Senin, 18 November 2013

MASIHKAH KITA RAKYAT INDONESIA (SEBUAH CATATAN KECIL TENTANG SEKELUMIT KEKECEWAAN PADA PESTA DEMOKRASI BERNAMA PEMILIHAN UMUM)



Ini tentang pesta demokrasi bernama pemilihan umum
Yang akan menorehkan luka lagi dari berbagai sendi kebangsaan
Rakyat kecil kecewa pada mereka yang dianggap mampu mengemban aspirasi
Janji sekian puluh kali berlipat-lipat dalam ingatan setiap orang
Lalu menghilang saja seperti lukisan di atas air hanyut di bawa arus
Bergaung gema tanya, “Masihkah kita rakyat Indonesia?” yang entah siapa yang akan menjawab
Padahal segolongan kaum intelek dan terpelajar ikut ambil bagian di dalamnya
Tapi ilmu saja ternyata tak cukup untuk jaminan bangsa yang sejahtera, damai, adil dan makmur
Slogan-slogan hanya retorika yang menjadi sajak dan pada waktunya menggelapar kekurangan nyawa

Ini tentang pesta demokrasi bernama pemilihan umum
Yang menghadirkan actor-aktor kawakan dunia perpolitikan yang pada akhirnya sangat menjijikkan
Para sineas-sineas handal promotor pergerakan roda yang pincang ke sebelah nafsu
Dan kesejahteraan terperkosa tanpa peduli akan melahirkan bayi bernama politik jadah dan najis
Lalu bergaung pula tanya yang sama, “Masihkah kita rakyat Indonesia?”, yang kita tau tak akan pernah terjawab
Padahal alim ulama dan cendekiawan dari segala agama ikut maju membaurkan diri di dalamnya
Tapi keimanan rupanya telah melemah karena nafsu pada berhala bernama rupiah menutup pori-pori keikhlasan
Slogan haram dan dosa hanya terletak pada peta dua daging yang merah merekah lembut menawan

Ini tentang pesta demokrasi bernama pemilihan umum
Banyak yang mengaung tanpa memperdulikan makna mana yang di cari
Banyak yang terumus tapi semua malah terjerumus
Janji jadi teka-teki paling rumit dalam sejarah peradaban manusia
Manusia jadi srigala yang saling memangsa dan di mangsa
Tersesat pada peta buta dan mati berjudul kesejahteraan, damai, adil, dan makmur
Padamu negeri jiwa raga kami atau jadi pandu ibu pertiwi
Tapi kerakyatan, kebangsaan, dan nasionalisme itu hanya semata untuk rakyat
Tanya, “Masihkah kita rakyat Indonesia?”, tak perlu dijawab dan biarkan mengaung
Seperti bendera merah putih yang tetap berkibar ketika angin berhembus tak perduli terlihat sumbang
Kaum intelek dan terpelajar jadi dungu dan papa di peta politik
Kaum alim ulama dan cendekiawan jadi summum bu’mun umyun fahum la yarji’un
Slogan haram dan dosa di jawab enteng, “Nantikan masih bisa bertobat!”

Andam Dewi
Senin, 19 Agustus 2013
Pukul 10.55 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar