BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menulis adalah proses kreatif yang merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Namun, masih banyak orang yang merasa kewalahan dalam menciptakan tulisan yang baik dan bagus. Tentu kriteria tulisan yang bagus itu sangat beragam, terlebih untuk media yang memiliki ketentuan yang berbeda-beda.
Tulisan makalah ini tentulah memiliki latar belakang dan sebagai latar belakang makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai bahan perbandingan bagi kita untuk membuat tulisan yang baik dan bagus. Meskipun kita ketahui bersama, belum ada tulisan yang baik dan bagus juga bermutu dalam satu kali proses penulisan.
b. Untuk pemenuhan tugas mata kuliah Keterampilan Menulis dalam perkuliahan semester empat.
1.2 Batasan Masalah
Sudah barang tentu, sebuah masalah harus dibatasi yang tujuannya untuk membatasi pembahasan yang nantinya akan dikhawatirkan mengambang ke mana-mana. Adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Membahas tujuh hal yang jangan untuk para penulis
b. Membahas beberapa patokan dalam menulis
c. Membahas tentang cara mengikat gagasan dan mewujudkannya dalam tulisan
d. Membahas tentang bagaimana cara menemukan ide
e. Membahas tentang kriteria tulisan bagus
1.3 Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas, maka dapat pulalah kita menentukan rumusan masala dalam makalah ini. adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Membahas tujuh hal yang jangan untuk para penulis
b. Membahas beberapa patokan dalam menulis
c. Membahas tentang cara mengikat gagasan dan mewujudkannya dalam tulisan
d. Membahas tentang bagaimana cara menemukan ide
e. Membahas tentang kriteria tulisan bagus
1.4 Tujuan Penulisan
Selanjutnya, dari batasan dan rumusan masalah di atas dapat pula kita tentukan tujuan penulisan. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tujuh hal yang jangan untuk para penulis
b. Untuk mengetahui beberapa patokan dalam menulis
c. Untuk mengetahui tentang cara mengikat gagasan dan mewujudkannya dalam tulisan
d. Untuk mengetahui tentang bagaimana cara menemukan ide
e. Untuk mengetahui tentang kriteria tulisan bagus
* * *
BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1 Beberapa Patokan dalam Menulis
Pada awalnya sudah kita katakan bahasa jurnalistik memiliki
sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan
menarik. Dalam hubungan itu, marilah
kita tetapkan beberapa patokan dalam menggunakan bahasa jurnalistik.
1.
Menggunakan kalimat-kalimat
pendek.
Bahasa ialah alat bagi menyampaikan cipta dan informasi.
Bahasa diperlukan untuk komunikasi. Wartawan perlu ingat supaya apa yang
disampaikannya kepada khalayak (audience) betul-betul dapat dimengerti orang.
Kalau tidak demikian, maka gagallah wartawan itu karena dia tidak komunikatif
namanya. Salah satu cara, dia harus berusaha menjauhi penggunaan kata-kata
teknik ilmiah atau kalau terpaksa juga, dia harus menjelaskan terlebih dahulu
apakah arti kata-kata tersebut. Dia harus menjauhi kata-kata bahasa asing.
2.
Menggunakan bahasa biasa yang
mudah dipahami orang.
Khalayak media massa, yaitu pembaca surat kabar, pendengar
radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan minat perhatian, daya
tangkap, kebiasaan yang berbeda-beda pula. Mencapai khalayak yang beraneka
ragam dengan berhasil merupakan masalah yang berat bagi wartawan.
3. Menggunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya.
Kalimat bahasa Indonesia bersahaja sifatnya. Ia terdiri dari
kata pokok atau subjek, kata
sebutan atau predikat, dan kata tujuan atau objek. Karena terpengaruh oleh
jalan bahasa Belanda atau bahasa Inggris, ada orang Indonesia yang biasa pula
menulis kalimat yang panjang, berbentuk "compound
sentence", kalimat majemuk dengan induknya dan anaknya yang
dihubungkan dengan kata sambung. Dengan menggunakan kalimat majemuk,
pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelit-belit dan
bertele-tele. Sebaiknya, wartawan menjauhkan diri dari kesukaan memakai kalimat
majemuk karena bisa mengakibatkan tulisannya menjadi "woolly" (tidak
terang).
4.
Menggunakan bahasa tanpa
kalimat majemuk.
Membuat berita menjadi hidup bergaya ialah sebuah persyaratan
yang dituntut dari wartawan. Berita demikian lebih menarik dibaca. Kalimat
pasif jarang dipakai, walaupun ada kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.
5. Menggunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif.
Wartawan muda sering kali suka terhanyut menulis dengan
mengulangi makna yang sama dalam berbagai kata. Ini dapat dipahami, apalagi
jika dia hendak berkecimpung dalam dunia lirik dan puisi. Dia mengira dengan
demikian tulisannya menjadi lebih indah.
6. Menggunakan bahasa padat dan kuat.
Kembali kepada pengarang Ernest Hemingway, ia mengemukakan
sebuah prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis umpamanya kalimat
berikut, "Wartawan Sondang Meliala tidak menghendaki penataran wartawan
olahraga". Kalimat ini secara teknis dinamakan berbentuk negatif (lihat
perkataan "tidak menghendaki"). Akan tetapi, dengan arti yang persis
sama, kita bisa pula menulis, "Wartawan Sondang Meliala menolak penataran
wartawan olahraga". Kalimat ini dinamakan berbentuk positif (perkataan
"menolak" positif sifatnya dibandingkan dengan perkataan "tidak
menghendaki" yang mengandung perkataan "tidak" dan karena itu
bersifat negatif. Manakala di antara kedua kalimat tadi yang kita pilih?
2.2 Tujuh Hal yang Jangan untuk Para Penulis
Hanya tujuh? Tentu tidak. Tapi sebagai langkah awal untuk
menjadi penulis yang berhasil, tujuh hal inilah yang wajib dihindari seorang
penulis. Untuk selanjutnya, biarlah pengalaman yang mengajari.
1. Jangan menulis buku tanpa melengkapi bagian-bagian buku,
seperti prakata, daftar pustaka, indeks, glosarium.
Kata pengantar/prakata penting untuk membantu pembaca meraba
apa yang bisa ia dapatkan dari buku kita. Daftar pustaka, indeks dan glosarium juga sangat membantu
pembaca agar bisa lebih cepat menuju apa yang ia cari. Tak jarang sebelum
memutuskan untuk membeli, seorang pembaca akan memeriksa daftar pustaka, indeks
maupun glosarium sebelum memutuskan apakah buku tersebut sesuai dengan yang ia
inginkan. Daftar nama, istilah, peristiwa, tanggal penting dalam sebuah indeks
atau daftar definisi dalam sebuah glosarium sangat disukai, terutama oleh
mereka yang sedang mencari bahan referensi.
2.
Jangan mengirim naskah tanpa
pengantar atau proposal.
Pengantar atau proposal bukanlah untuk berbasa-basi.
Pengantar atau proposal yang disertakan
ketika mengirim naskah ke penerbit/media akan membantu editor mendapat gambaran
apa yang ditawarkan.
Pengantar yang baik dan menarik juga akan membawa kesan pertama yang baik untuk
editor.
3.
Jangan mengutip tanpa mencantumkan
sumber kutipan.
Ingat, ini adalah jaman dimana hak cipta menjadi satu tema
pokok dan lumayan sensitif. Namun terlepas dari masalah hukum tadi, penulis
yang baik adalah yang menghormati sejawatnya. Jika lupa darimana kita mendapatkan kutipan tersebut, lebih
baik urungkan niat mencantumkan kutipan itu. Jika ternyata hanya mampu
mengingat sebagian informasi (nama atau judul buku) dari sumber kutipan yang
sangat penting, dengan terpaksa pakailah kalimat tak langsung atau akui saja
dalam tulisan bahwa kita
memang lupa. Penulis yang baik bukanlah yang menulis dengan tujuan untuk
mencari nama, popularitas, pujian maupun kekayaan belaka; memberi sumbangan
pikiran dan membagi wawasan yang dimiliki kepada khalayak adalah tujuan yang
jauh lebih mulia.
4.
Jangan menulis tanpa berempati
terhadap pembaca.
Jika dalam dunia dagang dikenal 'pembeli adalah raja', hal yang sama juga terjadi pada dunia
penulisan. Pembaca bahkan adalah dewa, karena hidup mati seorang penulis mutlak
bergantung pada pembaca. Lebih dari sebuah hubungan jual beli, dalam dunia
penulisan pembaca juga bisa menghasilkan produk yang sama (yaitu tulisan) dalam
bentuk resensi, komentar atau kritik terhadap sebuah tulisan. Karena itu,
jangan sekali-kali mengabaikan pembaca, mereka bisa sewaktu-waktu berubah
menjadi sama atau bertukar posisi dengan kita.
5.
Jangan menulis tanpa referensi
yang memadai.
Tak hanya buku non-fiksi, buku fiksi pun memerlukan
referensi. Kecuali kita
seorang yang memiliki imajinasi begitu luar biasa sehingga mampu menciptakan
sebuah setting, karakter, dan sebuah realitas yang benar-benar murni dan belum
pernah terpikirkan sebelumnya, barulah kita boleh menulis tanpa banyak referensi selain dari imajinasi
sendiri. Semakin lengkap referensi yang dimiliki, tulisan akan semakin
meyakinkan dan berkualitas. Ide yang sangat bagus namun referensinya kurang
(kurang lengkap atau malah kurang tepat) akan berpotensi untuk cepat disanggah
dan kemudian segera dilupakan.
6.
Jangan asal menulis
Jangan asal menulis. Meski saat ada ide kita memang harus segera menuliskannya,
namun lebih baik pakailah tulisan awal itu dahulu. Setelah itu, tentukan teknik
menulis terbaik yang akan dipakai.
Tak jarang teknik atau cara menulis/bercerita lebih utama daripada isi cerita
itu sendiri. Rencanakan segala sesuatunya dengan matang. Inilah perlunya
outline/kerangka karangan. Tak ketinggalan, terutama dalam menulis fiksi,
karakter juga memiliki peran penting. Ada pembaca yang tertarik mengikuti
sebuah cerita karena penasaran atau jatuh cinta dengan karakternya. Rencanakan,
dan setelah itu jangan lupa juga untuk segera menuangkannya dalam tulisan.
7.
Jangan menolak naskahnya disunting
editor
Apakah kita
menganggap editor hanyalah seorang yang suka mengacak-acak tulisan orang lain
dan menggantinya sekehendak hatinya? Ya, editor (dan kritikus) kadang memang
menjengkelkan, bertindak seakan dirinya Tuhan. Tapi hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan menjalin hubungan
yang baik serta sering berkomunikasi untuk mencapai titik temu terbaik. Namun
jangan sampai menganggap peran editor tidak diperlukan. Tanpa editor, tulisan kita bisa terjebak dalam
subyektifitas. Pada akhirnya, kerendahan hati adalah karakter kunci untuk
berkembang.
2.3 Ikat Gagasan dan Wujudkan Dalam Tulisan
Gagasan muncul ibarat petir yang melesat dengan cepat.
Gagasan adalah sebuah interaksi tentang apa yang berhasil ditangkap oleh
pikiran. Jika berhasil menangkap gagasan tersebut, kita pasti berusaha menuangkannya dalam
bentuk penggunaan bahasa, baik secara tulisan, maupun lisan.
Jika kita
berusaha mewujudkan gagasan lewat tulisan, segeralah mengambil langkah untuk
menuliskan apa saja yang ada di otak. Ikatlah gagasan ke dalam sebuah tulisan.
Berikut beberapa kiat untuk mengenali sumber gagasan, termasuk langkah apa yang
dapat dilakukan dalam mewujudkan gagasan tersebut dengan menggunakan bahasa
tulis.
1.
Mengenali datangnya gagasan.
Ide atau gagasan yang
tersusun dalam pikiran kita dapat muncul di mana saja dan dipicu oleh apa saja
yang ada di sekitar kita. Pendek kata, ide atau gagasan ada di mana-mana dan
berlangsung secara spontan, sangat cepat, atau kadang tidak terduga datangnya.
Jika mendapati hal tersebut, segeralah mengikat semua itu. Yang dibutuhkan
dalam hal ini adalah suasana hati yang kondusif dan mengamati situasi sekitar.
Bagaimana cara mengikat gagasan tersebut? Segeralah menulis, langsung di depan
komputer atau langsung menulisnya di atas secarik kertas.
2.
Menggali terus apa yang ada di
sekeliling.
Beberapa orang mungkin
mengembangkan idenya dengan melakukan observasi dengan cara bepergian, bertemu
dengan beberapa orang, melakukan wawancara, dan sedikit investigasi. Pada saat kita melakukan wawancara, kembangkan
imajinasi dan kembangkan naluri investigasi. Menggali ide dengan melakukan
observasi diartikan dengan merekam apa yang dilihat dan dirasakan.
3.
Membaca sumber bacaan yang
menyenangkan diri.
Ibarat bahan bakar,
membaca merupakan sarana utama untuk lebih memotivasi diri dalam menulis. Bagi
kebanyakan orang, kegiatan membaca merupakan salah satu sumber gagasan. Namun,
bagaimana jika minat membaca kita kurang? Tentu kita perlu mulai membangkitkan
minat dengan membaca dari hal yang sederhana terlebih dahulu, yaitu dengan
menemukan bahan bacaan yang menyenangkan diri. Dari bacaan yang kita senangi,
tak jarang akhirnya akan muncul gagasan yang brilian. Bahan bacaan tidak
selamanya dalam bentuk buku, sebuah koran di pagi hari atau majalah dan jenis
bacaan lainnya juga bisa menjadi sumber inspirasi.
4.
Menjadikan membaca dan menulis
sebagai kebiasaan terlebih dahulu.
Setelah kegiatan
membaca menjadi sebuah ritme kebiasaan, jadikanlah menulis sebagai sebuah
kebiasaan pula. Smith (1988) mengemukakan bahwa kita menulis, setidaknya,
karena dua alasan. Pertama, kita menulis untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Namun yang lebih penting, kita menulis untuk diri kita sendiri, untuk
memperjelas dan merangsang pikiran kita, serta meluapkan semua gagasan yang ada
di dalam pikiran kita. Hal
positif yang Elbow (1973) bagikan tentang gagasan adalah bahwa sulit untuk
mengendalikan lebih dari satu gagasan dalam pikiran sekaligus. Tatkala kita
menuliskan gagasan kita, hal-hal samar dan abstrak menjadi jelas dan konkret.
Saat semua pikiran tumpah di atas kertas, kita bisa melihat hubungan di antara
mereka dan bisa menciptakan pemikiran yang lebih baik. Dengan kata lain,
menulis bisa membuat kita menjadi lebih cerdas.
5.
Memulai menulis
dari mana saja.
Saat menangkap sebuah
ide, kita
bisa langsung menuliskannya dari mana saja. Realitas kehidupan misalnya,
merupakan penyedia ide yang bisa untuk digali.
Sebagai contoh, saat menulis cerita fiksi tentang semua yang kita alami, kita
lihat, kita rasakan dapat kita tumpahkan dalam tulisan kita. Mulailah menulis
dari mana saja yang saat itu menjadi minat.
2.4 Menemukan Ide dengan Baik
Tampaknya mudah saja membayangkan -- apabila sudah selesai
mengikuti beberapa kursus jurnalistik atau sudah tamat dari sekolah jurnalistik
-- lantas sekarang sudah menjadi seorang jurnalis yang tangguh. Kadang-kadang
lambat atau kadang-kadang cepat, kesadaran akan timbul bahwa segala sesuatu itu
tiba-tiba lenyap silih berganti dengan pendekatan baru terhadap sebuah kisah.
Apa yang telah terjadi? Umumnya penulis yang belum
berpengalaman bersikap acuh tak acuh dalam memperkaya hidupnya sejak dia menyelesaikan pendidikan formalnya.
Jelasnya, sumurnya telah menjadi kering. Ia tak berdaya menggunakan kata-kata,
kehilangan ide dan cara, kehilangan cara-cara yang baru untuk mendramatisir
cerita yang hendak dituturkannya. Bagaimana kita menghadapi masalah seperti ini?
Bacalah buku-buku.
Buatlah jadwal untuk membaca buku apakah akan kita selesaikan buku itu dalam satu bulan, seminggu, atau kapan pun.
Yang jelas kita harus
membaca! Sekalipun banyak hal yang menuntut perhatian dari kita. Kita harus
mengambil waktu untuk membaca. Tidak terbatas pada buku tertentu, buku apa saja
untuk mencari ide-ide baru, cara-cara pendekatan yang baru, menambah
perbendaharaan kata dan pokok-pokok pembahasan yang penting. Jangan malu-malu
membaca buku, dan tentu saja kita
harus bijaksana, karena kita
tidak akan menemukan ide baru di dalam sampah.
Baca Kitab Suci. Di
dalam Kitab Suci banyak ditemukan cerita dan perumpamaan. Dari cara-cara yang
digunakan dalam Kitab Suci itu, baik perbendaharaan kata dan ide, akan dapat
menjalin cerita yang tiada taranya.
Baca kamus. Benar,
plot lemah. Oleh karena itu, petiklah kata-kata baru kira-kira lima sampai
sepuluh buah tiap minggu. Pelajari apa yang dikandung kata-kata baru itu dan
cobalah berusaha menggunakannya dalam kalimat dan tulisan. Akan terlihat betapa berfaedah dan betapa ajaibnya perbaikan yang diperoleh dalam kemampuan
menerangkan sesuatu dengan cara yang baru, bukan saja dengan menarik sekali,
tetapi juga penerapannya lebih kena.
Bacalah terbitan
berkala. Ketahuilah apa yang terjadi di dunia lain, jangan hanya apa yang
ada di kebun kita. Pelajari
dengan saksama bagaimana penyajian ceritanya. Tidak ada salahnya apabila kita menggunakan cara yang
digunakannya, menerapkannya dengan situasi kita pula.
Menentukan prioritas.
Mana yang lebih penting -- menghabiskan waktu dengan santai ataukah menajamkan
kemampuan menulis? Permainan yang disukai
atau menggunakan waktu untuk itu dengan memerbaiki keterampilan berkomunikasi?
Memang diperlukan pengorbanan, tetapi usaha yang demikian sangat berharga.
2.5 Kriteria Tulisan Bagus
"Tulisan yang
bagus itu isinya menggugah dan dapat memberi inspirasi positif kepada
pembacanya." Sebuah tulisan, baik dalam bentuk panjang maupun pendek,
disebut bagus apabila memenuhi sejumlah kriteria tertentu. Kriteria ini bisa
sangat beragam karena dipengaruhi subjektivitas dan berbagai kepentingan serta
tergantung pada zaman.
Tiap-tiap orang memiliki seleranya sendiri-sendiri dalam
menilai sebuah tulisan. Tetapi hendaknya kita berkiblat kepada pendapat orang
yang dinilai berkompeten menelaah karya tulis sesuai dengan pendidikan dan
reputasinya. Tulisan yang bagus juga seharusnya bebas dari "pesan
sponsor" yang lazimnya adalah penguasa. Dan akhirnya nilai suatu tulisan
pun ditentukan oleh budaya dan pola pikir masyarakat pada zamannya. Normalnya,
tulisan bagus memenuhi kriteria-kriteria standar sebagai berikut.
*
Mengungkapkan hal-hal baru
*
Benar dan lengkap
*
Merupakan pendapat/ide orisinal
*
Isinya menggugah
*
Temanya istimewa
*
Mengandung kejutan
*
Menyangkut peristiwa besar
*
Mengenai orang ternama
*
Bahasanya bagus
*
Penulisnya top
*
Terpublikasi melalui media tepat
Tulisan kita
memang tak dapat disaring lolos melalui semua kriteria tersebut, sebab nilai
sebuah karya tulis pun memang perlu ditentukan terlebih dahulu kategorinya
sebelum diuji mutunya menurut kriteria yang sesuai. Jika kita menulis roman, contohnya, tentu tak
perlu menyajikan data dan mungkin tidak selalu harus ada hubungannya dengan
orang-orang tersohor.
Bagus tidaknya karya tulis dapat ditentukan pula oleh
golongan pembacanya sendiri-sendiri. Maksudnya, suatu tulisan bisa dinilai
bagus oleh kalangan pembaca tertentu, tetapi, sebaliknya, dianggap tidak bagus
oleh kelompok pembaca lain.
* * *
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian makalah
di atas, dapatlah kita ambil kesimpulan sebagai berikut:
a.
Ada
beberapa patokan seseorang dalam menulis, yaitu: (a) menggunakan kalimat-kalimat
pendek, (b) menggunakan bahasa biasa yang
mudah dipahami orang, (c) menggunakan bahasa sederhana
dan jernih pengutaraannya, (d)
menggunakan bahasa tanpa kalimat majemuk, (e)
menggunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif, (f) menggunakan bahasa padat dan kuat.
b.
Ada tujuh hal yang harus
dihindari penulis dalam menulis, yaitu: (a) jangan menulis buku tanpa melengkapi bagian-bagian buku,
seperti prakata, daftar pustaka, indeks, glosarium, (b) jangan mengirim naskah tanpa
pengantar atau proposal, (c) jangan mengutip tanpa mencantumkan
sumber kutipan, (d) jangan menulis tanpa berempati terhadap
pembaca, (e) jangan menulis tanpa referensi
yang memadai, (f) jangan asal menulis, (g) jangan menolak naskahnya disunting
editor.
c. Beberapa kiat untuk mengenali
sumber gagasan, termasuk langkah apa yang dapat dilakukan dalam mewujudkan
gagasan tersebut dengan menggunakan bahasa tulis, yaitu: (a) mengenali datangnya gagasan, (b) menggali terus apa yang ada di sekeliling (c) membaca sumber bacaan yang menyenangkan diri, (d) menjadikan membaca dan menulis sebagai kebiasaan
terlebih dahulu, (e) memulai menulis dari mana saja.
d.
Ada
beberapa cara dalam menemukan ide dengan baik, yaitu: (a) bacalah
buku-buku, (b) Baca Kitab
Suci, (c) Baca kamus, (d) Bacalah terbitan berkala, (e) menentukan
prioritas.
e.
Ada
beberapa kriteria tulisan yang dianggap bagus, diantaranya: (a) mengungkapkan hal-hal baru, (b) benar dan lengkap, (c) merupakan pendapat/ide
orisinal, (d) isinya menggugah, (e) temanya istimewa, (f)
mengandung
kejutan, (g) menyangkut peristiwa besar, (h) mengenai orang ternama, (i) bahasanya bagus, (j) penulisnya top, (k) terpublikasi melalui media
tepat.
3.2 Saran-Saran
Sebagai akhir dari
makalah ini, penulis mencantumkan beberapa saran kepada pembaca makalah ini,
diantaranya:
a.
Dalam
menulis kita harus menyadari bahwa aturan-aturan dalam makalah ini perlu kita
petuhi, namun jika kita merasa tidak leluasa, siapa yang memaksa kita. Dalam
menulis dibutuhkan pengekspresian yang bebas.
b.
Perlu
adanya sebuah keinginan sebagai motivasi untuk kita dalam menulis dan ini lebih
penting dari sekedar bakat. Banyak orang yang enggan menulis karena perihal
tidak berbakat, padahal menulis itu adalah keterampilan yang perlu diasah.
* * *
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. 2005. Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi
Gong, Gola. 2005. Menemukan Ide dalam Membaca. Depok: PLF Kreativa.
Harefa, Andrias. 2002. Agar Menulis Mengarang Bisa Gampang. Jakarta: Gramedia.
Hernowo. 2005. Mengikat
Makna Sehari-hari. Bandung: Mizan Learning Center
-----------. 2005. Menulis
Membutuhkan Membaca dan Membaca Membutuhkan Menulis. dalam http://pelitaku.sabda.org/node/144. di download pada tanggal 9 April 2010 pukul 15.00
http://duniafiksi.blogspot.com di
download pada tanggal 9 April 2010 pukul 14.50 WIB
Marahimin
Ismail. 1992. Menulis Secara Populer. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Semi,
M. Attar. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan
Menulis. Jakarta: Angkasa
Wiyanto,
Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf.
Jakarta: Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar