Selasa, 03 Mei 2011

HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS DAN INTERAKSI GURU PADA SISWA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendekatan pengajaran merupakan haluan atau aspek yang digunakan untuk mendekati atau memulakan proses pengajaran sesuatu isi pelajaran, sesuatu mata pelajaran atau beberapa mata pelajaran atau sesuatu kemahiran. Pendekatan-pendekatan wujud berdasarkan aspek-aspek pengajaran yang kita ingin utamakan atau memberi perhatian yang lebih utama. Sebab itu ada kalanya pendekatan meyerupai klasifikasi pengajaran di mana jenis-jenis pendekatan wujud berdasarkan kriteria-kriteria yang kita gunakan untuk meneliti proses pengajaran.

Pendekatan-pendekatan pengajaran boleh digolongkan mengikut cara pengelolaan murid, cara-cara fakta disampaikan, keaktifan pengajaran atau pelajar, pengajaran bahasa dan pengajaran mata pelajaran lain.

Pendekatan pengajaran yang berasaskan pengelolaan murid adalah seperti pendekatan individu, pendekatan pasangan, pendekatan kumpulan, pendekatan kelas, pendekatan kelas bercantum dan sebagainya. Pendekatan yang dimaksudkan di sini tidak menyentuh tentang kaidah yang boleh digunakan dalam pengajaran.

Guru bebas memilih kaidah yang dipikirkan wajar bagi setiap pendekatan tersebut. Berdasarkan kriteria bagaimana isi pelajaran disampaikan maka terdapatlah pendekatan induktif, pendekatan deduktif, pendekatan eklektik, pendekatan dari segi isi mudah ke isi susah dan pendekatan dari isi maujud ke isi abstrak.

Pendekatan yang memberi tumpuan kepada pengajar disebut sebagai pendekatan memusatkan guru manakala pengajaran yang mementingkan murid disebut sebagai pendekatan memusatkan murid. Kaidah-kaidah yang seiring dengan pendekatan yang memusatkan guru adalah seperti kaidah syarahan dan kaidah demonstrasi manakala kaidah-kaidah pengajaran yang selari dengan pendekatan pengajaran yang memusatkan murid adalah seperti kaidah menyelesaikan masalah, kaidah bermain dan kaidah perbincangan kumpulan.

Rumusan yang boleh dibuat ialah pendekatan merupakan sesuatu yang agak umum dan ia seolah-olahnya menunjukkan sesuatu haluan tetapi tidak menerangkan bagaimana caranya untuk menuju haluan itu. Cara-cara yang digunakan untuk menuju arah yang ditetapkan oleh sesuatu pendekatan pengajaran adalah kaidah-kaidah pengajaran.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam sebuah karya ilmiah, sudah barang tentu dibutuhkan sujumlah rumusan masalah, di mana rumusan masalah ini akan memusatkan pembahasan pada materi yang dibahas dalam karya ilmiah tersebut. Dengan landasan tersebutlah maka karya ilmiah ini pun dibuat. Adapun rumusan masalah dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.Hakikat kreativitas
2.Kreativitas guru
3.Hakikat mengajar

1.3 Batasan Masalah

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka batasan masalah dalam karya ilmiah ini juga dibutuhkan sebagai lebih mensfesifikkan pembahasan rumusan masalah di atas, namun bukan berarti kehadiran masalah-masalah lain dalam makalah ini begitu saja diabaikan, kehadiran masalah lain tersebut hanya akan dibahas sesuai dengan kebutuhannya saja dan dipergunakan untuk mendukung pembahasan masalah dalam karya ilmiah ini. Untuk itu, adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.Membahas tentang hakikat kreativitas
2.Membahas tentang kreativitas guru
3.Membahas tentang hakikat mengajar

1.4 Tujuan Penulisan

Dari rumusan dan batasan masalah di atas, maka penulis membahas masalah “Hubungan Antara Kreativitas dan Interaksi Guru pada Anak Didik” adalah semata untuk:
1.Mengetahui tentang hakikat kreativitas
2.Mengetahui tentang kreativitas guru
3.Mengetahui tentang hakikat mengajar

BAB II
KAJIAN TEORITIK

2.1 Kreativitas Guru
2.1.1 Hakikat Kreativitas
a. Defenisi Kreativitas

Kreativitas merupakan suatu bidang kajian yang kompleks, yang menimbulkan berbagai perbedan pandangan, perbedaan tersebut terletak pada bagaimana kreativitas itu didefenisikan. Adapun kreativitas didefenisikan sangat berkaitan dengan penekanan pendefenisian dan tergantung pada dasar teori yang menjadi dasar acuannya.
Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru. Hasil karya atau ide-ide baru itu sebelumnya tidak dikenal oleh pembuatnya maupun orang lain. Kemampuan ini merupakan aktivitas imjinatif yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, berarti dan bermanfaat ).

Kreativitas ialah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik ciri-ciri kognitif (aptitude) seperti kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan keaslian (orisinalitas) dalam pemikiran maupun ciri-ciri afektif (non-aptitude), seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru).

Kreativitas juga merupakan kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Biasanya orang mengartikan kreativitas sebagai daya cipta, sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru. Sesungguhnya apa yang diciptakan itu tidak perlu hal-hal yang baru sama sekali, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Yang dimaksud dengan data, informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada, dalam arti sudah ada sebelumnya, atau sudah dikenal sebelumnya, adalah sebuah pengalaman yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik selama di bangku sekolah maupun yang di peroleh dalam keluarga dan masyarakat. Jelaslah makin banyak pengalaman dan pengetahuan tersebut untuk bersibuk diri dengan kreatif ).

Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas ialah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gaya hidup, gagasan, proses maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya.

b. Ciri-Ciri Kreativitas

Setelah dilakukan penelitian mengenai kreativitas dengan analisis faktor, Guilford menemukan bahwa faktor penting yang merupakan ciri dari kemampuan berpikir kreatif adalah:

Pertama, kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir yang ditekankan adalah kuantitas, bukan kualitas.

Kedua, keluwesan (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah file ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda dan mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru

Ketiga, elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detil-detil dari objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Keempat, keaslian (originility), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik (unusual) atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli ).
Ada pendapat lain yang dikemukakan oleh Supriadi (1994) bahwa ciri-ciri kreativitas dapat dikelompokkan dalam dua kategori, kognitif dan nonkognitif. Ciri-ciri kognitif, diantaranya:
a. Orisinalitas
b. Fleksibilitas
c. Kelancaran, dan
d. Elaborasi,

Sedangkan ciri-ciri non kognitif, diantaranya:
a. Motivasi sikap
b. Kepribadian kreatif

Kedua ciri ini sama pentingnya, kecerdasan yang tidak ditunjang dengan kepribadian kreatif tidak akan menghasilkan apapun. Kreativitas hanya dapat dilahirkan dari orang cerdas yang memiliki kondisi psikologis yang sehat. Kreativitas tidak hanya perbuatan otak saja namun variabel emosi dan kesehatan mental sangat berpengaruh terhadap lahirnya sebuah karya kreatif. Kecerdasan tanpa mental yang sehat sulit sekali dapat menghasilkan karya kreatif.

c. Faktor Pendukung Kreativitas Guru

Suatu hal yang tidak dapat kita pungkiri bahwa banyak faktor yang menjadikan guru menjadi pendidik yang kreatif salah satu faktor pendukung untuk memacu peningkatan kualitas mengajar guru adalah kunjungan. Seringnya sekolah yang dikunjungi dan ditonton saat mengajar, telah memberinya bahan bakar sehingga semangatnya terus menyala.

Di samping itu terdapat faktor lain sebagai pendukung guru menjadi pendidik yang kreatif sebagaimana yang dikemukan oleh Toto Perdamean (2009). Adapun faktor pendukung yang lain adalah mulai dari keleluasaan dan kebebasan guru untuk bereksplorasi mengembangkan pengetahuan dan pola pengajarannya sampai kepada penghargaan atas profesionalitasnya baik dalam bentuk pengakuan dan intensif merupakan anugrah yang selama ini hanya khayalan yang rasanya tak mungkin terjadi.

Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa yang mempengaruhi kreativitas mengajar guru adalah kunjungan-kunjungan dari luar, keleluasaan, kebebasan guru untuk bereksplorasi serta berbagai bentuk penghargaan yang diberikan oleh pihak sekolah atau pemerintah kepada guru.

2.1.2 Kreativitas Guru
a. Ciri-Ciri Guru Kreatif dan Profesional

Untuk dapat mengidentifikasi karakter seorang guru kreatif atau tidak maka ada beberapa ciri yang dapat dijadikan indikator yaitu sebagai berikut:
1. Fleksibel. Dibutuhkan guru yang tidak kaku, luwes, dan dapat memahami kondisi anak didik, memahami cara belajar mereka, serta mampu mendekati anak didik melalui berbagai cara sesuai kecerdasan dan potensi masing-masing anak.

2. Optimistik. Keyakinan yang tinggi akan kemampuan pribadi dan keyakinan akan perubahan anak didik ke arah yang lebih baik melalui proses interaksi guru-murid yang fun akan menumbuhkan karakter yang sama terhadap anak tersebut.

3. Respek. Rasa hormat yang senantiasa ditumbuhkan di depan anak didik akan dapat memicu dan memacu mereka untuk lebih tidak sekedar memahami pelajaran, namun juga pemahaman yang menyeluruh tentang berbagai hal yang dipelajarinya.

4. Cekatan. Anak-anak berkarakter dinamis, aktif, eksploratif dan penuh inisiatif. Kondisi ini perlu diimbangi oleh guru sehingga guru mampu bertindak sesuai kondisi yang ada.

5. Humoris. Menjadi guru killer? Anak-anak malah takut dan tidak mau belajar. Meskipun tidak semua orang mempunyai sifat humoris, sifat ini dituntut untuk dimiliki seorang pengajar. Karena pada umumnya, anak-anak suka sekali dengan proses belajar yang menyenangkan, termasuk dibumbui dengan humor. Secara tidak langsung, hal tersebut dapat mengaktifkan kreativitas otak kanan mereka.

6. Inspiratif. Meskipun ada panduan kurikulum yang mengharuskan semua peserta didik mengikutinya, guru harus menemukan banyak ide dari hal-hal baru yang positif di luar kurikulum. Hal ini dapat membuat anak didik terinspirasi untuk menemukan hal-hal yang baru dan lebih memahami informasi-informasi pengetahuan yang disampaikan gurunya.

7. Lembut. Di manapun guru yang bersikap kasar, kaku, atau emosional, biasanya mengakibatkan dampak buruk bagi peserta didiknya, dan sering tidak berhasil dalam proses mengajar kepada anak didik. Pengaruh kesabaran, kelembutan, dan rasa kasih sayang akan lebih efektif dalam proses belajar mengajar dan lebih memudahkan munculnya solusi atas berbagai masalah yang muncul.

8. Disiplin. Disiplin disini tidak hanya soal ketepatan waktu, tapi mencakup berbagai hal lain, sehingga guru mampu menjadi teladan kedisiplinan. Contoh disiplin dalam waktu, menyimpan barang, belajar, dan sebagainya. Dengan demikian akan timbul pemahaman yang kuat pada anak didik tentang pentingnya hidup disiplin.

9. Responsive. Ciri guru yang profesional antara lain cepat tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik pada anak didik, budaya, sosial, ilmu pengetahuan maupun teknologi dan lain-lain.

10. Empatik. Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, cara belajar dan proses penerimaan serta pemahaman terhadap pelajaranpun berbeda-beda. Oleh karena itu seorang guru dituntut mempunyai kesabaran lebih dalam memahami keberagaman tersebut sehingga biasa lebih memahami kebutuhan-kebutahan belajar mereka

11. Nge-fren. Jangan membuat jarak yang lebar dengan anak didik hanya karena posisi sebagai guru. Jika kita dapat menjadi teman mereka akan menghasilkan emosi yang lebih kuat daripada sekedar hubungan guru-murid. Sehingga anak-anak akan lebih mudah beradaptasi dalam menerima pelajaran dan bersosialisasi dengan lingkungan.

Di samping itu menurut penulis, seorang guru yang kreatif harus bersifat ikhlas, cinta kasih, sayang, selektif, inovatif, objektif, persuasif, sabar, visioner dan misioner, rendah hati, menghargai proses, menyenangi kegiatan mengajar, konsisten dan komitmen dalam bertindak, memiliki pengetahuan yang luas, haus akan pengetahuan, memiliki semangat pantang menyerah dan lain-lain.

b. Peranan Guru dalam Meningkatkan Kreativitas

Kreativitas sangat dibutuhkan bagi seorang guru, karena bila seorang guru kreatif maka akan memberikan dampak yang positif pula pada murid. Ada sebuah istilah yang sangat populer “guru kencing berdiri murid kencing berlari” hal ini mengandung makna bahwa jika gurunya kreatif maka kemungkinan besar akan menjadikan murid lebih kreatif. Siswa yang kreatif akan belajar kreatif pula, belajar kreatif itu sangat penting sebagaimana yang dikemukan oleh Treffinger yang dikutip Conny Semiawan, dkk. yang memberikan empat alasan mengapa belajar kreatif itu penting.
a. belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil guna jika kita tidak bersama mereka,
b. belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah yang tidak mampu kita ramalkan, yang timbul dimasa depan,
c. belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan kita,
d. belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar ).

Beberapa alasan mengapa kreativitas perlu dipupuk dan dikembangkan dalam
diri anak:

Pertama, karena dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan dirinya itu termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Seorang ahli, Maslow, yang menyelidiki sistem kebutuhan manusia menekan bahwa kreativitas merupakan menifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya dalam perwujudan dirinya.

Kedua, kreativitas atau berfikir kreatif, sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang pada saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal.

Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan pada individu. Ini tampak sekali jika kita mengamati anak-anak yang sedang asyik bermain balok-balok kayu atau bahan-bahan permainan kontruktif lainnya. Mereka tidak mau diganggu seolah-olah tidak bosan-bosan setiap kali membuat kombinasi baru dari balok-baloknya. Demikian pula hal ini berlaku pada orang dewasa.

Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia maningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era ini tak dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakant dan negara kita tergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk mencapai hal ini, perlulah sikap dan prilaku dipupuk sejak dini, agar anak didik kelak tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, namun mampu menghasilkan pengetahuan baru, tidak hanya pencari kerja, namun mampu menciptakan lapangan baru (wiraswasta).

Menurut penulis tentu bukan hanya siswa yang harus kereatif, tapi guru sebagai pendidik tentu harus lebih kreatif dari murid, jika pendapat di atas dibalik pentingnya kreativitas bagi seorang murid akan menjadi pentingnya kreativitas bagi seorang guru yaitu:

Pertama, kreativitas merupakan salah satu kreasi manusia dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan dirinya itu termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Seorang ahli, Maslow, yang menyelidiki sistem kebutuhan manusia menekan bahwa kreativitas merupakan menifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya dalam perwujudan dirinya.

Kedua, kreativitas atau berfikir kreatif, sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang pada saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal.hal ini sangat penting bagi guru karena dengan kreativitas yang tinggi seorang guru akan memberikan solusi tak terbatas terhadap berbagai persoalan murid

Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan pada individu. Ini tampak sekali jika kita mengamati anak-anak yang sedang asyik bermain balok-balok kayu atau bahan-bahan permainan kontruktif lainnya. Mereka tidak mau diganggu seolah-olah tidak bosan-bosan setiap kali membuat kombinasi baru dari balok-baloknya. Demikian pula hal ini berlaku pada seorang guru.

Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era ini tidak dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara kita tergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk mencapai hal ini, perlulah sikap dan prilaku dipupuk sejak dini oleh guru, agar anak didik kelak tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, namun mampu menghasilkan pengetahuan baru, tidak hanya pencari kerja, namun mampu menciptakan lapangan baru

c. Cara Mengajar Guru yang Kreatif dan Sikap Kreatif Guru

Faktor penting dalam meningkatkan kreativitas di sekolah adalah peran guru. Banyak sekali hal yang dapat dilakukan guru di sekolah untuk merangsang dan meningkatkan daya pikir siswa, sikap dan perilaku kreatif siswa, melalui kegiatan di dalam atau di luar kelas. Potensi kreatif siswa di sekolah dapat ditingkatkan dengan cara mengusahakan iklim di dalam kelas yang dapat menggugah kreativitas siswa.
Selanjutnya guru harus menghargai keunikan pribadi dan potensi setiap siswa dan tidak perlu selalu menuntut dilakukannya hal-hal yang sama (Utami Munandar, 1988). Pada waktu tertentu siswa diberi kebebasan untuk melakukan atau membuat sesuatu yang disenangi oleh siswa.

Dalam kegiatan belajar, proses berfikir kreatif dan pemecahan masalah secara kreatif dirangsang dengan mengundang siswa untuk mengajukan pertanyaan, untuk menemukan masalah sendiri, untuk menggunakan imajinasinya dalam mengemukakan macam-macam gagasan atau kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan. Dalam hal ini guru lebih banyak memberi umpan balik dan meminta siswa untuk menilai sendiri produk-produk kreativitasnya (internal locus of evaluation).

Lindgren (1976) dalam Achmad Sudrajat (2000) menyatakan bahwa kreativitas siswa dapat ditingkatkan dengan cara menyediakan kesempatan di dalam kelas untuk berfikir divergen. Sementara Spaulding (1963) dalam Connie Kartasutedja (1998) dalam studinya terhadap interaksi guru-siswa di kelas, menemukan dua cara mengajar yang cenderung menghilangkan fleksibilitas dan originalitas (dua aspek dari berfikir divergen dan kreativitas) pada siswa. Cara mengajar yang pertama adalah membentuk, dalam hal ini guru menciptakan kondisi yang terstruktur dengan mengawasi hal-hal yang bersifat memalukan, tertawaan/ejekan, atau memberi peringatan. Sedangkan cara mengajar yang kedua adalah guru cenderung untuk merespon kualitas sosial-emosional dari siswa, daripada performansi kognitifnya. Cara mengajar kedua tersebut dicirikan dengan tindakan guru yang membebaskan siswa, namun kurang perhatian terhadap prestasi dan perfomansi siswa. Kuncinya adalah kebebasan saja tidak cukup, guru harus memperhatikan bahwa teman-teman di kelas dari siswa yang kreatif mungkin tidak toleran dengan cara berfikir divergen. Mereka bahkan akan menganggap siswa yang kreatif sebagai orang yang memiliki ide yang gila.

Lindgren (1976) juga menyatakan bahwa semakin kreatif seorang guru maka ia cenderung untuk memupuk kreativitas siswanya secara lebih tinggi, demikian pula sebaliknya. Menurut Lindgren pula, seorang guru yang mendorong dirinya agar kreatif akan menyebabkan ia meningkatkan kreativitas pada siswanya.

Torrance (1964) dalam Lindgren (1976) menemukan hubungan antara kreativitas guru dan kreativitas siswa. Ia mengemukakan bahwa siswa yang diberi skor oleh guru di atas median dalam tes motivasi kreatif (keingintahuan intelektual) menunjukkan peningkatan yang signifikan di dalam kemampuan menulis secara kreatif selama 3 bulan, sementara siswa yang dinilai oleh guru di bawah median, tidak ada peningkatan. Sementara itu dari sisi guru, semakin banyak guru yang kreatif karena mereka menerima dorongan dan semangat dari kepala sekolah.

Menurut Torrance (1967) dalam Lindgren (1976), pengajaran kreatif ialah pengajaran untuk mengembangkan kreativitas siswa, yang meliputi adanya hubungan kreatif guru-siswa dan digunakannya metode-metode mengajar kreatif. Ditambahkan pula bahwa antara guru dan siswa perlu membina hubungan yang kreatif, yaitu hubungan yang megembangkan proses berfikir yang otomatis, cepat, dan spontan, serta menghindari hubungan yang reaktif, yang justru mengganggu proses berfikir tesebut.

Menurut Conny Semiawan (1988) pengajaran kreatif memungkinkan siswa belajar kreatif, yaitu belajar yang mengasyikkan, yang menggerakkan potensi kreativitas, dan menimbulkan berbagai getaran penemuan terhadap hal-hal yang sebelumnya belum diketahui, dikenal atau dipahaminya. Sebagaimana pengalaman belajar yang sangat menyenangkan, pada belajar kreatif siswa terlibat secara aktif serta ingin mendalami bahan yang dipelajari, digunakan proses berpikir divergen dan proses berpikir konvergen serta berpikir kritis. Belajar kreatif banyak memberi peluang untuk mencegah penurunan kreativitas siswa (Semiawan, 1988).

Dalam melaksanakan pengajaran kreatif, guru harus kreatif dan memiliki semangat petualang (Torrance, 1967). Hal ini berarti bahwa cara guru mengajar seharusnya bervariasi, dengan untuk mencoba-coba sesuatu yang baru, tidak kaku dalam melaksanakan kurikulum atau aturan-aturan yang ada, serta bersikap hangat kepada siswa. Guru dalam mengajar hendaknya juga menciptakan lingkungan yang merangsang belajar kreatif, terampil mengajukan dan mengundang pertanyaan, dan dapat memadukan perkembangan kognitif dan afektif (Munandar, 1987).

Munandar (1987) memberikan saran agar guru dapat mengajar secara kreatif. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:
a. guru menghargai kreativitas siswa,
b. guru bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan baru,
c. guru mengakui dan menghargai adanya perbedaan individual,
d. guru bersikap menerima dan menunjang anak,
e. guru menyediakan pengalaman mengajar yang berdiferensisasi,
f. guru cukup memberikan struktur dalam mengajar sehingga anak tidak merasa ragu-ragu tetapi di lain pihak cukup luwes sehingga tidak menghamabat pemikiran, sikap dan perilaku kreatif anak,
g. setiap anak ikut mengambil bagian dalam merencanakan pekerjaan sendiri dan pekerjaan kelompok,
h. guru tidak bersikap sebagai tokoh yang “maha mengetahui” tetapi menyadari keterbatasannya sendiri.

Horrocks (1985) memberikan saran bagi guru untuk mengembangkan kreativitas anak seperti berikut:
a. Provide for variety in instructional materials and forms of student Exprssion
b. Develop favorable attitudes toward creative achievement
c. Encourage continuing creative expression
d. Foster productivity
e. Provide assistance and feedbac

Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, khususnya untuk mengembangkan kreativitas siswa, saran Horrocks tersebut sangatlah tepat. Materi pengajaran yang bervariasi hendakya senantiasa disediakan oleh guru. Dalam hal ini guru hendaknya tidak terpaku pada materi yang ada pada Satuan Pelajaran yang telah ada, namun berusaha menambah materi pelajaran dari berbagai sumber. Selain itu, dalam mata pelajaran yang diajarkannya, guru perlu memberi tugas yang bervariasi pula agar siswa dapat menunjukkan kreativitasnya.

Dari saran Horrocks di atas jelas bahwa guru perlu mengembangkan sikap yang mendukung kreativitas, misalnya guru tidak perlu tergesa-gesa memberikan penilaian terhadap ide/gagasan, maupun bentuk lain sebagai hasil kreativitas siswa.

Sementara itu, guru juga diharapkan selalu mendorong munculnya gagasan-gagasan kreatif siswa sehingga dapat menghasilkan produk kreatif. Adapun tugas lain yang dapat dilakukan oleh guru dalam upaya mengembangkan kreativitas adalah membimbing siswa, baik diminta maupun tidak, dan memberikan umpan balik terhadap apa yang dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini guru dapat bertindak sebaai nara sumber bagi siswa.

d. Hakekat Mengajar

Mengajar merupakan proses yang komplek, tidak sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada siswa. Karena itu banyak terdapat aneka ragam pengertian mengajar, antara lain. Menurut M. Ali mengartikan, “mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka member kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan” ).

O. Screeuder (dalam Roestiyah) “mengajar adalah kegiatan yang dilakukan guru dengan memakani bahan pelajaran sebagai medium untuk membawa anak-anak dalam pembentukkan pribadi termasuk kegiatan pembentukkan kejasmanian” ). Mengajar merupakan satu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggung jawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.

Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik tetapi sederhana. Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar yakni siswa, dan yang mengajar, yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di dalam masyarakat yang semuanya menunjukkan keunikkan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja.

Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar mengajar ).

Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu proses, upaya, kegiatan, perbuatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh seorang guru kepada siswa yang bertujuan untuk mencapai rumusan yang telah ditentukan yang membutuhkan tanggung jawab moral yang cukup berat, namun mengajar merupakan suatu pekerjaan yang unik dan sederhana.

e. Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan menyenangkan

Pekerjaan menjadi seorang guru adalah pekerjaan professional. Agar pendidikan berhasil dengan baik maka perlu ada sebuah standar tentang guru yang dikenal dengan standar kompetensi guru. Standar ini meliputi empat komponen yang satu dengan lainnya saling melengkapi dan terkait erat, komponen-komponen itu adalah:
a. pengelolaan pembelajaran;
b. pengembangan potensi;
c. penguasaan akademik;
d. sikap kepribadian.

Secara keseluruhan standar kompetensi guru terdiri dari tujuh kompetensi, yaitu:
a. penyusunan rencana pembelajaran;
b. pelaksanaan interak belajar mengajar;
c. penilaian prestasi belajar peserta didik;
d. pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik;
e. pengembangan profesi;
f. pemahaman wawasan pendidikan;
g. penguasaan bahan kajian akademik (Direktor Tenaga Kependidikan Depdiknas, 2003).

Untuk menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan seorang guru haruslah mempunyai kompetensi professional. Kompetensi professional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Turney (1973) mengungkapkan 8 (delapan) keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelaran, yaitu keterampilan bertanya (questioning skilisme), mberikan penguatan (reinforcement skilisme), mengadakan variasi (variation skilisme), menjelaskan (explaining skilisme), membuka dan menutup pelajaran (set induction and closer), membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas dan mengajar kelompok keci dan perorangan.

Moh. Uzer Usman secara rinci menjelaskan secara detil keterampilan mengajar tersebut dapat sebagai berikut:

1. Keterampilan Bertanya

Dalam proses belajar-mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat pula akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yaitu
- Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar,
- Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi atau dibicarakan,
- Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berpikir itu sesungguhnya bertanya,
- Menuntun proses berpikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik,
- Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.

2. Keterampilan Memberi Penguatan

Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk proses, apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan baik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas perbuatanya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi. Atau, penguatan adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Tindakan tersebut di maksudkan untuk mengajar atau membesarkan hati siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi belajar mengajar.

3. Keterampilan mengadakan variasi.

Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi belajar- mengajar yang di tunjukan untuk mengatasi kebosanan murid sehingga, dalam situasi belajar mengajar, murid senantiasa menunjukan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi. Untuk itu anda sebagai calon guru perlu melatih diri agar menguasai keterampilan tersebut. Keterampilan ini memiliki tujuan dan manfaat untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian sisawa kepada aspek-aspek belajar-mengajar yang relevan, untuk memberikan kesempatan bagi berkembangnya bakat ingin mengetahui dan menyelidiki pada siswa tentang hal-hal yang baru, untuk memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik, untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pelajaran yang disenanginya.

4. Keterampilan menjelaskan.

Yang dimaksud dengan keterampilan menjelaskan dalam pengajaran ialah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematik untuk mewujudkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya, misalnya antara sebab dan akibat, didefenisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui. Penyimpanan informasi yang terencana dengan baik dan di sajikan dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan.

Pemberian penjelasan merupakan salah satu aspek yang amat penting dari kegiatan guru dalam intertaksinya dengan siswa di dalam kelas. Dan biasanya guru cenderung lebih mendominasi pembicaraan dan mempunyai pengaruh langsung, misalnya dalam memberikan fakta, ide, ataupun pendapat. Oleh sebab itu, hal ini harus dibenahi untuk di tingkatkan keefektifannya agar tercapai hasil yang optimal dari penjelasan dan pembicaraan guru tersebut sehingga bermakna bagi murid.

Tujuan Memberikan Penjelasan yaitu untuk membimbing murid untuk mendapat dan memahami hukum, dalil, fakta, defenisi, dan prinsip secara objektif dan benar, untuk melibatkan murid untuk berfikir dengan memecahkan masalah-masalah atau pertanyaan, untuk mendapat balikan dari murid mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahpahaman mereka, untuk membimbing murid untuk menghayati dan mendapat proses penalaran dan menggunakan bukti-bukti dalam pemecahan masalah.

5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran.

Yang dimaksud dengan set induction ialah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prokondisi bagi murid agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar. Dengan kata lain, kegiatan yang di lakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajarinya.

Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya di lakukan oleh guru pada awal jam pelajaran, tetapi juga pada awal setiap penggalan kegiatan inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengemukakan tujuan yang akan dicapai, menarik perhatian siswa, memberi acuan, dan membuat kaitan antara materi pelajaran yang telah dikuasai oleh siswa dengan bahasa yang akan di pelajarinya.

6. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil.

Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam iteraksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah. Pengertian diskusi kelompok dalam kegiatan belajar mengajar tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas. Siswa berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil di bawah pimpinan guru untuk berbagai informasi, pemecahan masalah, atau pengambilan keputusan.

Diskusi tersebut berlangsung dalam suasana terbuka. Setiap siswa bebas mengemukakan ide-idenya tanpa merasa ada tekanan dari teman atau gurunya, dan setiap siswa harus menaati peraturan yang di tetapkan sebelumnya. Diskusi kelompok merupakan suatu kegiatan yang harus ada dalam proses belajar-mengajar. Akan tetapi, tidak setiap guru dan calon guru mampu membimbing para siswanya untuk berdiskusi tanpa mengalami latihan. Oleh karena itu, keterampilan ini perlu diperhatikan agar para guru mampu melaksanakan tugas ini dengan baik.

7. Keterampilan mengelola kelas.

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikanya bila terjadi dalam proses belajar-mengajar.dengan kata lain kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar-mengajar.

Yang termasuk kedalam hal ini misalnya menghentikan tingkah laku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas oleh siswa, atau penetapan norma kelompok yang produktif. Suatu kondisi belajar yang optimal dapat jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikanya dalam suasana yang memyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran, juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadianya proses belajar-mengajar yang efektif.

8. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan.

Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan pengertian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Adakalanya siswa lebih mudah belajar dari temanya sendiri, adapula siswa yang lebih mudah belajar karena harus mengajari atau melatih temannya sendiri. Dalam hal ini pengajaran kelompok kecil dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pengajaran ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif, memberikan rasa tanggung jawab yang lebih besar, berkambangnya daya pelatih dan sifat kepemimpinan pada siswa serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal.

Akhinya dapat disimpulkan bahwa kombinasi pengajaran klasikal, kelompok kecil, dan perseorangan memberikan peluang yang besar bagi tercapainya tujuan pengajaran. Dengan demikian, penguasaan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan merupakan satu kebutuhan yang sensial bagi setiap calon guru dan guru profesional.

2.2 Interaksi Guru

Sembilan dari sepuluh guru mengatakan bahwa mereka sering mengingat dan memperkirakan kegagalan siswa hanya dengan mengingat sikap siswa di masa lalunya, dan hasilnya sesuai dengan ramalan mereka. Apakah pandangan guru tersebut berpengaruhi terhadap prestasi dan citra diri siswa tersebut?

Dalam bekerja guru cenderung mengelompokan siswa dalam interaksi yang berbeda, mereka mengelompokan sebagai "golongan siswa berkemampuan tinggi" yang mereka anggap sebagai siwa yang cerdas, patuh, tertib, rajin, rapi dan sebagainya. Interaksi kedua adalah "golongan siswa berkempuan rendah", mereka adalah yang termasuk siswa yang mempunyai nilai rendah, bandel, pemberontak, malas, dan sebagainya.

INTERAKSI GURU TERHADAP SISWA
Siswa Berkemampuan Tinggi Siswa Berkemampuan Rendah
Cenderung lebih murah senyum Cenderung berbicara lebih keras
Lebih banyak ngobrol Ngobrol seperlunya
Akrab Jarang senyum
Berbicara secara intelektual Berbicara lambat
Humoris Instruksional
Bertindak lebih matang Otoriter
Menggunakan kosa kata Menggunakan kalimat mentah
yang kompleks

Keyakinan guru akan potensi manusia dan kemampuan semua anak untuk belajar dan berprestasi merupakan hal yang penting diperhatikan. Aspek-aspek teladan mental guru sangat berpengaruh terhadap iklim belajar siswa. Siswa menangkap pandangan penilaian guru terhadap dirinya lebih cepat dan akurat dibandingkan menangkap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya.

Saat siswa mendapatkan penilaian negatif dari gurunya, otak terasa terancam oleh tekanan-tekanan tersebut, kapasitas syaraf untuk berpikir rasional mengecil. Otak "dibajak" secara emosional menjadi mode bertempur atau kabur [Inilah yang disebut siswa sebagai pelajaran yang tidak sukai, membosankan, menakutkan dan sebagainya], akibatnya otak tidak dapat mencerna lebih baik, Higher Order Thinking Skills.

Fenomena ini sering disebut dengan downshifting yakni tanggapan psikologis yang dapat menghentikan proses belajar saat itu dan sesudahnya.
Untunglah otak juga dapat melakukan sebaliknya, dengan tekanan positif dan supportif, dikenal dengan eustress, otak dapat melibatkan secara emosioal dan memungkinkan kerja syaraf secara maksimal dalam proses belajar anak. Kuncinya adalah membangun ikatan emosional dengan menciptakan kesenangan belajar, menjalinkan hubungan antara guru dan siswa yang lebih akrab dan ramah dan menyingkirkan ancaman-ancaman yang dapat mempengaruhi suasana belajar.

Sedangkan menurut Suparman, S.Pd, pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Banyak komponen-komponen mempengaruhi proses belajar mengajar diantaranya penggunaan media dan metode pembelajaran. Selain itu faktor interaksi antara guru dan siswa juga sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Untuk itu perlu diciptakan interaksi antara guru dan siswa yang kondusif.

Untuk menciptakan interaksi antara siswa dan guru dalam melakukan proses komunikasi yang harmonis sehingga tercapai suatu hasil yang diinginkan dapat dilakukan contact-hours atau jam-jam bertemu antara guru dan siswa, dimana guru dapat menanyai dan mengungkapkan keadaan siswa dan sebaliknya siswa mengajukan persoalan-persoalan dan hambatan-hambatan yang dihadapinya.

Adapun interaksi pembelajaran yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa penerima pesan.
2. Interaksi dua arah antara siswa dan guru dimana guru memperoleh balikan dari siswa.
3. Interaksi dua arah antara guru dan siswa dimana guru mendapat balikan dari siswa selain itu saling berinteraksi atau saling belajar satu dengan yang lainnya.
4. Interaksi optimal antara guru, siswa dan antara siswa-siswa.

2.2.1 Guru-Anak Didik sebagai Dwitunggal

Guru dan anak didik adalah dua sosok manusia yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Figur guru yang mulia adalah sosok guru yang dengan rela hati menyisihkan waktunya demi kepentingan anak didik, demi membimbing anak didik, mendengarkan keluhan anak didik, menasehati anak didik, membantu kesulitan anak didik dalam segala hal yang bias menghambat aktivitas belajarnya. Guru dan anak didik adalah sebagai dwitunggal.

2.2.2 Guru Sebagai Mitra Anak Didik

Di sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Tugas dan tanggung jawab guru adalah meluruskan tingkah laku dan perbuatan anak didik yang kurang baik, yang dibawahnya dari lingkungan keluarga dan masyarakat.

Kegiatan proses belajar mengajar tidak lain adalah menanamkan sejumlah norma ke dalam jiwa anak didik. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Interaksi antara guru dan anak didik terjadi karena saling membutuhkan. Anak didik ingin belajar dengan menimba sejumlah ilmu dari guru dan guru ingin menimba dan membimbing anak didik dengan memberikan sejumlah ilmu kepada anak didik yang membutuhkan.

2.2.3 Pendekatan yang Diharapkan dari Guru

Dalam interaksi edukatif, guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan anak didik.

a. Pendekatan Individual

Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual karena perbedaan individual anak didik tersebut memberikan wawasan kepada guru, bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual. Persoalan kesulitan belajar anak didik lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.

b. Pendekatan Kelompok

Pendekatan kelompok memang suatu waktu diperlukan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Pendekatan kelompok diharapkan dapat ditimbulkan dan dikembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendaliakn rasa egoisme dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Anak didik yang dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan.

c. Pendekatan bervariasi

Dalam mengajar biasanya guru hanya menggunakan satu metode, sehingga sukar untuk menciptakan suasana yang kondusif. Jadi jika terjadi perubahan sulit dinormalkan kembali. Permasalahan yang dicapai oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula.
Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus ini biasanya dengan berbagai motif, sehingga pendekatan bervariasi ini sebagai alat yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.

d. Pendekatan Edukatif

Pendekatan yang benar bagi seorang guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial, dan norma agama.

Dalam pendidikan Islam, pada dasarnya, pendidikan berintikan interaksi antara guru dan siswa. Guru merupakan komponen utama dalam pendidikan karena tanpa guru pendidikan mustahil berlangsung. Begitu pentingnya guru dalam pendidikan sehingga perlu guru profesional. Guru yang profesional selain mampu menguasai materi peiajaran dan teknik mengajar juga harus memiliki moral atau akhlak yang baik. Pentingnya moral dan kode etik dalam interaksi dengan para siswa tersehut didasarkan pada tujuan pendidikan yang menurut Al-Qur’an adalah membina manusia seutuhnya (Insan Kamil).

Dewasa ini, pola interaksi guru dan siswa jauh dan nilai-nilai Islam. Banyak guru yang hanya mengajar tanpa mendidik untuk mengejar keuntungan materi sehingga pola interaksi guru dan siswa bernuansa bisnis materiafistis. Pola ini menjadikan siswa kurang menghormati guru karena kurangnya nilai-nilai agama yang ditanamkan oleh guru yang akan menyebabkan krisis akhlak dikalangan para siswa.

Oleh karena itu, perlu saatnya diterapkan pola interaksi guru dan siswa yang Islami. Masalah yang muncul adalah, pertama, bagaimana pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam? Kedua, bagaimana pola sikap siswa terhadap guru dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam? Ketiga, bagairnana pola komunikasi guru dan siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam?

Tujuan penelitian ini adalah, pertama, mengetahui pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam. Kedua, rnengetahui pola sikap siswa terhadap guru dalarn interaksi pendidikan pada pendidikan Islam. Ketiga, mengetahui pola komunikasi guru dan siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian analisis isi (Content Analysis) terhadap berbagai sumber data yang dikumpulkan melalui teknik studi pustaka atau dokumenter untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan dan teori-teori.Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, hasilnya adalah pertama, pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam berdasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.

Ada beberapa pola interaksi pendidikan yaitu pola keikhlasan, pola kekeluargaan, pola kesederajatan, pola uswah al-hasanah dan pola kebebasan. Kedua, pola sikap siswa terhadap guru dalani inleraksi pendidikan pada pendidikan Islam berdasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.

Ada beberapa pola ineteraksi pendidikan yaitu pola ketaatan, pola kasih sayang dan pola kritis. Ketiga, pola komunikasi guru dan siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam terbagi menjadi dua yaitu pola komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah dalam pendidikan dan komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi banyak arah dalam interaksi pendidikan.

Studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, hubungan yang ramah antara guru dan siswa, dan mempunyai kesempatan yang sama untuk membuat keputusan. Bila demikian siswa pun akan tertarik melakukan hal-hal secara sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran. Disamping itu, ikatan emosi juga mempengaruhi memori dan ingatan mereka akan bahan-bahan yang dipelajari. Seperti yang dikatakan oleh ilmuwan syaraf otak Joseph LeDoux; ... perangsangan amigdala agaknya lebih kuat mematrikan kejadian dengan perangsangan emosional dalam memori.... Semakin kuat rangsangan amigdala, semakin kuat pula pematrikan dalam memori (Joseph LeDoux, 1994, Emotion, Memory and the Brain)

Seorang guru haruslah berusaha untuk mengubah pandangan terhadap siswa, tidak ada siswa yang dapat dikategorikan dalam stage tertentu sebagai siswa cerdas atau tidak cerdas, semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk berprestasi, mengubah cara pandang dengan membayangkan angka sempurna pada setiap kepala siswa seolah-olah mereka adalah semua murid top generasi Einstein-Einstein baru yang akan dipoles dan memperhatikan perbedaan yang terjadi.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Setelah mengkaji hubungan antara kreativitas dan interaksi guru pada siswa di bagian kajian teoritik di atas, maka dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru. Hasil karya atau ide-ide baru itu sebelumnya tidak dikenal oleh pembuatnya maupun orang lain. Kemampuan ini merupakan aktivitas imjinatif yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, berarti dan bermanfaat
2. Guilford menemukan bahwa faktor penting yang merupakan ciri dari kemampuan berpikir kreatif adalah: kelancaran berpikir (fluency of thinking), keluwesan (flexibility), elaborasi (elaboration), dan keaslian (originility). Sedangkan indikator yang diperlukan adalah sebagai berikut: fleksibel, optimistik, respek, cekatan, humoris, inspiratif, lembut, disiplin, responsive, empatik, dan nge-fren.
3. Treffinger yang dikutip Conny Semiawan, dkk. yang memberikan empat alasan mengapa belajar kreatif itu penting, yakni, (1) belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil guna jika kita tidak bersama mereka; (2) belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah yang tidak mampu kita ramalkan, yang timbul dimasa depan; (3) belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan kita; dan (4) belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar
4. Munandar (1987) memberikan saran agar guru dapat mengajar secara kreatif. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut: guru menghargai kreativitas siswa, guru bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, guru mengakui dan menghargai adanya perbedaan individual, guru bersikap menerima dan menunjang anak, guru menyediakan pengalaman mengajar yang berdiferensisasi, guru cukup memberikan struktur dalam mengajar sehingga anak tidak merasa ragu-ragu tetapi di lain pihak cukup luwes sehingga tidak menghamabat pemikiran, sikap dan perilaku kreatif anak, setiap anak ikut mengambil bagian dalam merencanakan pekerjaan sendiri dan pekerjaan kelompok, guru tidak bersikap sebagai tokoh yang “maha mengetahui” tetapi menyadari keterbatasannya sendiri.
5. Suparman, S.Pd, mengemukakan sejumlah interaksi pembelajaran yang dapat dilakukan sebagai berikut: (a) interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa penerima pesan; (b) interaksi dua arah antara siswa dan guru dimana guru memperoleh balikan dari siswa; (c) interaksi dua arah antara guru dan siswa dimana guru mendapat balikan dari siswa selain itu saling berinteraksi atau saling belajar satu dengan yang lainnya; (d) interaksi optimal antara guru, siswa dan antara siswa-siswa.
6. Interaksi dari seorang guru dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, di antaranya adalah pendekatan individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, dan pendekatan edukatif.

2.2 Saran

Sebagai akhir dari kajian karya ilmiah ini, penulis mengemukakan sejumlah saran kepada pembaca karya ilmiah ini yang kiranya akan menjadi suatu pandangan bagi para calon guru sebelum memasuki dunia kependidikan. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagi seorang guru, kreativitas sangatlah dibutuhkan sebab dengan kreativitasnya seorang guru dalam memberikan pembelajaran kepada siswa maka secara langsung akan memberikan dorongan kepada siswa untuk kreatif pula.
2. Kreatifnya seorang guru tentunya akan memberikan sumbangan besar bagi para siswa untuk masa depannya dan ini berarti guru telah memberikan perubahan besar untuk masa depan, karena dengan kekreatifan itu akan sangat dibutuhkan ke masa depan.
3. Kreatifitas seorang guru tentunya bukan datang secara sendirinya kapada guru tetapi haruslah dilakukan sejumlah program oleh guru maka dibutuhkan guru yang akrab dengan lingkungan dan tidak merasa diri sebagai tokoh maha tahu.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, M, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo 1987
Anshori, Fuad dan Rachmawati Diana Muchtaram, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam, Yogyakarta: Menara Kudus 2002
Asfandiyah, Andi Yudha, Kenapa Guru Harus Kreatif? Bandung: Mizan 2009
Iyus, 2009, Manajemen Berbasis Sekolah, (Online), (http://www,mbs-sd,org, diakses 17 Maret 2011)
Kertasutedja, Connie, Konsep Mengajar Secara Kreatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya 1998
Kunandar, Guru Professional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, Jakarta: Grafindo 2007
Lindgren, Pengaplikasian Konsep Belajar Kreatif (Alih Bahasa: Mansyur Said, 1997), Yogjakarta: UGM Press 1997
Mulyasa, E,, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakanrya 2006
Munandar, SC, Utami, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: PT Gramedia Widya Indonesia 1999
N,K,, Roestiyah, Didaktik Metodik, Jakarta: Bumi Aksara 1989
Pardamean, Toto, 2009, Profesionalitas Guru Perlu Daya Kreativitas, (Online), (http://www,ipsmantm,co,cc, diakses 17 Maret 2011)
Putri, Femmy Eka Kartini, Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kreatifitas Siswa SMU Negeri 70 di Jakarta (Menggunakan Pendekatan Pribadi, Proses, Pendorong Dan Produk Kreatif Dengan Analisis Model Persamaan Struktura), Depok: UI 1998, Thesis (tidak diterbitkan), h, 33 (Online) (
Setiawan, Conny, dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, Jakarta: PT Gramedia 1990
Sudrajat, Achmad, Guru Kreatif Siswa Kreatif, Jakarta: PT Gramedia 2000
Usman, Moh, Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosda Karya 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar