Senin, 04 April 2011

PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

Pembelajaran Apresiasi Sastra

PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA
Ada beberapa prinsip dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1.Pembelajaran sastra berfungsi untuk meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa.
2.Pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan daya estetis melalui bahasa.
3.Pembelajaran apresiasi sastra bukan pelajaran sejarah, aliran, dan teori sastra.
4.Pembelajaran apresiasi sastra adalah pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan di dalam karya yang dapat dikaitkan dengan nilai kemanusiaan di dalam dunia nyata.

Adapun tujuan pembelajaran sastra dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
1.dilihat secara umum, dan
2.dilihat dari kurikulum yang digunakan di sekolah. Secara umum, tujuan pembelajaran sastra adalah agar siswa:
(a)memperoleh pengalaman bersastra, dan
(b)memperoleh pengetahuan sastra.

Tujuan untuk memperoleh pengalaman bersastra dimaksudkan agar siswa memperoleh pengalaman berapresiasi dan berekspresi sastra. Pengalaman tersebut dilakukan siswa dengan membaca hasil karya sastra, mendengarkan pembacaan karya sastra, menonton pementasan sastra. Jadi dalam hal ini siswa siswa mampu berekspresi sastra melalui pengekspresian karya sastra. Kegiatan pengekspresian tersebut dapat dilakukan dengan cara: menulis (puisi, cerpen, dialog), berdeklamasi, mementaskan drama, dll.

Selain itu juga bisa dilakukan dengan menulis surat kepada penulis hasil karya sastra tersebut. Hasil kreasi atau karya sastra dapat dipakai sebagai media dalam pembelajaran apresiasi sastra.

Tujuan untuk memperoleh pengetahuan sastra dilakukan tidak secara teoritis. Pengetahuan itu diajarkan bertolak dari pengalaman berapresiasi. Misalnya, dengan melalui puisi yang dibaca siswa, dijelaskan ciri-ciri puisi. Demikian pula halnya dengan ciri-ciri prosa dijelaskan setelah siswa membaca cerpen atau novel. Begitu pula dengan sejarah sastra. Sejarah sastra dimaksudkan berkaitan dengan apresiasi yang dilakukan terhadap karya sastra (puisi, prosa, dan drama). Dengan demikian tujuan pembelajaran sastra yang seperti ini, bagaimanapun perubahan kurikulum akan tetap diikuti serta ditemukan pertaliannya dengan tujuan pengajaran sastra secara umum.

Tujuan yang kedua dalam pembelajaran sastra secara khusus dapat dilihat dari kurikulum yang digunakan di sekolah. Pembelajaran sastra dalam kurikulum dikaitkan dengan kecakapan hidup siswa terhadap aspek-aspek kerumahtanggaan, kecakapan memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, kecakapan berkomunikasi, pemilikan kesadaran pribadi dan rasa percaya diri, kemampuan menghindari stres, kemampuan membuat keputusan, kecakapan menjalin hubungan antarpribadi, pemahaman terhadap berbagai jenis pekerjaan, dan kecakapan vokasional serta pemilikan sikap positif terhadap kerja perlu dipupuk dan dikembangkan secara terpadu dan berkelanjutan, serta dinilai.

Untuk mengantisipasi kelemahan dalam pelaksanaan pembelajaran sastra dan bahasa pada umumnya diberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan guru. Rambu-rambu tersebut adalah sebagai berikut.
1.Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap budaya masyarakat, dan lingkungan hidup.
2.Perbandingan bobot pembelajaran bahasa dan sastra harus seimbang dan dapat disajikan secara terpadu. Misalnya, wacana sastra dapat digunakan sekaligus sebagai bahan pembelajaran bahasa.
3.Bahan pembelajaran pemahaman adalah mendengarkan dan membaca yang berlingkup pada pengembangan kemampuan menyerap gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan, serta mengapresiasikan karya sastra Indonesia, sastra daerah, dan sastra asing yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia baik dalam bentuk puisi, prosa, maupun drama, termasuk cerita rakyat.
4.Bahan pembelajaran penggunaan adalah berbicara dan menulis yang berlingkup pada pengembangan kemampuan pengungkapan gagasan, pendapat, dan perasaan.
5.Sumber belajar siswa dapat berupa buku-buku yang diwajibkan, media cetak, media elektronika, lingkungan, narasumber, pengalaman dan minat anak, serta hasil karya siswa.

Selanjutnya, untuk mencapai tujuan pembelajaran sastra, materi sastra yang akan digunakan dalam pembelajaran sastra tentulah materi yang dipilih guru dan sesuai dengan kriteria yang layak untuk anak didik. Kriteria karya sastra yang layak digunakan guru adalah karya yang dipilih berdasarkan atas berbagai pertimbangan baik segi bahasa maupun segi kejiwaan.

Pertimbangan segi bahasa berdasarkan atas keterbacaan bahan ajar bagi siswa. Karya sastra yang akan diajarkan dapat dipahami siswa karena bahan tersebut memiliki tingkat keterbacaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka sehingga karya tersebut dapat dipahami.

Bahan pembelajaran sastra harus sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa. Moddy (1974:17) mengemukakan tahap perkembangan anak dalam menggeluti karya sastra sebagai berikut.
a.Tahap autistik (the austistic stage) usia 8-9 tahun. Pada tahap ini imajinasi anak belum mengarah kepada kehidupan nyata, tetapi masih pada tahap dunia fantasi.
b.Tahap romantis (the romantic stage) usia 10—22 tahun. Pada tahap ini siswa berada pada masa perkembangan menuju ke kesenangan pada dunia nyata, mengagumi tokoh hero atau pahlawan, menyenangi kisah-kisah kepahlawanan, pengembaraan hero, kisah-kisah petualangan menjelajahi dunia nyata.
c.Tahap realistis (the realistic stage) usia 13-16 tahun. Pada tahap ini anak mulai berfikir realistis. Pernyataan-pernyataan seperti “Benarkah terjadi?”, “Bagaimana hal itu terjadi?”, “Bagaimana ia melakukannya?”, dan sebagainya merupakan pertanyaan-pertanyaan yang selalu timbul yang memperlihatkan bagaimana perkembangan ke arah kehidupan nyata mulai berkembang.
d.Tahap generalisasi (the generalizing stage) usia 16-selanjutnya. Pada tahap ini siswa tidak hanya berminat pada hal-hal yang detil tetapi juga sudah mengarah pada berpikir abstrak, menggeneralisasi fenomena-fenomena kehidupan yang dialaminya, menentukan moral, dan secara umum berpikir secara filosofis.

Siswa yang termasuk dalam tahap usia autistik dan romantis, yaitu pada tahap dunia fantasi atau imajinasi, khayalan masih dominan dan berada pada masa perkembangan menuju ke kesenangan pada dunia nyata, mengagumi tokoh hero atau pahlawan, menyenangi kisah kepahlawanan, pengembaraan hero, kisah-kisah petualangan menjelajahi dunia nyata. Mereka masih sulit berpikir secara realistis dan belum mampu menggeneralisasikan permasalahan yang dihadapinya. Mereka masih kurang mampu berpikir secara abstrak, dan masih sulit menentukan sebab akibat dari suatu gejala.

Aspek pedagogis dalam pemilihan materi sastra sangat diperlukan. Aspek ini dapat dilihat dari segi moral yang dibicarakan dalam karya sastra, sikap, budi pekerti, perilaku yang positif, dan mengarah kepada pembentukan kepribadian siswa yang positif.

Segi estetis adalah segi yang berkaitan dengan nilai rasa, nilai keindahan yang bersifat subjektif. Kepekaan dalam menangkap nilai-nilai keindahan itu amat diperlukan. Segi estetis ditentukan oleh adanya keserasian bentuk dan isi karya sastra. Bentuk karya sastra dilihat dari bentuk fisik lahiriah karya sastra, sedangkan segi isi dapat dilihat dari ide atau pesan yang terdapat di dalam karya sastra.

Karya sastra yang sesuai dengan latar belakang lebih mudah dipelajari dan dihayati. Karena itu, pertimbangan terhadap latar belakang kehidupan siswa selayaknya merupakan bagian dari proses pemilihan bahan ajar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengambil hasil karya sastra daerah atau yang menceritakan kehidupan mansyarakat daerahnya, biala diperlukan biarkan siswa menulis sendiri pengalamannya.
Keabsahan bahan ajar yang akan diberikan kepada siswa harus diperhatikan. Kumpulan cerpen, puisi atau novel yang dibaca merupakan sumber informasi dari keabsahan materi sastra yang akan diajarkan guru. Pengamatan terhadap sumber materi ini sangat perlu dilakukan guru sebelum proses mengajar dilakukan. Selain itu, dalam pembelajaran apresiasi sastra juga dapat dilakukan dengan menggunakan berbaga media pembelajaran. Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran apresiasi sastra misalya: laboratorium bahasa, gambar, novel, teks (prosa, puisi, atau drama).

PEMBELAJARAN APRESIASI PROSA
Pembelajaran apresiasi sastra meliputi pembelajaran prosa, puisi, dan drama. Pembelajaran prosa yang ditawarkan antara lain sebagai berikut.
1.Membaca cerita pendek atau novel dan mendiskusikan cara penyampaian pesan atau amanat yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
2.Membahas konflik yang terdapat dalam cerita pendek atau novel/roman.

Kegiatan awal yang dilakukan guru adalah mempersiapkan cerpen atau novel yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran apresiasi prosa. Pada kegiatan tersebut guru menandai bagian mana yang akan didiskusikan dengan siswanya, apakah alur, tema, tokoh, sudut pandang, atau amanat dalam prosa tersebut. Selain itu guru harus memperhitungkan waktu yang tersedia dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Hal lain yang penting adalah adanya gagasan pokok yang akan disampaikan kepada siswa yang merupakan acuan ke arah pembentukan moral mereka. Gagasan pokok tersebut ibarat niat guru dalam membelajarkan siswa di dalam pembentukan moral, pembentukan kepribadian siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra di dalam kurikulum.

Selain persiapan guru, persiapan siswa juga diperlukan. Mengingat membaca cerpen memerlukan waktu yang cukup lama, diperlukan dulu membaca di luar jam tatap muka di kelas (misalnya dengan tugas membaca di rumah). Pada waktu membaca, siswa ditugasi memberi tanda pada bagian-bagian yang perlu dipertanyakan, atau memberi tanda bagian yang menarik perhatiannya di dalam cerpen yang dibacanya.

Setelah guru dan siswa mempunyai kesiapan untuk pembelajaran cerpen, di kelas berlangsung kegiatan diskusi tentang cerpen tersebut. Hal ini tentunya guru sudah mempersiapkan rambu-rambu dalam kegiatan diskusi tersebut. Rambu-rambu tersebut antara lain sebagai berikut.

1.Peristiwa cerita, dapat dimulai dengan cara mengajukan pertanyaan berikut.
a.Peristiwa apa yang dikemukakan pengarang untuk mengawali ceritanya?
b.Apa peristiwa selanjutnya?
c.Adakah hubungan antara peristiwa-peristiwa tersebut?

2.Tokoh dan penokohan, diskusi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a.Melihat para tokoh, siapa tokoh utama, bawahan atau tambahan?
b.Mengapa disebut sebagai tokoh utama atau tambahan?
c.Dari sudut fungsiya, siapakah yang disebut sebagai tokoh protagonis dan antagonis?
d.Mengapa disebut tokoh protagonis dan antagonis?
e.Jika dikaitkan dengan kehidupan nyata, adakah tokoh seperti itu?

3.Latar (waktu, tempat, dan suasana), dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a.Di mana peristiwa itu terjadi?
b.Kapan peristiwa itu terjadi?
c.Berapa lama peristiwa itu berlangsung?
d.Pada suasana apa peristiwa itu terjadi?

4.Sudut pandang, diskusi dapat dilakukan dengan cara berikut.
a.Dari sudut pandang siapa peristiwa itu diceritakan pengarang?
b.Bukti-bukti apa yang memperlihatkan sudut pandang tersebut?

5.Tema, kegiatan diskusi dapat dilakukan sebagai berikut.
a.Apa tema cerita?
b.Di bagian mana tersirat tentang tema?
c.Apa yang menjadi bukti bahwa tema tersurat dalam cerita?
6.Amanat, dapat didiskusikan sebagai berikut.
a.Apakah amanat yang ada dalam cerita?
b.Apakah amanat tersebut secara tersurat atau tersirat?
c.Apakah amanat tersebut dapat diterima dalam kehidupan sehari-hari?
7.Kesan
a.Apa kesan siswa tentang cerita yang didiskusikan merupakan pertanyaan untuk membangkitkan perasaan siswa terhadap isi cerita. Kelancaran diskusi tentang kesan yang dipelajari sangat tergantung pada aktivitas yang dilancarkan guru dalam menggiring pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan apresiasi siswa. Pertanyaan yang diajukan tidak hanya pertanyaan yang bersifat kognitif, tetapi juga pertanyaan yang bersifat afektif dan psikomotor.

PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI
Pembelajaran apresiasi puisi dapat dilakukan dengan memadukannya dengan empat aspek keterampilan berbahasa, yakni: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pembelajaran apresiasi sastra; baik prosa, puisi, maupun drama; siswa tidak hanya sekadar sebagai penikmat hasil sastra (pembaca atau pendengar) saja, namun siswa juga dituntut untuk kreatif menulis.

Pembelajaran yang berkaitan dengan tujuan tersebut dapat dilakukan dengan cara: membaca, mendeklamasikan, menciptakan puisi, dan mendiskusikan tema, keindahan bahasa, serta hal-hal yang menarik dari puisi tersebut. Kegiatan yang dilakukan siswa antara lain berikut ini.

Puisi yang telah disiapkan guru (dapat juga yang telah ditulis oleh siswa) dibaca oleh siswa atau dideklamasikan siswa. Setelah siswa membaca/mendeklamasikan puisi, tentu siswa memperoleh pengalaman tentang isi, bahasa dan gaya bahasa yang digunakan, dan sebagainya.

Puisi yang telah dibaca didiskusikan dari berbagai segi yang menarik untuk didiskusikan. Misalnya: wujudnya, sudut penuturan, pokok yang diungkapkan, sudut pandang, perasaan yang terlibat di dalamnya, amanat, tema, dan sebagainya. Tentang wujud puisi, dibahas antara lain bait, larik, dan sajak. Tentang sudut penuturan, misalnya dibahas siapa yang bertutur dan kepada siapa dia bertutur, serta bagaimana nada penuturannya. Tentang pokok yang diungkapkan, dibahas hal-hal apa yang dikisahkan, digambarkan, atau didialogkan. Tentang perasaan, dibicarakan tentang perasaan yang terlibat di dalamnya, misalnya sedih, gembira, rindu, benci, dan tertekan. Tentang amanat, dibicarakan tentang apa yang ingin dibicarakan penyair melalui puisi tersebut, juga apakah amanat dalam puisi tersebut tersirat ataukah tersurat.

Setelah dilakukan pembahasan, puisi tersebut dibaca lagi, dinikmati lagi secara utuh. Dengan demikian diharapkan pemahaman yang lebih tinggi lagi serta pemahaman yang lebih jelas tentang puisi yang akan dibaca. Hasil pembahasan puisi itu dihubungkan pula dengan kehidupan masing-masing siswa, sehingga puisi menjadi lebih bermakna dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Demikian kemungkinan penyajian bahan pengajaran puisi di sekolah. Untuk pencapaian penulisan kreatif, dapat juga dilakukan kegiatan menulis puisi yang sesuai dengan tema yang ditentukan atau dipilih siswa. Untuk menulis puisi bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi perlu motivasi yang tinggi oleh guru untuk membangkitkan semangat menulis puisi. Puisi yang mereka tulis dapat dipajang di majalah dinding atau majalah sekolah.

Kebermaknaan sebuah puisi dapat dilakukan dengan memadukan bidang seni lainnya. Misalnya, teknik yang dapat dilakukan guru di sekolah adalah musikalisasi puisi, yaitu perpaduan antara seni musik dan seni sastra di kalangan siswa. Untuk musikalisasi puisi ini diperlukan alat-alat musik yang dikuasai siswa. Keterpaduan lain yang dapat dilakukan adalah keterpaduan antara seni lukis dengan puisi. Sebuah lukisan bunga, misalnya, dapat ditulis dengan sebuah puisi yang berkaitan dengan bunga tersebut sehingga ekspresi kedua bidang seni lebih terasa.

PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA
Drama adalah salah satu genre sastra yang berada pada dua dunia seni, yaitu seni sastra dan seni pertunjukan atau teater. Orang yang melihat drama sebagai seni sastra menunjukkan perhatiannya pada seni tulis teks drama yang dinamakan juga dengan seni lakon yang teknik penulisannya berbeda dengan teknik penulisan puisi atau prosa. Orang yang menganggap drama sebagai seni pertunjukan (teater) fokus perhatiannya ditujukan pada pertunjukannya atau pementasannya, tidak semata pada teksnya saja. Teks sastra menurut pandangan mereka hanyalah bagian dari seni pertunjukan yang harus berpadu dengan unsur lainnya, yaitu gerak, suara, bunyi, musik, dan rupa. Bahkan sumber ekspresi seni pertunjukan tidak hanya teks drama melainkan juga teks-teks lainnya di luar unsur sastra, seperti teks pidato, pledoi, dan penyidikan, berita di media massa, esai, dan lain-lain.
Akan tetapi, baik drama sebagai karya sastra maupun sebagai bagian dari kelengkapan teater, teks drama selalu mengarah pada pementasan. Hal inilah yang membedakan genre sastra drama dengan genre sastra puisi maupun prosa fiksi. Arah terhadap pementasan itu menyebabkan drama identik dengan pementasan.

Berdasarkan pembelajaran yang ditawarkan, guru dapat merancang pembelajaran drama yang mengajak siswa beraktivitas dengan kegiatan drama. Misalnya, guru akan melaksanakan pembelajaran menulis pengalaman yang manarik dalam bentuk drama. Untuk menulis naskah drama, tentunya diperlukan pemahaman tentang unsur-unsur yang terdapat di dalam teks drama.

Sebagai sebuah teks sastra, drama merupakan suatu genre sastra yang mempunyai konvensi (kaidah) yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, yang berhubungan dengan kaidah bentuk, yaitu adanya alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar ruang dan waktu, dan perlengkapan (sarana). Kedua, yang berhubungan dengan kaidah stilistika, yaitu bahasa serta dialog yang digunakan sesuai dengan lingkungan sosial, watak yang diemban tokoh, serta amanat yang disampaikan melalui dialog-dialog yang dikemukakan.

Di sisi lain, Remy Silado mengemukakan, dalam memahami teks drama terdapat empat kualifikasi yang perlu diperhatikan. Keempat kualifikasi tersebut adalah:
(1) isi dramatik,
(2) bahasa dramatik,
(3) bentuk dramatik, dan
(4) struktur dramatik.

Isi dramatik adalah gagasan yang akan dikemukakan dalam drama. Misalnya, “Sepandai-pandai tupai melompat sekali jatuh juga”. Dari gagasan tersebut, dapat dikembangkan sebuah drama bagaimana seseorang harus berjalan pada jalan yang benar, tidak sombong, karena manusia mempunyai kelemahan. Bahasa dramatik adalah bahasa drama yang digunakan, apakah bahasa prosaik, puitik, atau sosiologik yang akan digunakan.

Bentuk dramatik adalah ragam ekspresi, gaya ekspresi, dan plot literer. Ragam ekspresi yang digunakan secara umum adalah tragedi, komedi, tragedi-komedi, melodrama, dan banyolan (force). Gaya ekspresi adalah visi dan pandangan penulis yang penuangannya sesuai dengan paham atau aliran yang dianut pengarang. Apakah realisme, ekspresionisme, eksistensialisme, atau absurdisme. Plot literer adalah plot yang terdapat dalam teks drama.

Struktur dramatik adalah perkembangan antara konflik yang muncul, memuncak, dan berakhir. Penampilan bentuk fisik teks drama yang berbeda dengan teks pada fiksi adalah dialog. Melalui dialoglah berkembangnya jalan cerita. Penunjukan tentang latar yang dikehendaki dituliskan dengan rinci.

Berdasarkan atas pandangan tentang struktur drama, siswa dapat mengembangkan pengalamannya yang menarik untuk dituliskan menjadi sebuah teks drama. Mereka bebas memilih tokoh yang akan dituangkan dalam dialognya. Demikian juga dengan latar yang dikehendakinya. Kebebasan berekspresi dalam drama akan dapat membangkitkan aktualisasi diri mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar