Jumat, 15 April 2011

INTERAKSI GURU DALAM PROSES BELAJAR SISWA

Saat Anda berdiri dalam kelas dan memulai bercerita kepada murid-murid Anda tentang mata pelajaran, tentunya Anda berharap murid antusias dengan pelajaran yang Anda terangkan. Anda menatap mata siswa satu persatu dan memperkirakan kemampuan mereka dalam menangkap bahan pelajaran yang Anda berikan.

Anda menatap Any yang Anda anggap cukup cerdas, tentu ia dapat menguasai pelajaran ini dengan mudah, ia akan mudah menguasai soal-soal yang akan diberikan, sementara di sudut kelas Andy menatap gurunya seakan mengerti dengan apa diajarkan, ia berusaha bersikap sewajarnya, ketika Anda menatap ke sudut kelas, Andy menundukkan kepalanya dan berpura-pura mencatat bahan pelajaran diberikan.

Sembilan dari sepuluh guru mengatakan bahwa mereka sering mengingat dan memperkirakan kegagalan siswa hanya dengan mengingat sikap siswa di masa lalunya, dan hasilnya sesuai dengan ramalan mereka. Apakah pandangan guru tersebut berpengaruhi terhadap prestasi dan citra diri siswa tersebut?

Dalam bekerja guru cenderung mengelompokan siswa dalam interaksi yang berbeda, mereka mengelompokan sebagai "golongan siswa berkemampuan tinggi" yang mereka anggap sebagai siwa yang cerdas, patuh, tertib, rajin, rapi dan sebagainya. Interaksi kedua adalah "golongan siswa berkempuan rendah", mereka adalah yang termasuk siswa yang mempunyai nilai rendah, bandel, pemberontak, malas, dan sebagainya.

Martin Seligman, Psikolog dari Universitas Pennsylvania menemukan bahwa setiap sebagian orang bereaksi lebih sensitif terhadap prasangka. Dalam ekspreimennya ia menguji sekelompok perenang untuk menentukan tingkat optimisme dan pesimisme pribadi mereka. Perenang yang dikelompokan sebagai perenang yang memiliki pesimise diberikan catatan rekor renang palsu yang sengaja dibuat buruk, ternyata akan memberikan umpan balik yang sama pula, catatan waktu yang mereka peroleh semakin buruk dan ini berbalik dengan perenang yang optimis, mereka memberikan umpan balik negatif, prestasi mereka terus membaik.

INTERAKSI GURU TERHADAP SISWA
Siswa Berkemampuan Tinggi Siswa Berkemampuan Rendah
Cenderung lebih murah senyum Cenderung berbicara lebih keras
Lebih banyak ngobrol Ngobrol seperlunya
Akrab Jarang senyum
Berbicara secara intelektual Berbicara lambat
Humoris Instruksional
Bertindak lebih matang Otoriter
Menggunakan kosa kata yang kompleks Menggunakan kalimat mentah

Keyakinan guru akan potensi manusia dan kemampuan semua anak untuk belajar dan berprestasi merupakan hal yang penting diperhatikan. Aspek-aspek teladan mental guru sangat berpengaruh terhadap iklim belajar siswa. Siswa menangkap pandangan penilaian guru terhadap dirinya lebih cepat dan akurat dibandingkan menangkap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya.

Saat siswa mendapatkan penilaian negatif dari gurunya, otak terasa terancam oleh tekanan-tekanan tersebut, kapasitas syaraf untuk berpikir rasional mengecil. Otak "dibajak" secara emosional menjadi mode bertempur atau kabur [Inilah yang disebut siswa sebagai pelajaran yang tidak sukai, membosankan, menakutkan dan sebagainya], akibatnya otak tidak dapat mencerna lebih baik, Higher Order Thinking Skills.

Fenomena ini sering disebut dengan downshifting yakni tanggapan psikologis yang dapat menghentikan proses belajar saat itu dan sesudahnya.
Untunglah otak juga dapat melakukan sebaliknya, dengan tekanan positif dan supportif, dikenal dengan eustress, otak dapat melibatkan secara emosioal dan memungkinkan kerja syaraf secara maksimal dalam proses belajar anak. Kuncinya adalah membangun ikatan emosional dengan menciptakan kesenangan belajar, menjalinkan hubungan antara guru dan siswa yang lebih akrab dan ramah dan menyingkirkan ancaman-ancaman yang dapat mempengaruhi suasana belajar.

Sedangkan menurut Suparman, S.Pd, pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Banyak komponen-komponen mempengaruhi proses belajar mengajar diantaranya penggunaan media dan metode pembelajaran. Selain itu faktor interaksi antara guru dan siswa juga sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Untuk itu perlu diciptakan interaksi antara guru dan siswa yang kondusif.

Untuk menciptakan interaksi antara siswa dan guru dalam melakukan proses komunikasi yang harmonis sehingga tercapai suatu hasil yang diinginkan dapat dilakukan contact-hours atau jam-jam bertemu antara guru dan siswa, dimana guru dapat menanyai dan mengungkapkan keadaan siswa dan sebaliknya siswa mengajukan persoalan-persoalan dan hambatan-hambatan yang dihadapinya.
Adapun interaksi pembelajaran yang dapat dilakukan sebagai berikut ;
1.Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa penerima pesan.
2.Interaksi dua arah antara siswa dan guru dimana guru memperoleh balikan dari siswa.
3.Interaksi dua arah antara guru dan siswa dimana guru mendapat balikan dari siswa selain itu saling berinteraksi atau saling belajar satu dengan yang lainnya.
4.Interaksi optimal antara guru, siswa dan antara siswa-siswa.

A.Guru-Anak Didik sebagai Dwitunggal
Guru dan anak didik adalah dua sosok manusia yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Figur guru yang mulia adalah sosok guru yang dengan rela hati menyisihkan waktunya demi kepentingan anak didik, demi membimbing anak didik, mendengarkan keluhan anak didik, menasehati anak didik, membantu kesulitan anak didik dalam segala hal yang bias menghambat aktivitas belajarnya. Guru dan anak didik adalah sebagai dwitunggal.

B.Guru Sebagai Mitra Anak Didik
Di sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Tugas dan tanggung jawab guru adalah meluruskan tingkah laku dan perbuatan anak didik yang kurang baik, yang dibawahnya dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
Kegiatan proses belajar mengajar tidak lain adalah menanamkan sejumlah norma ke dalam jiwa anak didik. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Interaksi antara guru dan anak didik terjadi karena saling membutuhkan. Anak didik ingin belajar dengan menimba sejumlah ilmu dari guru dan guru ingin menimba dan membimbing anak didik dengan memberikan sejumlah ilmu kepada anak didik yang membutuhkan.

C.Pendekatan yang Diharapkan dari Guru
Dalam interaksi edukatif, guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan anak didik.

1.Pendekatan Individual
Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual karena perbedaan individual anak didik tersebut memberikan wawasan kepada guru, bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual. Persoalan kesulitan belajar anak didik lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.

2.Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok memang suatu waktu diperlukan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Pendekatan kelompok diharapkan dapat ditimbulkan dan dikembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendaliakn rasa egoisme dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Anak didik yang dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan.

3.Pendekatan bervariasi
Dalam mengajar biasanya guru hanya menggunakan satu metode, sehingga sukar untuk menciptakan suasana yang kondusif. Jadi jika terjadi perubahan sulit dinormalkan kembali. Permasalahan yang dicapai oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula.
Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus ini biasanya dengan berbagai motif, sehingga pendekatan bervariasi ini sebagai alat yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.

4.Pendekatan Edukatif
Pendekatan yang benar bagi seorang guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial, dan norma agama.
Dalam pendidikan Islam, pada dasarnya, pendidikan berintikan interaksi antara guru dan siswa. Guru merupakan komponen utama dalam pendidikan karena tanpa guru pendidikan mustahil berlangsung. Begitu pentingnya guru dalam pendidikan sehingga perlu guru profesional. Guru yang profesional selain mampu menguasai materi peiajaran dan teknik mengajar juga harus memiliki moral atau akhlak yang baik. Pentingnya moral dan kode etik dalam interaksi dengan para siswa tersehut didasarkan pada tujuan pendidikan yang menurut Al-Qur’an adalah membina manusia seutuhnya (Insan Kamil,).

Dewasa ini, pola interaksi guru dan siswa jauh dan nilainilai Islam. Banyak guru yang hanya mengajar tanpa mendidik untuk mengejar keuntungan materi sehingga pola interaksi guru dan siswa bernuansa bisnis materiafistis. Pola ini menjadikan siswa kurang menghormati guru karena kurangnya nilai-nilai agama yang ditanamkan oleh guru yang akan menyebabkan krisis akhlak dikalangan para siswa.
Oleh karena itu, perlu saatnya diterapkan pola interaksi guru dan siswa yang Islami. Masalah yang muncul adalah, pertama, bagaimana pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam? Kedua, bagaimana pola sikap siswa terhadap guru dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam? Ketiga, bagairnana pola komunikasi guru dan siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam?

Tujuan penelitian ini adalah, pertama, mengetahui pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam. Kedua, rnengetahui pola sikap siswa terhadap guru dalarn interaksi pendidikan pada pendidikan Islam. Ketiga, mengetahui pola komunikasi guru dan siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian analisis isi (Content Analysis) terhadap berbagai sumber data yang dikumpulkan melalui teknik studi pustaka atau dokumenter untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan dan teori-teori.Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, hasilnya adalah pertama, pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam berdasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.

Ada beberapa pola interaksi pendidikan yaitu pola keikhlasan, pola kekeluargaan, pola kesederajatan, pola uswah al-hasanah dan pola kebebasan. Kedua, pola sikap siswa terhadap guru dalani inleraksi pendidikan pada pendidikan Islam berdasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.

Ada beberapa pola ineteraksi pendidikan yaitu pola ketaatan, pola kasih sayang dan pola kritis. Ketiga, pola komunikasi guru dan siswa dalam interaksi pendidikan pada pendidikan Islam terbagi menjadi dua yaitu pola komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah dalam pendidikan dan komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi banyak arah dalam interaksi pendidikan.

Studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, hubungan yang ramah antara guru dan siswa, dan mempunyai kesempatan yang sama untuk membuat keputusan. Bila demikian siswa pun akan tertarik melakukan hal-hal secara sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran. Disamping itu, ikatan emosi juga mempengaruhi memori dan ingatan mereka akan bahan-bahan yang dipelajari. Seperti yang dikatakan oleh ilmuwan syaraf otak Joseph LeDoux;

... perangsangan amigdala agaknya lebih kuat mematrikan kejadian dengan perangsangan emosional dalam memori.... Semakin kuat rangsangan amigdala, semakin kuat pula pematrikan dalam memori (Joseph LeDoux, 1994, Emotion, Memory and the Brain)

Untuk para guru, berlatihlah untuk mengubah pandangan Anda terhadap siswa, tidak ada siswa yang dapat dikategorikan dalam stage tertentu sebagai siswa cerdas atau tidak cerdas, semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk berprestasi, ubahlah cara pandang Anda dengan membayangkan angka sempurna pada setiap kepala siswa seolah-olah mereka adalah semua murid top generasi Einstein-Einstein baru yang akan Anda poles... dan perhatikan perbedaan yang terjadi [PD/ayed]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar