MASALAH
PERIODISASI
Ada beberapa
macam periodisasi yang pernah dikemukakan orang, yang sastu berbeda dengan yang
lain. Pangkal perbedaan itu terutama ialah:
1.
Tidak adanya
kesamaan istilah yang dipergunakan. Istilah-istilah yang biasa dipakai misalnya
angkatan, periode, dan generasi;
2.
Tidak adanya
kesamaan pengertian terhadap
istilah-istilah tersebut. Tentang apa yang disebut angkatan, banyak perbedaan
pendapat. Rumusan Pramoedya Ananta Toer berbeda dengan rumusan Asrul Sani,
berbeda pula dengan rumusan Rachmat
Djoko Pradopo, Ajip Rosidi, dan sebagainya;
3.
Tidak adanya
kesamaan nama yang dipergunakan untuk menyebut
suatu angkatan atau suatu periode. Ada yang memakai angka tahun, ada
yang memakai nama badan penerbit, nama majalah, nama buku, dan sebagainya.
4.
Tidak adanya
kesamaan sistem yang dipergunakan. Ada yang menunjuk satu angka tahun, misalnya
Angkatan 20 dan adu pula yang menunjuk jangka waktu dari dua angka tahun,
misalnya periode tahun 20 hingga tahun 30.
Masalah periodisasi memang merupakan masalah
yang banyak menarik perhatian orang. Bukan hanya para penelaah sastra saja yang
berbicara tentang itu, melainkan juga para sastrawan ikut melibatkan diri.
Sebenarnya, masalah periodisasi itu tidak begitu penting bagi para sastrawan.
Bahkan, ada beberapa pengarang yang tidak mau dirinya dimasukkan ke dalam salah
satu angkatan karena mungkin dipandang akan membatasi dan mempersempit
kebebasan daya kreativitasnya.
Walaupun demikian, periodisasi sejarah sastra
Indonesia modern itu perlu; terutama bagi para penelaah sastra dan bagi dunia
pendidikan dan pengajaran.
Dengan periodisasi itu kita akan dapat dengan
mudah mengetahui tahap-tahap perkembangan sastra Indonesia dengan corak dan
aliran yang mungkin ada pada tiap tahap perkembangan itu.
Adapun beberapa periodisasi yang pernah
dikemukakan orang antara lain adalah:
Periodisasi Bujung Saleh
|
Periodisasi H.B. Jassin
|
1.
Sebelum
tahun 20-an
2.
Antara
tahun 20-an hingga tahun 33
3.
Tahun 1933
hingga Mei 1942
4.
Mei 1942
sampai sekarang
|
I.
Sastra
Melayu Lama
II.
Sastra
Indonesia Modern
1.
Angkatan
20
2.
Angkatan
33 atau Pujangga Baru
3.
Ankatan 45
mulai sejak 1942
4.
Angkatan
66 mulai kira-kira tahun 1955
|
Periodisasi Nugroho Notosusanto
|
Periodisasi Ajip Rosidi
|
I.
Sastra
Melayu Lama
II.
Sastra
Indonesia Modern
A. Masa Kebangkitan
1.
Periode 20
2.
Periode 33
3.
Periode 42
B. Masa Perkembangan
1.
Periode 45
2.
Periode 50
|
I.
Sastra
Nusantara Klasik (Sastra dari berbagai bahasa daerah di Nusantara)
II.
Sastra
Indonesia Modern
A.
Masa
Kelahiran (Masa Kebangkitan)
1.
Periode
Awal 1933
2.
Periode 1933-1942
3.
Periode
1942-1945
B.
Masa
Perkembangan
1.
Periode
1945-1953
2.
Periode
1953-1961
3.
Periode
1961-sekarang
|
Dari ikhtisar 4 macam periodisasi di atas,
nyatalah bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil antara periodisasi
yang satu dengan yang lain. Kesemuanya memulai perkembangan sastra Indonesia
modern sejak tahun 20-an. Kesemuannya mendapatkan tahun 30, tahun 45, dan tahun
66 sebagai tonggak-tonggak penting dalam perkembangan sastra. Perbedaan hanya
berkisar pada masalah istilah dan masalah peranan tahun 1942 dan tahun 1950 di
dalam perkembangan sastra Indonesia.
PERIODISASI
SASTRA INDONESIA MODERN
Di dalam masyarakat khususnya masyarakat
sastra, istilah angkatan dan periode amat banyak digunakan. Akan tetapi,
pengertian kedua istilah itu sering dicampuradukkan. Untuk keseragaman
periodisasi kiranya kedua istilah tersebut perlu diperjelas perbedaan
pengertiannya.
Periode adalah sekedar kesatuan waktu dalam
perkembangan sastra yang dikuasai oleh suatu sistem norma tertentu ada kesatuan
waktu yang memiliki sifat dan cara pengucapan yang khas yang berbeda dengan
masa sebelumnya.
Angkatan adalah sekelompok pengarang yang
memiliki kesamaan konsepsi kesamaan konsepsi atau kesamaan ide yang hendak
dilaksanakan dan diperjuangkan. Di dalam angkatan ada satu cita-cita yang
menghikmati atau melandasi penciptaan, meskipun tidak disajikan secara formal
dalam satu menifestasi atau dalam satu rumusan.
Sekelompok pengarang pada masa Balai Pustaka
dapat dipandang sebagai satu angkatan karena mereka pada hakikatnya tergerak
oleh satu cita-cita, yaitu hendak memberikan pendidikan budi pekerti dan
mencerdaskan kehidupan bangsanya dengan bacaan. Angkatan Pujangga Baru memiliki
kesamaan cita-cita yang hendak diperjuangkan, yaitu membentuk kebudayaan baru,
kebudayaan persatuan kebangsaan Indonesia. Angkatan 45 memiliki konsepsi
humanisme universal dan menuju ke arah pembentukan kebudayaan universal seperti
yang tercantum dalam Surat Kepercayaan Gelanggang. Angkatan 66 mempunyai
konsepsi pemurnian pelaksanaan Pancasila dan melaksanakan ide yang terkandung
dalam Manifes Kebudayaan.
Dalam suatu periode mungkin timbul suatu
angkatan, tetapi suatu periode tidak harus melahirkan suatu angkatan. Istilah
angkatan lebih menuntut sifat gerak dan dinamika dari pada istilah periode.
Adapun istilah generasi jarang digunakan.
Biasanya kata itu dipakai dalam hubungan dengan nama generasi Gelanggang.
Sebenarnya, kata angkatan pada mulanya adalah terjemahan dari kata generasi.
Bertolak dari dasar pikiran tersebut dan
sekadar sebagai dasar pegangan untuk perturutan pembicaran dalam uraian
selanjutnya, kami susun suatu periodisasi sejarah sastra Indonesia modern
sebagai berikut.
A.
Sastra
Melayu Lama/Klasik
B.
Sastra
Indonesia Modern
I.
Periode
Tahun 20
1.
Angkatan
Balai Pustaka
2.
Sastra di
Luar Balai Pustaka
II.
Periode
Tahun 30
1.
Angkatan
Pujangga Baru
2.
Sastra di
Luar Pujangga Baru
III.
Periode
Tahun 42
IV.
Periode
Tahun 45
1.
Angkatan 45
2.
Sastra di
Luar Angkatan 45
V.
Periode
Tahun 50
VI.
Periode
tahun 66
1.
Angkatan 66
VII.
Periode
Tahun 70
1.
Angkatan
70/80
VIII.
Periode
Tahun 2000
1.
Angkatan
2000
Sebelum sastra Indonesia modern, kita kenal
sastra Melayu Lama/Klasik. Hal ini terutama kita lihat dalam hubungan bahasa
yang jadi media sastra itu. Kongres Bahasa Indonesia I sesudah kemerdekaan pada
tahun 1954 di Medan sudah menetapkan bahwa dasar bahasa Indonesia adalah bahasa
Melayu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Dengan
demikian, sastra yang mempunyai pertautan dengan sastra Indonesia ialah sastra
Melayu lama/klasik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar