Sabtu, 28 Mei 2011

SIKAP BAHASA DAN PELAKSANAAN KEBIJAKSANAAN BAHASA NASIONAL

BAB I

PENDAHULUAN


Salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional adalah sikap bahasa yang dimiliki oleh warga masyarakat yang bersangkutan baik sebagai perseorangan maupun sebagai satu kesatuan kemasyarakatan. Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh, meliputi :
1. kecermatan dan ketegasan kebijaksanaan bahasa nasional,
2. ketelitian di dalam perencanaan strategi pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional,
3. tingkat kesenyawaan antara kebijaksanaan bahasa nasional dengan kebijaksanaan pembangunan nasional baik secara umum maupun secara sektoral,
4. tersedianya sarana kelembagaan yang berwenang penuh dan berwibawa,
5. tersedianya tenaga pelaksana professional yang bermutu, cakap, terampil, dan tekun dalam jumlah yang sesuai dengan keperluan,
6. tingkat keterlibatan segenap instansi pemerintah, media massa, lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal, dan segenap lapisan masyarakat, dan
7. tersedianya sarana dan prasarana kerja, termasuk dana.


1.Latar Belakang Masalah

Bahasan dalam makalah ini hanya terbatas pada masalah sikap bahasa sebagai landasan pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional Indonesia. Di dalam hubungan ini, pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dicari jawabannya adalah sebagai berikut :
a. Apakah yang dimaksud dengan sikap bahasa?
b. Apakah yang dimaksud dengan kebijaksanaan bahasa nasional?
c. Sampai dimanakah nasionalisme dipertahankan di dalam kebijaksanaan bahasa nasional?
d. Sampai kemanakah unsur-unsur bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah, dapat diterima dan diserap dalam pengembangan bahasa Indonesia?
e. Di dalam hubungan dengan bahasa asing sebagai sumber bahan pengembangan bahasa Indonesia, bahasa asing manakah yang diutamakan?

Pembatasan masalah dan pernyataan-pernyataan pokok di dalam makalah ini tentu saja tidak berarti bahwa masalah dan pertanyaan-pertanyaan pokok yang lain jadi diabaikan.

2.Tujuan Penulisan Masalah

Yang paling mendasar dalam makalah ini hanyalah ingin mengemukakan masalah sikap dan pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasioanal yang selama ini telah mempersatukan segala perbedaan yang ada dikalangan masyarakat Indonesia. Sikap bahasa yang selama ini telah menjadi media pemersatu antara kita, pemersatu segala perbedaan (suku, kebudayaan, warna kulit, agama dan segala perbedaan yang lain) dan bahasa inilah yang selama ini menjaga kemajemukan bangsa kita. Sedikit memberi kita gambaran bagaimana sebenarnya bahasa Indonesia itu dalam kehidupan sehari-hari yang sebenarnya mempunyai konsep yang diatur oleh perundang undangan. Makalah ini mencoba mempersepsikan kepada kita bersama bahwa bahasa Indonesia itu memiliki aturan yang sengaja diberlakukan. Dengan ini, maka selayaknyalah kita tidak melakukan pemerkosaan bahasa lagi. Agaknya hal ini merupakan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari ditengah-tengah masyarakat yang mempunyai lapisan pendidikan yang berbeda-beda.

* * *



BAB II

SIKAP BAHASA DAN PELAKSANAAN KEBIJAKSANAAN BAHASA NASIONAL

1. Sikap Bahasa

Sikap bahasa adalah salah satu diantara berbagai sikap yang mungkin ada. Masalah sikap telah agak banyak diteliti, dan berbagai batasan telah dikemukakan di dalam hubungan dengan psikologi sosial. Namun menurut Triandis (1971:24), unsur yang umumnya terdapat didalam berbagai batasan itu adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan. Kesiapan ini dapat merujuk kepada sikap mental atau kepada sikap prilaku. batasan yang masih sangat berpengaruh adalah batasan yang dikemukakan oleh Allport pada tahun 1935: “sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi terhadap seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu”, selanjutnya para ahli teori mengenai sikap mengemukakan batasan yang menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen, yaitu
a. Komponen kognitif,
b. Komponen afektif, dan
c. Komponen prilaku.

Komponen kognitif menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan di dalam proses berpikir. Misalnya hubungan dengan keadaan kebahasaan di Indonesia, komponen kognitif menyangkut pengetahuan kita mengenai bahasa-bahasa yang terdapat atau digunakan di Indonesia dan penggolongan bahasa-bahasa itu menjadi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing, serta hubungan diantara kategori-kategori ini. Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai pengetahuan dan gagasan yang terdapat didalam komponen kognitif. Komponen afektif menyangkut nilai rasa baik atau tidak baik dan suka atau tidak suka. Apabila seseorang memiliki nilai rasa baik atau sukaterhadap sesuatu atau suatu keadaan , maka dalamn hal ini orang ini dikatakan memiliki sikap positif, demikian sebaliknya.

Jadi apabila seseorang menerima bahasa Indonesia dengan hati yang terbuka, maka orang itu dikatakan memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Komponen pelaku menyangkut kecenderungan berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Seperti halnya dengan komponen kognitif dan komponen afektif, komponen prilaku pun terbentuk melalui pengalaman.

Ketiga komponen sikap itu (kognitif, afektif, dan prilaku) pada umumnya berhubungan erat. Namun, pengalaman seseorang mungkin mengakibatkan ketidak seimbangan diantara ketiga komponen itu. Anderson (1974:37-47) mengutip batasan sikap yang dikemukakan oleh Milton Rokeach: Sikap adalah tata keyakinan yang relative berjangka panjang, mengenai suatu objek atau keadaan yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu yang disenanginya. Atas dasar batasan yang dikemukakan oleh Rokeach itu, Anderson membagi sikap menjadi dua jenis, yaitu sikap bahasa dan sikap non-bahasa seperti sikap politik, sikap sosial, dan sikap estetis. Baik sikap bahasa maupun sikap non-bahasa dapat menyangkut keyakinan atau kognisi mengenai bahasa. Dengan demikian, menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.

Oleh karena pada dasarnya adalah kesiapan mental dan syaraf atau tata keyakinan (kognisi), kita berhadapan dengan kenyataan bahwa sikap tidak diamati secara langsung. Kadang-kadang orang menyimpulkan sikap seseorang terhadap sesuatu atau suatu keadaan atas dasar apa yang dikatakan orang itu mengenai sikapnya terhadap sesuatu atau suatu keadaan, atau atas dasar perbuatannya dalam hubungan dengan sesuatu atau keadaan itu. Kesimpulan mengenai sikap seperti ini tidak selamanya benar karena pengalaman kita menunjukkan bahwa pernyataan verbal atau perbuatan seseorang belum tentu merupakan menifestasi sikapnya yang sebenarnya.

Edward (1957:7) menyatakan bahwa perbuatan dan sikap tidak memiliki hubungan langsung. Sikap sebagai faktor yang mempengaruhi atau menentukan perbuatan mungkin merupakan salah satu faktor saja dan belum tentu merupakan faktor yang terkuat. Apakah kita hendak meramalkan perbuatan atas dasar perasaan atau sikap, faktor-faktor yang lain itu harus diperhitungkan. Sebaliknya, apabila kita hendaknya menyimpulkan sikap atau perasaan atas dasar pengamatan perbuatan, kita harus selalu mengingat kemungkinan bahwa kesimpulan kita tidak benar karena perbuatan itu mungkin ditentukan oleh faktor-faktor selain perasaan atau sikap. Triandis (1971:6-16) dengan tegas menyatakan bahwa asumsi sikap merupakan faktor perbuatan seseorang tidak benar. Dia berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa perbuatanlah yang menentukan sikap, bahwa hubungan antara sikap dan perbuatan adalah hubungan yang lemah. Malah, menurut Triandis penelitian yang dilakukan oleh R.T.La Piere (1934) sama sekali tidak menentukan hubungan antara apapun antara sikap dan perbuatan.

Triandis berpendapat bahwa hubungan antara sikap dan perbuatan itu ada. Sikap menyangkut apa yang dipikirkan orang, apa yang dirasakan dan bagaimana orang ingin berbuat dalam hubungan dengan sesuatu atau suatu keadaan. Perbuatan tidak hanya ditentukan oleh apa yang ingin dilakukan orang tetapi juga oleh apa menurut pendapatnyaharus dilakukan sesuai dengan norma-norma social, oleh apa yang biasanya dilakukannya, dan oleh akibat yang mungkin ditimbulkan oleh perbutannya itu. Dengan kata lain, perbuatan adalah fungsi sikap, norma sosial, kebiasaan, dan akibat yang mungkin terjadi. Diantara keempat faktor ini, faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap perbuatan adalah kebiasaan, dan faktor yang paling kecil adalah sikap. Kesimpulan mengenai urutan tingkat pengaruh faktor-faktor ini, menurut Triandis, dicapai oleh K.Sugar (1967) di dalam penelitiannya mengenai hubungan antara sikap dan perbutan dalam kaitannya dengan kegemaran merokok di kalangan mahasiswa.

Sikap bahasa yang dikemukakan oleh Garvin dan Mathiot (1956) adalah :
a. Kesetian bahasa, yang mendorong suatu masyarakat bahasa mempertahankan bahasa mempertahankan bahasanya dan, apabila perlu, mencegah adanya pengaruh asing,
b. Kebanggan bahasa, yang mendorong orang mengembangkan bahasanya danm menggunakan sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakatnya,
c. Kesadaran adanya norma bahasa, yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan, yaitu kegiatan penggunaan bahasa.

Dalam hubungan dengan keadaan kebahasaan di Indonesia, ketiga komponen sikap bahasa telah menghasilkan penggunaan bahasa di dalam masyarakat kita seperti yang kita jumpai dewasa ini. Salah satu fungsi lembaga pendidikan kita adalah menanamkan dan mengembangkan sikap bahasa yang fositif dan sehat pada anak didik terhadap bahasa Indonesia dengan jalan membimbingnya kearah kesetiaan bahasa, kebanggan bahasa dan kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan cermat sesuai dengan norma-norma bahasa Indonesia baku dan norma-norma sosiolinguistik dan budaya yang terdapat di dalam masyarakat kita. Didalam hal ini, sikap bahasa yang fositif dan sehat dibina melalui pemupukan kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan cermat. Dengan kata lain, kebiasaan dan perbutan yang dipupuk itu dijadikan dasar untuk membina sikap bahasa yang fositif dan sehat terhadap bahasa Indonesia.

2. Kebijaksanaan Bahasa Nasional

Pada dasarnya, sikap bahasa yang dikemukakan diatas adalah sikap bahasa yang dapat atau mungkin terdapat atau seharusnya terdapat pada anggota suatu masyarakat sebagai perseorangan. Kebijaksanaan bahasa nasional adalah pernyataan, baik lisan maupun tertulis, mengenai sikap bahasa yang menyangkut keseluruhan masyarakat yang bersangkutan.

Oleh karena kebijaksanaan nasional yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat, dalam hal ini bahasa Indonesia, kebijaksanaan bahasa nasional Indonesia merupakan pernyataan sikap nasional terhadap keseluruhan masalah bahasa Indonesia, yang merupakan jaringan masalah kebahasaan yang dijalin oleh :
a. Masalah bahasa Indonesia,
b. Masalah bahasa daerah,dan
c. Masalah bahasa asing, baik yang diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan maupun yang digunakan tanpa pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan.

Salah satu fungsi kebijaksanaan bahasa nasional adalah memberikan dasar dan pengarahan bagi perencanaan serta pengembangan bahasa nasional perencanaan serta pengembangan bahasa daerah, dan pengembangan pengajaran bahasa asing. Pada waktu yang sama, kebijaksanaan bahasa nasional merupakan pernyataan sikap nasional terhadap masalah-masalah kebahasaan seperti :
a. fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia dalam hubungan dengan bahasa daerah dan bahasa asing,
b. ciri-ciri bahasa Indonesia baku,
c. pembakuan dan pengembangan bahasa Indonesia, dan
d. pengembangan pengajaran bahasa Indonesia pada semua jenisdan tingkat lembaga pendidikan.

Dipandang dari segi tujuan umumnya, kebijaksanaan bahasa nasional merupakan pernyataan sikap nasional terhadap masalah pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Dengan pembinaan bahasa Indonesia yang dimaksudkan peningkatan mutu komponen kognitif dan komponen afektif sikap bahasa warga masyarakat Indonesia.

Komponen kognitif menyangkut kesadaran dan pengetahuan mengenai keadaan kebahasaan di Indonesia yang meliputi bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing sesuai dengan fungsi dan kedudukannya masing-masing. Komponen kognitif juga menyangkut pengetahuan dan kesadaran bahwa masalah kebahasaan di Indonesia merupakan masalah nasional, yang melibatkan segenap lapisan masyarakat, instansi-instansi pemerintah, sektor swasta, media massa, dan lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal.

Di dalam hubungan dengan bahasa Indonesia, komponen kognitif juga menyangkut pengetahuan dan kesadaran bahwa bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang telah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan selama berabad-abad di seluruh Indonesia dan diperkaya dengan unsur-unsur serapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Kenyataan ini berhubungan erat dengan pendekatan dan strategi yang perlu ditempuh di dalam pembakuan bahasa Indonesia di dalam pertumbuhannya dari bahasa Melayu sebagai bahasa perhubungan menjadi bahasa nasional kita sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928 dan bahasa negara kita sesuai dengan Bab XV, Pasal 36, Undang-Undang Dasar 1945, perkembangan bahasa Indonesia seperti yang kita miliki sekarang telah dimungkinkan oleh adanya tingkat toleransi kebahasaan yang tinggi di dalam masyarakat kita.

Dengan demikian, pembakuan bahasa Indonesia haruslah tidak berarti pembakuan mutlak dan ketat di seluruh Indonesia. Ini terutama berlaku bagi pembakuan perbendaharaan kata. Demikian juga halnya dengan pembakuan ragam lisan bahasa Indonesia.
Komponen afektif sikap bahasa kita dalam hubungan dengan bahasa Indonesia mencakup nilai rasa bangga memiliki bahasa nasional sebagai lambang kebulatan tekad dan semangat kebangsaaan Indonesia sebagai sarana penyatuan berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang kebahasaan, kebudayaan, dan kesukuannya di dalam satu masyarakat nasional Indonesia

Rasa bangga ini timbul dan berkembang sejalan dengan keberhasilan perjuangan kebangsaan Indonesia di dalam menemukan identitasnya sebagai bangsa. Selain itu, rasa bangga ini juga timbul dari kenyataan bahwa bahasa Indonesia tidak merupakan milik khas daerah atau suku tertentu sehingga ia benar-benar merupakan sarana perhubungan antar suku dan antar daerah yang dapat diandalkan. Sikap bangga terhadap bahasa berhubungan erat dengan sikap setia terhadap bahasa Indonesia.

Kebijaksanaan bahasa nasional, seperti yang saya kemukakan di atas, juga merupakan pernyataan sikap nasional terhadap masalah pengembangan bahasa Indonesia. Dengan pengembangan bahasa Indonesia dimaksudkan peningkatan mutu dan kelengkapan bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga benar-benar dapat berfungsi sebagai bahasa negara, bahasa pengantar dilembaga-lembaga pendidikan, bahasa perhubungan di dalam media massa, bahasa pendukung kebudayaan, dan bahasa pendukung ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Dengan demikian pengembangan bahasa Indonesia berhubungan erat dengan pemupukan komponen prilaku sikap bahasa warga masyarakat Indonesia. Pengembangan bahasa Indonesia memungkinan terbinanya kegairahan penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan fungsinya. Sejalan dengan itu, kegairahan penggunaan bahasa Indonesia diharapkan menjelma menjadi kenyataan yang disertai oleh kecermatan dan ketaatan didalam pelaksanaan kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baku dan norma-norma kebahasaan yang berlaku.

Di dalam hubungan dengan bahasa daerah, kebijaksanaan bahasa nasional merupakan pernyataan nasional mengenai sikap bahasa terhadap bahasa daerah. Untuk dapat mencapai tujuaannya, kebijaksanaan bahasa nasional perlu memperhitungkan bahwa :
a. kelangsungan hidup dan pembinaan serta pengembangan bahasa-bahasa daerah yang tetap dipelihara oleh masyarakat pemakaiannya dijamin oleh UUD 1945,
b. bahasa-bahasa daerah adalah lambang nilai sosial budaya yang mencerminkan kebudayaan yang hidup dikalangan masyarakat pemakainya,
c. bahasa-bahasa daerah adalah kekayaan budaya yang dapat dimanfaatkan baik untuk kepentingan pengembangan bahasa Indonesia maupun untuk kepentingan pengembangan bahasa daerah itu sendiri,
d. bahasa-bahasa daerah berbeda-beda bukan saja di dalam struktur kebahasaannya tetapi juga duidalam jumlah penutur aslinya,
e. bahasa-bahasa daerah tertentu dipergunakan sebagai sarana perhubungan baik secara lisan maupun secara tulisan, sedangkan bahasa-bahasa daerah lainnya hanya dipergunakan secara lisan,
f. di dalam perkembangan dan pertumbuhannya, bahasa daerah mempengaruhi dan, pada waktu yang sama, dipengaruhi oleh bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah lain, dan bahasa asing tertentu sebagai akibat meningkatnya penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia, bertambah lancarnya hubungan antar daerah, dan meningkatnya arus perpindahan penduduk serta jumlah perkawinan antar suku

3. Pelaksanaan Kebijaksanaan Bahasa Nasional

Pada dasarnya sikap bahasa kita sebagai bangsa, sikap bahasa para pemimpin negara dan masyarakat kita, dan sikap bahasa kita sebagai perorangan serta warga masyarakat kita merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam kebijaksanaan bahasa nasional kita.

Ketiga komponen sikap bahasa kita (kognitif, afektif, dan prilaku) menentukan arah serta mempengaruhi kwalitas perbuatan kita didalam pelaksanaan bahasa nasional kita itu. Oleh karena itu, keberhasilan kita di dalam pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional itu sebagian besar tergantung kepada sampai kemana kebijaksanaan bahasa nasional kita itu benar-benar merupakan pernyataan sikap bahasa kita sebagai bangsa yang ditunjang oleh sikap bahasa kita sebagai perseorangan dan warga masyarakat kita.

Selain itu, kelancaran pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional kita itu tergantung pula kepada sampai kemana kita berhasil melibatkan segenap lapisan masyarakat kita, termasuk lembaga-lembaga pemerintahan, sektor swasta, media massa, dan lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal.

Di dalam hubungan dengan pelaksanaan bahasa nasional itu, keutuhan semangat kebangsaan dan identitas kita sebagai bangsa disamping bangsa-bangsa lain di dunia harus tetap terjamin. Keutuhan semangat kebangsaan dan identitas kita sebagai bangsa itu harus tetap mewarnai sikap bahasa kita dan menentukan arah serta kwalitas prilaku kita di dalam bidang kebahasaan, terutama prilaku kita dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa Indonesia. Namun ini tidaklah berarti bahwa kita menolak kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa yang hidup dan dinamis senantiasa tumbuh, berubah, dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan, perubahan, dan perkembangan masyarakat pemakainya. Kita harus mengakui bahwa lingkungan kehidupan kita sebagai bangsa disamping bangsa-bangsa lain di dunia menghendaki adanya keserasian antara sikap hidup kita sebagai bangsa dan tata pergaulan antar bangsa.

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan kita kearah peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, ciri kecendekiaan bahasa Indonesia harus mampu mengungkapkan proses pemikiran dan penalaran yang rumit secara tepat dan tegas dengan tidak mengorbankan identitasnya seperti bahasa kebangsaan bahasa Indonesia.

Di dalam peng-Indonesia-an unsur-unsur dalam bentuk istilah dari bahasa asing, ada dua jalan yang dapat ditempuh. Pertama, istilah dari bahasa asing di-Indonesia-kan dengan menggunakan unsur-unsur yang sudah ada dalam bahasa Indonesia. Kedua, apabila dalam bahasa Indonesia tidak terdapat padanannya yang tepat, istilah bahasa asing itu dapat di-Indonesia-kan dengan menggunakan unsur-unsur bahasa daerah.

Kecenderungan menempuh jalan yang kedua, apabila jalan yang pertama tidak mendatangkan hasil sama sekali. Kecenderungan ini timbul atas dasar sikap dan semangat kebangsaan kita.

* * *





BAB III
P E N U T U P

Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa pembinaan bahasa Indonesia adalah tugas setiap lapisan masyarakat, karena pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia melibatkan segenap lapisan masyarakat termasuk lembaga-lembaga pemerintah, sektor swasta, media massa, terutama lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal yang secara langsung berorientasi dengan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.

Namun, sejauh manapun kita melibatkan diri pada usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia itu, kita mesti juga mengetahui bahwa kita tidak begitu saja mengembangkan bahasa Indonesia itu tanpa aturan, karena bahasa Indonesia ini milik semua suku, milik semua kebudayaan, dan milik semua perbedaan yang ada di negara kita ini. Maka dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia ini haruslah ada campur tangan pemerintah dalam penyerataan dalam penggunaan bahasa Indonesia agar tidak terjadi ketidak sesuaian dalam penerimaan pemakai bahasa Indonesia itu.

1. Kesimpulan

Sikap bahasa warga masyarakat kita adalah salah satu faktor yang menentukan kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional kita. Pada dasarnya, kebijaksanaan bahasa nasional adalah pernyataan sikap bahasa nasional terhadap masalah bahasa. Di Indonesia, masalah bahasa merupakan jaringan masalah yang dijalain oleh masalah bahasa Indonesia, masalah bahasa daerah, dan masalah bahasa asing.

Di dalam pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional diperlukan adanya keseimbangan antara sikap bahasa dan perilaku bahasa, antara sikap warga masyarakat baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok perseorangan dan sikap bahasa kita sebagai bangsa, diantara pemeliharaan identitas bahasa Indonesia dan peningkatan kemampuan bahasa Indonesia melaksanakan fungsinya. Selain itu, diperlukan pula keselarasan diantara ketiga komponen sikap bahasa, yaitu kognitif, afektif, dan prilaku.
Bahasa Indonesia dapat dikembangkan dan diperkaya dengan jalan penerimaan dan penyerapan unsur-unsur bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Unsur-unsur serapan itu hendaklah terbatas pada unsur-unsur yang sangat diperlukan dan yang padanannya yang tepat tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.
Untuk kepentingan pengembangan bahasa Indonesia selanjutnya, terutama dibidang peristilahan, bahasa asing yang diutamakan sebagai bahasa sumber, apabila perlu, adalah bahasa Inggris.

2. Saran-Saran

Untuk memudahkan pembinaaan dan pengembangan bahasa Indonesia maka haruslah melibatkan segala lapisan masyarakat mulai dari lembaga-lembaga pemerintah terutama Lembaga Pengembangan Bahasa Indonesia yang secara langsung menangani masalah pengembangan bahasa Indonesia, sektor swasta yang menjadi pengguna bahasa secara langsung didalam dunia perekonomian di Indonesia, media massa sebagai alat untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada masyarakat luas juga harus turun tangan dan ambil bagian dalam mengembangkan bahasa Indonesia, dan yang paling utama dan sebagai sentral penggunaan bahasa di Indonesia adalah lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal, karena disinilah untuk pertama kalinya dikenalkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tanpa pengenalan bahasa Indonesia disini maka seterusnya generasi muda akan merasa aneh dan asing dengan bahasa Indonesia itu. Semua itu dapat dibuktikan dengan:
a. Memiliki sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia,
b. Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dengan benar, dan
c. Menghindari pemerkosaan bahasa agar bahasa Indonesia tetap digunakan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

Sebagai seorang mahasiswa, kita haruslah ikut pula dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia tersebut, malah kita haruslah memiliki sikap yang positif terhadap bangsa Indonesia itu sendiri. Kita harus memiliki jiwa nasionalisme dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia itu, namun sikap nasionalisme itu jangan berkembang menjadi sikap fanatisme yang menolak penyerapan bahasa asing menjadi bahasa Indonesia yang mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku di negara kita.

* * *






DAFTAR PUSTAKA

Halim, Amran. 1976. Fungsi Politik Bahasa Indonesia Dalam Politik Bahasa Nasional. Jilid I. Amran Halim, editor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Nasional.

Moeliono, Anton M. 1976. Ciri-Ciri Bahasa Indonesia Yang Baku Dalam Politik Bahasa Nasional. Jilid II. Amran Halim, editor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Marahimin, Ismail. 2004. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar