerminan masyarakat, tetapi tidak
berarti struktur masyarakat seluruhnya tergambarkan dalam sastra, yang didapat
di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari sudut
lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan sebagai mikrokosmos sosial,
seperti lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan
sebagainya. Sastra sebagai gambaran masyarakat bukan berarti karya sastra
tersebut menggambarkan keseluruhan warna dan rupa masyarakat yang ada pada masa
tertentu dengan permasalahan tertentu pula.
Novel merupakan salah satu di antara
bentuk sastra yang paling peka terhadap cerminan masyarakat. Menurut Johnson
(Faruk, 2005:45-46) novel mempresentasikan suatu gambaran yang jauh lebih
realistik mengenai kehidupan sosial. Ruang lingkup novel sangat memungkinkan
untuk melukiskan situasi lewat kejadian atau peristiwa yang dijalin oleh
pengarang atau melalui tokoh-tokohnya. Kenyataan dunia seakan-akan terekam
dalam novel, berarti ia seperti kenyataan hidup yang sebenarnya. Dunia novel
adalah pengalaman pengarang yang sudah melewati perenungan kreasi dan imajinasi
sehingga dunia novel itu tidak harus terikat oleh dunia sebenarnya.
Sketsa kehidupan yang tergambar
dalam novel akan memberi pengalaman baru bagi pembacanya, karena apa yang ada
dalam masyarakat tidak sama persis dengan apa yang ada dalam karya sastra. Hal
ini dapat diartikan pula bahwa pengalaman yang diperoleh pembaca akan membawa
dampak sosial bagi pembacanya melalui penafsiran-penafsirannya. Pembaca akan
memperoleh hal-hal yang mungkin tidak diperolehnya dalam kehidupan. Menurut
Hauser (Ratna, 2003:63), karya seni sastra memberikan lebih banyak kemungkinan
dipengaruhi oleh masyarakat, daripada mempengaruhinya.
Sastra sebagai cermin kehidupan
masyarakat, sebenarnya erat kaitannya dengan kedudukan pengarang sebagai
anggota masyarakat. Sehingga secara langsung atau tidak langsung daya khayalnya
dipengaruhi oleh pengalaman manusiawinya dalam lingkungan hidupnya. Pengarang
hidup dan berelasi dengan orang lain di dalam komunitas masyarakatnya, maka
tidaklah heran apabila terjadi interaksi dan interelasi antara pengarang dan
masyarakat.
Ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan
dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai
berikut.
Karya sastra ditulis oleh pengarang,
diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek
tersebut adalah anggota masyarakat.
1. Karya sastra hidup dalam masyarakat,
menyerap espek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada
gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.
2. Medium karya sastra, baik lisan
maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya
telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan.
3. Berbeda dengan ilmu pengetahuan,
agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung
estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap
ketiga aspek tersebut.
4. Sama dengan masyarakat, karya sastra
adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menentukan citra dirinya dalam
suatu karya (Ratna, 2006:322-333).
Gambaran kehidupan yang terpancar
dalam novel akan memberikan pengalaman baru bagi masyarakat atau pembaca,
karena apa yang ada dalam masyarakat tidak sama persis dengan apa yang ada
dalam karya sastra. Melalui penafsirannya, pembaca akan memperoleh hal-hal yang
mungkin tidak diperolehnya dalam kehidupan.
Dengan demikian, dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan untuk
mengurai karya sastra yang mengupas masalah hubungan antara pengarang dengan
masyarakat, hasil berupa karya sastra dengan masyarakat, dan hubungan pengaruh
karya sastra terhadap pembaca. Namun dalam kajian ini hanya dibatasi dalam
kajian mengenai gambaran pengarang melalui karya sastra mengenai kondisi suatu
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar