BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Budaya membaca dan budaya menulis yang tinggi merupakan ciri sebuah
negara yang maju. Sementara di negara kita Indonesia, budaya membaca dan budaya
menulis masih jauh dari apa yang kita harapkan. Budaya lisan dan budaya dengar
masih sangat kental menjadi bagian dari keseharian rakyat bangsa kita. Apakah
yang sebenarnya terjadi dengan negara kita? Pertanyaan di atas bukan pertanyaan
yang mudah untuk dijawab dan tidak mudah untuk dirobah. Untuk merobah budaya
lisan dan budaya dengar di negara kita Indonesia ini haruslah kita lakukan
bersama dan dimulai dari nol.
Hal inilah yang menjadi latar belakang dari penulisan makalah ini. Namun
untuk lebih spesifiknya dapat dilihat dari poin-poin di bawah ini:
a.
Budaya membaca dan budaya menulis
merupakan salah satu ciri negara yang maju dan ingin maju, sementara negara
kita masih jauh dari hal-hal yang demikian.
b.
Tentunya untuk bisa menulis,
kita harus banyak membaca dan inilah timbal balik antara menulis dan membaca.
Kita menulis untuk di baca dan kita membaca untuk dapat menulis dengan baik.
1.2
Batasan Masalah
Untuk menjadikan makalah ini berbeda dengan tulisan lain, maka penulis
perlu juga membuat batasan-batasan dalam makalah ini. Adapun batasan-batasan
tersebut, adala sebagai berikut:
a.
Budaya membaca sebagai modal penting dalam menulis
b.
Menulis adalah seni
c.
Menjadi penulis yang menulis
d.
Ide besar sebuah tulisan
e.
Dari mana datangnya ide besar
menulis
f.
Menulis untuk pembaca
1.3
Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas dapat pula kita buat rumusan masalah dalam
makalah ini, yakni:
a.
Budaya membaca sebagai modal penting dalam menulis
b.
Menulis adalah seni
c.
Menjadi penulis yang menulis
d.
Ide besar sebuah tulisan
e.
Dari mana datangnya ide besar
menulis
f.
Menulis untuk pembaca
1.4
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui tentang budaya
membaca sebagai modal penting dalam
menulis
b.
Untuk mengetahui tentang menulis
adalah seni
c.
Untuk mengetahui tentang menjadi
penulis yang menulis
d.
Untuk mengetahui tentang ide
besar sebuah tulisan
e.
Untuk mengetaui dari mana
datangnya ide besar menulis
f.
Untuk mengetahui tentang menulis
untuk pembaca
* * *
BAB II
KAJIAN TEORITIK
Apa betul
kegiatan membaca dapat membantu seseorang untuk kreatif? Jordan E. Ayan
menjelaskan bahwa membaca dapat memicu kreativitas. Buku mengajak kita
membayangkan dunia beserta isinya, lengkap dengan segala kejadian, lokasi, dan
karakter. Bayangan yang terkumpul dalam tiap buku yang melekat dalam pikiran,
membangun sebuah bentang ide dan perasaan yang menjadi dasar dari ide kreatif
(Hernowo 2003: 37). Padahal salah satu faktor yang mendorong agar anak
mempunyai minat menulis ialah kebiasaan membacanya.
Sudahkah minat
baca anak kita tinggi? Ini merupakan pertanyaan yang sedikit ironis karena pada
kenyatannya, minat baca anak-anak Indonesia sangatlah rendah. Banyak fakta
menunjukkan bahwa anak-anak kita lebih suka bermain video game daripada duduk
berlama-lama untuk membaca sebuah buku. Murti Bunanta menganjurkan, sedari
kecil, anak-anak perlu didekatkan pada bacaan. Penelitian Prof. Benyamin Bloom
mengungkapkan, saat berusia empat tahun, anak berada dalam periode suka meniru
perbuatan orang tuanya tanpa terkecuali. Jadi dapat diharapkan, jika orang tua
suka membaca, anak juga akan melakukan hal yang sama. Sebagai contoh, jika
sejak kecil anak sudah dibiasakan dengan bacaan (sastra), mereka akan
didekatkan dengan kehidupan manusia (Bunanta 2004: 85). Dengan membaca karya
sastra seperti cerpen, puisi, dll., mereka akan belajar banyak hal dan
memuliakan perasaan (Kartono 2001: 116).
Boleh
dikatakan, membaca dan menulis bak dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Dengan membaca, wawasan anak akan semakin berkembang. Negara yang
terencana dan tersistematis membangun negara dan bangsanya melalui gerakan
pendidikan massal dengan sikap ilmiah, rasional, kritis, dan rajin membaca apa
saja dan di mana saja, tegas Suryopratomo, pemimpin redaksi/penanggung jawab
harian "Kompas" dalam pernyataannya yang dikutip dalam Matabaca edisi
Juli 2004.
2.1 Menulis Adalah Seni
Kita mungkin
masih ingat ketika sewaktu kecil kita suka sekali menulis suatu kejadian dalam
sebuah diari. Dengan mudahnya kita meluapkan segala perasaan itu ke dalam
sebuah untaian kata-kata dan akhirnya sebuah cerita. Kita tidak menyadari bahwa
kegiatan itu merupakan bagian dari proses kreatif yang sedang kita ciptakan
sebagai salah satu bentuk seni. Jika bakat tersebut sudah terlihat pada anak
Anda, jangan sia-siakan. Berikan ruang buat mereka untuk mengembangkan bakat tersebut.
Menulis
merupakan sebuah seni. Karena dalam menuangkan ide seorang penulis ke dalam
sebuah tulisan itu bebas, sesuai dengan kreativitas dan daya seni seseorang.
Kata seni mengandung arti keahlian membuat karya yang bermutu atau kesanggupan
akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi dan luar biasa. Menulis,
sesuai dengan pendapat Tony Tedjo, berarti menuangkan isi hati si penulis ke
dalam bentuk tulisan sehingga maksud hati penulis bisa diketahui banyak orang
melalui tulisan yang disajikan. Setiap anak mempunyai potensi untuk menulis.
Biarkan imajinasinya mereka tumpahkan dalam cerita yang mereka ciptakan. A.
Ataka A.R. mengatakan bahwa dia seperti mempunyai dunia sendiri manakala dia
sedang menulis sebuah cerita. Novel pertama yang dia ciptakan dengan judul
"Misteri Pedang Skinhead# 1" yang diterbitkan oleh Penerbit Alenia,
dia selesaikan dalam waktu satu tahun. Kita dapat membayangkan betapa luar
biasa imajinasi yang ada di otak mereka. "Yang dibutuhkan dari seorang
penulis adalah 10% bakat, sisanya 90% adalah kemauan dan latihan,"
begitulah pengakuan dari Gary Provost sebagaimana dikutip Tony Tedjo.
2.2 Menjadi Penulis Yang Menulis
Gertrude Stein
menulis, menulis adalah menulis adalah
menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis. (Dia
juga menulis, Mawar adalah mawar adalah
mawar adalah mawar). Maksud perkataannya itu tidak lain adalah bahwa
menulis itu adalah soal
menulis, dari awal sampai akhir. Bahwa menulis adalah menulis. Pokoknya
menulis. Bagaimana mulai menulis? Menulis. Bagaimana untuk dapat terus menulis?
Ya terus menulis.
Sayangnya,
banyak dari kita yang menganggap hal itu tidak sesederhana kelihatannya. Kita
bermasalah saat akan mulai menulis, kita bermasalah untuk bisa terus menulis,
dan sering kali kita menyerah begitu saja, semangat dan kegigihan kita sedikit
demi sedikit menghilang, seperti sungai yang mengering.
Namun karena
menulis ada dalam hati, jiwa, dan DNA kita, setelah beberapa minggu atau bulan
atau bahkan tahun, kita kembali bersemangat untuk menulis. Bahkan lebih giat
dari sebelumnya, dan saat itu, kita dapat mempertahankan semangat menulis itu.
Mungkin kita
seperti itu atau mungkin juga tidak. Dari pengalaman saya sebagai guru, banyak
orang yang sering kali tidak dapat mempertahankan semangatnya. Bagi beberapa
orang, siklus semangat menulis seperti di atas terjadi berulang kali. Karena
kita tidak konsisten, kita mulai menghakimi diri sebagai orang yang tidak
berbakat menulis, harga diri kita ikut terbuang bersama lembaran-lembaran
kertas yang kita lempar ke sampah, dan kemudian kita semakin sulit untuk dapat
mulai menulis. Hal itu membuat hati sakit. Karena kita adalah penulis dan saat
kita tidak utuh -- saat ada bagian dalam diri kita yang hilang --
kita tidak pernah bisa merasa nyaman berada di dunia, tidak ada damai dalam
diri. Menulis adalah hidup kita. Memang bukan seluruh hidup, akan tetapi hal
tersebut cukup untuk membuat kita merasa tidak utuh saat tidak menulis.
a.
Mengklaim Diri Sebagai Penulis
Anda tidak
akan pernah menjadi penulis (dan terus menulis) sampai Anda menyebut diri
sendiri sebagai penulis.
Kebanyakan
penulis yang kita tahu,
terutama yang karyanya tak terpublikasi, mengatakan, Aku ingin jadi penulis. Atau, Aku
adalah ... dan suka menulis. Atau, Sudah
lama aku ingin menjadi penulis. Namun, mereka tidak menyebut diri mereka
sebagai penulis. Pikirkan kata-kata lain untuk menyebut diri kita: pria/wanita, ibu/ayah, istri/suami,
teman, guru, teknisi, pramupijat, pengacara, tukang kebun, koki. Kita memakai
kata-kata itu untuk memperkenalkan diri kita sendiri, baik kepada orang lain
maupun kepada diri kita sendiri. Apa sebutan kita untuk diri kita, itulah kita.
Dalam beberapa budaya, nama baru diberikan pada saat seseorang mengalami
perubahan. Nama baru itu mengisyaratkan bahwa orang itu telah berubah.
Jika kita memanggil diri kita penulis, tidak hanya mengatakan ingin
menjadi seperti apa kitaa, kita akan berubah. Cobalah.
Sekarang. Teriakkan nama kita
dengan keras dan diikuti kata-kata, Aku
adalah penulis. Biarkan diri kita
mengalami sensasi yang kita
rasakan saat kita
melakukannya. Tapi tulisanku belum ada
yang terpublikasi, mungkin kita
berkata seperti itu, seolah-olah itu yang memberikan kita hak untuk menyebut diri sebagai
penulis. Lagipula, saat kita
mengatakan kepada orang lain bahwa kita
adalah penulis, pasti mereka akan bertanya, Oh,
tulisan apa yang pernah Anda publikasikan?
Dengar,
tulisan yang dipublikasikan tidak ada hubungannya dengan menjadi penulis!
Publikasi berhubungan dengan mencari uang sebagai penulis. Mungkin juga dengan
pengakuan publik dan kemashyuran. Meski benar, kebanyakan penulis yang
tulisannya dipublikasikan tidak mendapat terlalu banyak uang atau pun terkenal.
Kita mungkin berkata, terpublikasi adalah terpublikasi adalah terpublikasi.
Bahkan, terpublikasi adalah tujuan kebanyakan dari kita. Namun, itu bukanlah
alasan untuk kita menulis. Kita menulis karena itulah yang harus kita lakukan.
Anne Sexton berkata, Saat aku menulis,
aku melakukan hal yang seharusnya aku lakukan.
Lagipula,
sekalinya tulisan kita dipublikasikan, bukan berarti itu membuat kita berhenti
menulis. Kita akan terus menulis. Itulah yang penulis lakukan. Aku memiliki
visi seperti itu saat menulis, aku menulis dan terus menulis. Seperti gurauan
kuno berkata, Penulis tua tidak pernah
mati, mereka terus memperbaiki bagian akhir dari tulisannya.
b.
Bagaimana Mengklaim Diri Sebagai Penulis?
Pertama,
katakan, Aku adalah penulis. Katakan
itu dengan keras. Katakan pada diri sendiri di depan cermin. Katakan pada
keluarga dan teman. Katakan pada orang yang ditemui di pesta yang bertanya, Apa
pekerjaan Anda? Katakan pada orang asing saat kita mengantri di toko grosir. Katakan pada
ibumu. Katakan paling sering pada diri sendiri, Aku adalah penulis.
Pilih satu
tempat untuk menulis, tempat sakral di mana kita merasa nyaman, bukannya merasa terbeban. Jika belum memiliki
ruang seperti itu, maka buatlah. Pakai satu ruangan penuh atau sebagian dari
ruangan sebagai tempat menulis. Saat kita ada di ruangan sendiri untuk menulis, bawalah serta lilin atau
lampu, atau bunga, apa pun yang dapat membuat ruangan menjadi unik. Buatlah
senyaman mungkin.
Ambil
alat-alat yang diperlukan.
Hargai tulisan dengan kertas atau agenda yang disuka. Beli pulpen berkualitas yang selalu diimpi-impikan. Belilah komputer yang
khusus untuk sendiri dan mesin cetak yang bagus. Siapkan kamus, kamus tesaurus,
dan buku EYD yang
berkualitas. Cari buku-buku berkualitas dan berlanggananlah jurnal menulis.
Membaca
sebagai penulis. Belajar dari yang terbaik. Pelajari penulis favorit kita, dan salin sebagian tulisannya
untuk dapat merasakan ritme dan gaya tulisannya. Pilah-pilah kalimat, paragraf,
dan bab yang ada di tulisannya untuk menemukan teknik dan rahasia menulisnya.
Selain menulis, membaca tulisan yang bagus akan menjadi guru yang terbaik.
c.
Atur Waktu untuk Menulis
Hal kedua yang
perlu dilakukan untuk menjadi
penulis yang menulis adalah dengan mengadakan waktu untuk menulis. Kita tidak akan pernah menulis jika
tidak mengadakan waktu untuk menulis. Jangan pernah berkata, Aku akan segera menulis.
Cari waktu
yang cocok dengan kita.
Jangan atur waktu menulis selama dua jam jika hanya betah selama setengah jam.
Jangan atur alarm pada pukul 05.30 pagi jika memang susah bangun pagi dan tidak
suka suasana pagi hari. Sama halnya, jangan bilang kalau akan menulis pada
malam hari setelah semua pekerjaan beres jika pada saat itu biasanya berbaring
di sofa dan tidak dapat menahan kantuk. Cari waktu yang mendukung. Ambil
setengah waktu dari jam makan siang. Menulislah langsung setelah kerja.
Bangunlah setengah jam lebih awal. Jika memiliki kebebasan untuk mengatur
waktu, tetapkan waktu menulis selama jam kerja.
Kita mungkin sudah sering mendengar bahwa
jika ingin menjadi penulis, harus menulis setiap hari. Itu bukan harga mati.
Tapi memang ada beberapa aturan yang harus dilakukan untuk jadi penulis. Untuk
menjadi penulis (yakni penulis yang menulis), harus menulis beberapa kali dalam
seminggu -- setidaknya empat atau lima kali, lebih bagus kalau setiap hari.
Menulis akan lebih mudah dengan menulis secara rutin. Kita akan lebih baik saat melakukan sesuatu
dengan sering.
Seperti halnya
berolah raga, berdiet, atau kuliah, terkadang latihan menulis akan lebih mudah
dilakukan dengan adanya teman. Buat janji dengan teman untuk menulis. Jika kit dan teman tidak bisa menulis
bersama di satu tempat, saling teleponlah atau kirimlah e-mail dan berkata.
Jangan tunggu inspirasi datang baru
menulis. Sia-sia. Saat muncul di hadapan kertas inpirasi akan mendatangi. Ada
yang berkata, Menulis itu 20%
inspirasi dan 80% keringat." Lagipula, jika
menulis adalah latihan sehari-hari, tidak perlu inspirasi untuk mulai menulis.
d.
Menulis
Akhirnya,
langkah ketiga untuk menjadi penulis yang menulis adalah tentu saja menulis itu
sendiri. Membicarakan tentang menulis itu bukan menulis. Berpikir tentang
menulis itu bukan menulis. Bermimpi atau berkhayal itu bukan menulis. Membuat
kerangka, meneliti, dan membuat catatan juga bukan menulis. Semua itu mungkin
adalah bagian dari menulis dan diperlukan untuk menulis, tapi menulis itu tentu saja menulis.
Jadi setiap
hari, pada saat yang telah ditetapkan (atau yang tidak ditetapkan
sebelumnya/spontan), duduklah di meja tulis (atau di meja kafe atau di atas
rumput di taman), kemudian menulislah.
2.3 Ide Besar Sebuah Tulisan
Menulis adalah
menjual ide. Maksudnya, ketika menulis seorang penulis sedang memaparkan idenya
kepada pembaca dengan tujuan agar setiap pembaca dapat menangkap, menerima,
tertarik, dan mengaplikasikan hal-hal yang menjadi buah pikiran penulis
tersebut.
Ide bisa
disebut sebagai benih tulisan dan sangat memengaruhi tulisan. Ide tersebutlah
yang akan menentukan keputusan calon pembaca untuk membaca tulisan lebih
lanjut. Oleh karena itu, setiap penulis harus bisa menemukan idenya dalam
menulis. Ide seperti apa yang disebut sebagai ide besar sebuah tulisan?
a.
Ide yang Orisinal
Tidak semua
penulis memiliki ide yang berbeda-beda. Akan tetapi, semua penulis harus
memiliki ide yang orisinal. Ide besar sebuah tulisan dapat terlihat dari
keorisinalitasan idenya. Namun seperti yang sudah dituliskan sebelumnya, tidak
semua penulis memiliki ide yang berbeda, ini berarti tidak semua ide yang
ditulis merupakan ide yang benar-benar baru. Banyak sekali ide yang muncul
setelah membaca tulisan orang lain, mendengar pembicaraan orang lain, mengamati
sebuah gambar, mendengarkan lirik-lirik sebuah lagu, dan sebagainya. Sebuah ide
tetap bisa dikatakan orisinal apabila dari hasil membaca, mengamati, atau
mendengarkan, tercetus sebuah pemikiran atau penjabaran yang baru mengenai hal
tersebut. Ini tidak dapat dikatakan mencuri ide orang lain karena ide tersebut
diolah dan dijabarkan dengan cara yang berbeda dan dari sudut pandang yang
berbeda pula, terlebih jika akhirnya muncul ide baru dari ide yang sudah ada.
Jadi, ide besar harus merupakan ide yang orisinal, ide yang benar-benar muncul
dari pemikiran penulis, dan merupakan olahan dari ide-ide yang sudah ada
sebelumnya.
b.
Ide yang Memberikan Pencerahan
Maksud dari
kalimat di atas adalah sebuah ide harus dapat menjawab tantangan zaman, tren,
atau fenomena yang sedang muncul. Ide besar yang didapatkan merupakan hasil
dari pengamatan penulis atas apa yang sedang terjadi di lingkungan dan
masyarakat sekitar, atau dalam lingkup yang lebih luas lagi. Misalnya, ketika
pemanasan global sedang menjadi fokus utama dunia saat ini, maka seorang
penulis dapat menyumbangkan ide atau gagasannya dengan menulis hal-hal seputar
gerakan penghijauan, penghematan energi, menjaga kelestarian alam, dan hal-hal
lain yang dapat dilakukan dan aplikatif untuk mengantisipasi pemanasan global.
Dengan kalimat lain, ide yang memberikan pencerahan adalah ide yang dijabarkan
oleh penulis dalam tulisannya, di mana penjabaran dari ide tersebut dapat
menggugah dan menggerakkan pembaca untuk melakukan sesuatu atau bertindak atas
apa yang sedang terjadi.
c.
Ide yang Spesifik
Meskipun
idenya bagus, namun tidak akan menarik bagi pembaca bila ide tersebut terlalu
luas. Mengapa ide harus spesifik? Selain agar pembahasan tidak melebar ke
mana-mana, juga akan memudahkan penulis ketika menjabarkan idenya ke dalam
bahasa tulis. Dengan ide yang spesifik, pembaca dapat lebih fokus menangkap
gagasan yang ingin disampaikan penulis.
d.
Ide Klise dari Sudut Pandang Berbeda
Ide yang
klise, setiap orang mungkin akan meremehkannya, namun ide yang kelihatan klise
ini ternyata bisa disebut ide besar sebuah tulisan dengan syarat kita melihat dan mengemasnya dari sudut
pandang yang berbeda. Mungkin sudah banyak tulisan-tulisan yang mengemukakan
tentang cinta, kasih, perceraian, pernikahan, namun akan sangat berbeda jika
mengupasnya dengan cara kita
dan dari sudut yang berbeda. Kita
menguraikannya dari cara pandang yang lain dari pemikiran orang pada umumnya.
e.
Ide yang Memuat Topik yang Menarik bagi
Orang Banyak
Ide besar
sebuah tulisan salah satunya adalah ketika dijabarkan akan memuat topik-topik
yang menarik orang banyak dan bukan untuk beberapa orang saja. Ide seperti itu
adalah ide yang up to date atau ide
yang mengikuti perkembangan zaman sehingga banyak orang akan tertarik pada ide
yang diangkat. Jika saat ini perhatian masyarakat pada munculnya fenomena
aliran-aliran suatu agama, ide tulisan yang memuat topik tersebut akan mendapat
perhatian masyarakat pembaca.
f.
Ide yang Menambah Sesuatu Jika Dibaca
Seseorang akan
kecewa bila tidak mendapatkan apa pun setelah melakukan suatu kegiatan,
demikian halnya dalam kegiatan membaca. Bahkan, tulisan yang dibaca tersebut
bisa dicap tidak bermutu. Karena itu, seorang penulis haruslah memiliki ide
yang dapat mencukupi kebutuhan pembaca yang satu ini. Ide yang bisa menambah
sesuatu ketika dibaca, entah itu pengetahuan baru, informasi, inspirasi untuk
melakukan sesuatu, bahkan sekadar menghibur pembacanya.
2.4 Dari Mana
Datangnya Ide Besar Menulis
Dari mana
datangnya ide besar dalam menulis? Apakah kita bisa menemukannya? Ide bisa datang
secara tidak terduga. Ketika penulis sedang tidak melakukan apa pun, ide itu
pun bisa datang.
Namun, tidak
semua seperti itu. Ada ide yang didapat penulis setelah penulis melakukan
sesuatu, seperti membaca buku, menonton film, jalan-jalan, mengalami kejadian
yang luar biasa, dan sebagainya. Ide juga bisa diperoleh dengan dicari atau
ditemukan dengan sengaja. Penulis melakukan pengamatan maupun penelitian,
sampai akhirnya menemukan ide yang baik. Di mana mencarinya?
1.
Dalam Diri. Hidup
ini adalah sumber gagasan yang tidak akan pernah kering. Dari pengalaman hidup,
dapat menemukan ide-ide menarik untuk sebuah tulisan. Banyak penulis yang
menemukan ide besarnya dari pengalaman hidupnya sendiri. Sebut saja, Leo
Tolstoy -- salah satu ide bukunya ketika dia mengikuti perang, Ian Fleming --
James Bond lahir dari pengalamannya menjadi agen rahasia, Khalil Gibran --
beberapa karya sastranya adalah cinta yang dia berikan untuk sahabat penanya,
Pramudya Ananta Toer -- salah satu bukunya adalah pengalamannya ketika dibuang
dan dipenjarakan, dan masih banyak lagi lainnya.
2.
Media Elektronik dan Cetak. Buku, surat kabar, majalah, televisi,
radio, maupun internet dapat dipakai sebagai sumber untuk menemukan ide. Tidak
jarang penulis dapat menemukan ide besar setelah mereka memakai dan
memanfaatkan media-media tersebut. Ide muncul atau diperoleh setelah membaca
buku, mengikuti berita di surat kabar, melihat siaran di televisi, dan
lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut jika dimanfaatkan dengan baik, akan melentikkan
ide di kepala.
3.
Lingkungan Sekitar. Jika ingin menjadi seorang penulis yang
penuh dengan ide, haruslah didukung dengan kepekaan dalam dirinya atas
lingkungan sekitarnya. Karena apa yang terjadi di sekitarnya adalah sumber ide
yang tidak ada habisnya. Pengamatan atas apa yang terjadi di lingkungannya
maupun menangkap setiap fakta yang terjadi serta mengolahnya, dapat menjadi
sebuah ide untuk ditulis.
Setelah
mengetahui ide besar sebuah tulisan dan sumber-sumber untuk menemukan ide
tersebut, satu hal yang harus diperhatikan
seputar ide ini adalah sebesar dan sebagus apa pun ide, tidak akan ada artinya
apabila tidak bisa ditangkap oleh pembaca lewat bahasa tulisan kita. Entah itu ide orisinal, ide yang
memberikan pencerahan, ide yang spesifik, maupun ide yang akan memberikan
kontribusi ketika dibaca, akan gagal diterima pembaca jika tidak dapat
disampaikan lewat jalinan kata dan kalimat yang membentuk alinea-alinea dalam
tulisan kita dengan baik.
Karena itu,
selain memiliki ide yang cemerlang, seorang penulis harus mampu dan terampil
menguasai teknik-teknik kepenulisan. Sehingga apa yang menjadi ide atau gagasan
penulis dapat dijabarkan lewat bahasa tulisan sehingga sampai kepada pembaca
yang menikmati karya tulis kita.
2.5 Menulis Untuk Pembaca
Alasan
seseorang dalam menulis dapat memengaruhi hasil tulisannya. Jika seseorang
menulis untuk menyenangkan dirinya sendiri, tulisan tersebut mungkin hanya
menjadi konsumsi pribadi. Dalam menulis, tentunya ia tidak mempertimbangkan
siapa yang akan membaca tulisan tersebut karena ia tidak menulis untuk para
pembaca, tetapi untuk dirinya sendiri. Berbeda dengan para penulis yang ingin
membagikan apa yang dia pikirkan kepada orang lain. Itu berarti dia menulis
untuk pembacanya.
a.
Mengetahui Pembaca
Menulis untuk
pembaca dapat diawali dengan mengenali para pembacanya terlebih dahulu. Perlu mengetahui pembaca yang
menjadi target tulisan. Hal ini akan menentukan cara penyampaian dan muatan
yang akan ditulis. Dengan mengenali pembaca, kita dapat mengetahui apa yang dibutuhkan pembaca dan bagaimana
memenuhinya lewat tulisan-tulisan. Jika tulisan memenuhi kebutuhan target
pembaca yang kita tuju, pastinya mereka akan membaca tulisan-tulisan kita.
Tulisan untuk
orang dewasa tentunya berbeda dengan tulisan untuk anak-anak. Jika yang menjadi
target tulisan adalah anak-anak, pastinya tulisan yang dibuat tidak menggunakan bahasa ilmiah yang
berat dan sulit dimengerti anak. Lebih
baik menulis sesuatu yang ringan, dituturkan dalam bahasa anak-anak yang mudah
dimengerti, namun tetap memuat pesan yang dapat ditangkap untuk anak-anak.
b.
Memuat Pesan Untuk Pembaca
Setiap penulis
yang memunyai arah dalam menulis pasti menetapkan tujuan tertentu ketika
membuat tulisannya. Tulisan dapat dibuat dengan tujuan menghibur, memberikan
informasi, bahkan mendidik. Ketiganya dapat pula menjadi satu kesatuan dalam
sebuah tulisan.
Tulisan
memiliki kelebihan dan kekuatan yang besar, yaitu dapat memberikan pengaruh
yang signifikan bagi para pembacanya. Oleh karena itu, sebelum menulis
tetapkanlah tujuan. Banyak yang telah menyadari pengaruh besar dari sebuah
tulisan sehingga mereka memilih menggunakan media tulisan untuk meraih
tujuan-tujuannya.
c.
Memerhatikan Media Yang Dipakai Pembaca
Dalam menulis
juga perlu memperhatikan
media yang dipakai oleh para pembaca. Tidak semua pembaca menggunakan bentuk
maupun jenis media yang sama. Ada yang lebih senang membaca melalui media
internet (situs, blog, milis publikasi) atau media cetak (surat kabar, majalah,
buletin, dan lainnya). Pada umumnya, perbedaan membaca menggunakan media
tertentu adalah karena setiap pembaca memiliki karakter yang berbeda-beda pula.
Pembaca yang
lebih senang membaca media cetak dengan jenis surat kabar tentu berbeda dengan
mereka yang memilih membaca dari jenis majalah. Pembaca surat kabar cenderung
memilih sesuatu yang aktual dan informasi yang dapat cepat mereka tangkap.
Pembaca majalah lebih senang membaca sesuatu yang ringan dan menghibur mereka
di kala senggang. Pembaca yang menggunakan media cetak berbeda pula dengan
pembaca di media internet.
Dibanding
pembaca media cetak, pembaca media internet ingin sesuatu yang lebih ringkas
dan padat. Mereka tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk membaca
tulisan-tulisan yang terlalu panjang. Jadi, dalam membuat tulisan,
perhatikanlah media yang digunakan
sehingga tulisan pun dapat menarik
atensi dari pembaca yang menggunakan media-media tersebut. Selain dibagi dalam
bentuk dan jenis, pembaca juga sangat memerhatikan sasaran dari media-media
tersebut, apakah untuk umum atau untuk kelompok khusus.
d.
Strategi Penyajian Tulisan
Setelah
mengetahui target pembaca, menetapkan tujuan tulisan, memerhatikan hal-hal agar
dapat menulis bagi pembaca, strategi penyajian tulisan juga perlu diperhatikan.
Tulisan yang
disajikan harus merupakan sesuatu yang menarik pembaca, seperti sesuatu yang
sedang marak, baru, segar, maupun sesuatu yang dibutuhkan pembaca dalam
kondisi-kondisi khusus. Penulis juga harus dapat menyampaikan tulisan dengan
sebaik mungkin. Dengan kata lain, dapat dipahami pembaca karena apa yang menjadi
gagasan penulis dapat diwujudnyatakan lewat jalinan kalimat-kalimat dalam
tulisan.
Bagaimana
caranya? Menulis dan terus menulis, itu yang dapat penulis lakukan agar semakin
terampil dalam menulis. Sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah
setiap penulis harus selalu menambah wawasan dan mengembangkan diri sehingga
bank data penulis semakin luas dan berkembang.
e.
Menetapkan Standar
Meskipun
tujuan kita menulis adalah untuk dibaca para pembaca, seorang penulis perlu
menetapkan standar tertentu. Apa yang diinginkan pembaca tidak harus selalu
dipenuhi oleh penulis. Apabila karakter pembaca adalah orang-orang yang
menyukai sesuatu yang tidak baik, misalnya kekerasan dan pornografi, jangan
sampai penulis terseret ke dalamnya dengan menyajikan tulisan-tulisan yang
semakin merusak pembaca tulisan kita.
Hindarilah
menyajikan tulisan-tulisan yang tidak membangun dan tidak berkualitas meskipun
hal-hal seperti itulah yang sangat menarik minat banyak pembaca. Justru,
sikapilah hal tersebut dengan menuliskan sesuatu yang berseberangan, sesuatu
yang dapat menyadarkan pembaca untuk menjadi lebih baik lagi sehingga hidup
mereka lebih berkualitas. Kembali lagi, diperlukan banyak latihan dan
pengembangan diri agar tulisan yang kurang diminati pasar pada akhirnya dapat
dilirik dan dibaca para pembaca yang menjadi target.
* * *
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapatlah kita mengambil
kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
a. Jordan
E. Ayan menjelaskan bahwa membaca dapat memicu kreativitas. Buku mengajak kita
membayangkan dunia beserta isinya, lengkap dengan segala kejadian, lokasi, dan
karakter. Bayangan yang terkumpul dalam tiap buku yang melekat dalam pikiran,
membangun sebuah bentang ide dan perasaan yang menjadi dasar dari ide kreatif
(Hernowo 2003: 37). Padahal salah satu faktor yang mendorong agar anak
mempunyai minat menulis ialah kebiasaan membacanya.
b. Menulis
merupakan sebuah seni. Karena dalam menuangkan ide seorang penulis ke dalam
sebuah tulisan itu bebas, sesuai dengan kreativitas dan daya seni seseorang.
c. Gertrude
Stein menulis, menulis adalah menulis
adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis.
(Dia juga menulis, Mawar adalah mawar
adalah mawar adalah mawar). Maksud perkataannya itu tidak lain adalah bahwa
menulis itu adalah soal
menulis, dari awal sampai akhir. Bahwa menulis adalah menulis. Pokoknya
menulis. Bagaimana mulai menulis? Menulis. Bagaimana untuk dapat terus menulis?
Ya terus menulis.
d. Ada beberapa yang termasuk kategori ide
besar sebuah tulisan, yaitu:
*
Ide yang Orisinal
*
Ide yang Memberikan Pencerahan
*
Ide yang Spesifik
*
Ide Klise dari Sudut Pandang Berbeda
*
Ide yang Memuat Topik yang Menarik bagi Orang Banyak
*
Ide yang Menambah Sesuatu Jika Dibaca
3.2 Saran-Saran
Untuk mengakhiri makalah ini, penulis mengajukan
beberapa saran, diantaranya:
a. Seperti halnya pada bagian latar belakang,
kiranya orang tua, guru, dan siapa saja yang memiliki jiwa nasionalisme yang
tinggi tentu saja membina minat baca dan minat tulis adalah saat yang tepat
untuk menunjukkannya.
b. Membina minat baca dan minat tulis
tentunya harus dimulai dari diri kita, apalagi sebagai calon guru bahasa
Indonesia.
* * *
DAFTAR PUSTAKA
Bunanta,
Murti. 2004. Buku, Mendongeng dan Minat
Membaca. Jakarta: Penerbit Tangga.
Harefa,
Andrias. 2002. Agar Menulis Mengarang
Bisa Gampang. Jakarta: Gramedia.
Hernowo.
2005. Menulis Membutuhkan Membaca dan
Membaca Membutuhkan Menulis, dalam http://pelitaku.sabda.org/node/144.
Levy,
Mark. 2005. Menjadi Genius dengan Menulis.
Bandung: Kaifa.
Tedjo, Tony. Menulis Seni
Mengungkapkan Hati, dalam http://www.sabda.org/pelitaku/ node/225
Wilson,
Kennet. 2001. Bagaimana Menjadi Penulis
yang Sukses. Edisi Kedua. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar