Senin, 18 Januari 2016

PUISI-PUISI SOSIAWAN LEAK

CERITA UNTUK ANAK KITA
di pusaramu

aku cerita pada anak kita;
bahwa kau sedang tidur lama
dan suatu ketika akan bangun.
anak kita bertanya;
bagaimana ibu bisa mengenaliku
kalau ia tidur sejak aku lahir?
kubilang, ibu pasti mengenalmu
sebab ia selalu memimpikanmu
bahkan sejak sebelum tidur!
pelangi-mojosongo, solo, nopember 2006

APAKAH KARTINI
kartini, apakah kau akan tersenyum
tahu astronot wanita kita gagal mengangkasa lantaran keburu tua
sementara amerika menunda peluncuran pesawatnya
dan kita belum mampu meracik roket sendiri

kartini, apakah kau akan tertawa
lantaran sekarang wanita dapat menjadi birokrat
atau wakil rakyat di parlemen
bahkan presiden

kartini, apakah kau akan menangis
lantaran kini untuk yang pertama kali
presiden wanita kita sudah turun tahta
dan entah nanti apakah terpilih lagi atau frustasi

kartini, apakah kau akan menderita
tatkala di koran kau baca
ada ibu rumah tangga rela menjadi pengedar ganja dan narkoba
untuk membantu suaminya menghadapi keruwetan ekonomi
atau seorang ibu yang membunuh suami
lantaran selingkuh dengan teman sendiri

kartini, apakah kau akan susah
ketika kau jumpa para remaja
kehormatannya diobral murah
di tanah sendiri atau di negeri tetangga

kartini, kalau kau lahir di jaman ini
mungkin bingung mencari arti emansipasi
seperti kami linglung mengingat nama dan arti kartini

untung kau lahir 127 tahun lalu
sehingga tak mengalami,
betapa susahnya menjadi wanita berkelamin ganda;
ibu rumah tangga sekaligus pekerja!
pelangi, mojosongo-solo, 25 april 2004

KEMANA PERGINYA SEJARAH PAPUA?
kemana perginya sejarah papua?

teman-teman sd ku
kurus, dekil, rambutnya bau
kulit penyakitan, pakaian lusuh tanpa sepatu
aku menangis, saat 40 tahun kemudian
masih ketemu pemandangan yang sama
di sini, di papua
kemana perginya sejarah papua?

di atas kapal, para pengembara terpesona
saat mata menabrak gunung bersalju di puncaknya
di sini, di khatulistiwa
lalu, di dasar kali yang mereka selusuri
terhampar emas tanpa tuannya
bagai permadani pasir yang merdeka dan bercahaya.
gunung bersalju itu
melempar rasa rindu tanah leluhur
mampir ke areal pertambangan
yang pada perutnya hamil tua kekayaan
di sana, di eropa.
tapi di sini, di papua berarti bencana
sebab para suku percaya
mereka ada atas kehendak dewa
juga kali, samudra, rahasia hutan dan pegunungan.
bersama alam mereka membangun kearifan kehidupan,
merajut impian kemakmuran.

kemana perginya sejarah papua?

papua yang manis
digaris tipis kali ajkwa
daya hidup suku-suku timika
yang sejak 23 tahun lalu digasak 7.257 ton tailing saban hari
yang mulai 16 tahun lalu kusam dirajam 31.000 ton tailing saban hari
yang kini meradang diterjang 223.000 ton tailing saban hari
jangankan untuk mandi,
ikan dan lokan mati
bahkan kebun sagu orang komoro
di wilayah koperaporka layu

kemana perginya sejarah papua?

papua yang perkasa
di mana pipa-pipa raksasa grasberg-tembagapura
mengantar 6 miliar ton gerusan pasir tembaga ke laut arafuru
tempat kapal-kapal besar menunggu.
aku menangis, saat 40 tahun kemudian kutahu
di dalam 6 miliar ton itu
terkandung 6.000 ton emas.
aku menangis,
mendengar orang-orang papua
para penambang limbah di kabur wanomen dihalau paksa
diusir kasar dan ditembaki aparat negara,
apakah untuk memungut emas sebiji pasir, di tanah papua
orang-orang papua harus kehilangan nyawa?

lihatlah kuala kencana samping timika
tempat petinggi freeport berleha-leha
sementara 7 km dari kota itu, ada rumah yatim piatu
yang taraf hidupnya sama seperti sebelum ditemukan papua
di sekitarnya masih bisa kaujumpa orang-orang berkoteka

kemana perginya sejarah papua?

kita gerus gunung berpuncak salju
atas nama kemakmuran bersama
sambil membiarkan sanak saudara hidup di jaman batu
atas nama warisan budaya

kemana perginya sejarah papua?
Pelangi mojosongo, solo 15 maret 2006
* dari esai Riswanda Imawan (kompas, 13 maret 2006)

PENJARAH SAHAJA
-    bagi gusmus

kesahajaan adalah
; mata air yang mengucur dari gunung
menjelma teduh kala wajah terbasuh

ialah juga embun pagi
usai musnah sang kabut
yang menetes di ujung daunan
menjelma kehidupan para perdu dan rerumputan

kesahajaan pula
yang menuntun padi, jagung dan palawija
menunduk di atas meja makan
tanpa pernah menuntut dipulangkan

kesahajaan serupa kerja dan doa
yang bergandengan tangan dalam kalbu kita
menjelma keadilan, kemakmuran yang sentosa

kesahajaan, dialah
yang acap menyelinap
pergi tanpa pamit dari sanubari
jakarta, 13 september 2000

KELUAR DARI HIDUP
aku butuh sesuatu
lamatlamat kukenal, semacam misteri;
kuajak masuk ke kesepian kluwung,
garis laut dan pekak hawa gunung
dan kamu; sesuatu yang lamatlamat kukenal itu
duduk sepi di sampingku
tidak tersenyum tidak berduka
sementara gelap dan sepi di luar kita
cuma sibuk suara serangga,
angin atau daunan yang menjatuhkan embun
sunyi sendiri tak akan jaga oleh keriuhan itu
sebab ia telah lelap menyelinap
di kehangatan kita.
aku butuh sesuatu
lamatlamat kukenal, semacam misteri;
bukankah kadang kita butuh keluar dari hidup?
menggila dengan aku!
sebelum akhirnya
seperti salmon;
setelah bertelur, berakhir
di tempat yang sama pada saat dilahirkan
pelangi-mojosongo, solo, 7 oktober 2006

KOTA, SANG PENJARAH DESA
kota-kota tlah kian lunas memamah
para kampung dan desa
slogan dan iklan menabur propaganda
menggasak segar udara
hingga malam,
mercury-mercury menggantikan impian petani
yang pada siangnya
dirangsek rambu-rambu jalan
dijala lintasan kawat listrik
di atasnya
di sawah.
beton-beton dan jalanan
pun menjarah dunia padi
di mana berumah matahari petani.
solo, oktober 1998

PUISI, RIMBA ATAU TAMAN BUNGA
apa yang bisa diberikan puisi
di tengah senyuman tuhan;
tsunami dan banjir bah
formalin, bakso tikus, longsoran sampah
flu burung dan demam berdarah?

apakah puisi berteriak sekencang reformasi
pemilu dan sidang raju
demo kepala desa, ruu pornografi atau karikatur nabi?

apakah puisi seperti blt
raskin, kartu sehat, ganti rugi tanah
untuk tol dan program pemerintah?
atau ia mirip komentar penguasa
tentang bbm, tdl, teroris, impor beras dan pupuk kimia?
freeport dan blok cepu?

Apakah ia seperti chairil
intisari pikiran dan perenungan?
atau cuma seonggok jagung di kamar willy
yang loyo berhadapan dengan spp wiji?

apakah puisi beda dengan nina bobok ibu kala kita kecil dulu?
apakah ia tak sama dengan tembang dolanan di pelataran
saat kanak-kanak, berkawan teman-teman dan rembulan?
apakah ia tak bisa gaul dengan abg
yang nongkrong di mall, super market dan televisi?
apakah ia tak bisa dipinang dentuman ritmik
café, restoran, dan discotik?
apakah ia adalah lembu yang kecapaian
usai membajak sawah?
atau puisi adalah sawah itu sendiri?
angin, batu, bajak, tanah, matahari
bulan, laut, ranting, kedalaman dan kesenyapan
jiwa yang terbelenggu?
denting gitar dan gemericik air kali?

nyatanya di matamu puisi menolak semu
berkisah segala, memamah semua
meski tak selalu mampu memamah menu
mengunyah usia hingga menua
lautan, kota, manusia kalah
korupsi serta ziarah
rindu, nabi, sejarah, kenangan
cinta, sia-sia juga nyanyian

seperti omnivora
kau telan tiap yang kau temu
entah suka entah tak kuasa, entah karib entah tak akrab
masuk ke lubang krongkongan
lalu aduk di lambung lambang
kembali ke lumbung kehidupan
apakah segampang lempang?

nyatanya, kau kerap menggulai kata-kata
melebihi makna yang hendak kau jala
hingga lahir sajak dengan kerutan
dahi lipatan dan luka sekujur muka

nyatanya, wajahnya kabur bertabur aneka
hingga kita musti waspada
kala menatap dan menyelaminya
sebab, bisa bak rimba yang di rimbun kata
sedang matahari, sang pembidik arah
tak tembus cahyanya
di rimbunan yang belum selesai tumbuh
dan terus tumbuh!

lalu, tanpa kompas kita terjebak di hutan makna
ruwet jalan keluar masuknya
sedang alas yang kita injak tak henti diserbu kabut
hasil perselingkuhan slogan dan mantera
beraroma gelisahmu yang lembah
sebab alpa kau buka jendela
hatimu!

bagai lensa kamera, sajakmu tanpa kekang biasnya
menghidang gambar jauh dari nyata
lebih indah, lebih manis, lebih tragis, lebih terjaga
fantastis!
kau lupa
bahwa rumput sejumput
lebih gairah dari segenggam kembang
di samudra bunga

sedang taman, tak dibutuhkan
di pendemi alvian influensa dan busung lapar
pelangi mojosongo, solo, 11 maret 2006

ANAKKU MENULIS
tak ada yang ditulisnya
; kecuali kegembiraan bermain dan siksaan belajar
juga buku-buku dan jam sekolah yang lengang
; kecuali saat bel istirah.
kartu-kartu dan gambar-gambar
masa depan yang asing dari sejarahku
erat berada di genggamannya,
di tidurnya, juga mimpinya
menjelma bantal, kasur di kamar tidur
menjadi teman setia di meja belajar
berubah lauk lezat di meja makan.
lalu-lagu televisi, tarian kartun dan film fiksi
merampas matanya yang selalu curiga padaku
wajah tegang mata prampang
terjaga tiap bicara denganku; orang tua!

tak ada yang bisa ditulisnya
di depan computer tuaku
; ia kehilangan huruf-huruf yang berantakan letaknya
tanda baca dan jeda jadi tak ada fungsi
rayuan games, laksana sambal di makan siangku
tuts-tuts kotor, mouse yang kerap macet dan berdebu
mengusir minatnya; membunuh kisahnya tentang apa saja
tentang mandi yang telat lantaran sinchan
tentang permainan dengan teman yang selalu kurang
uang belanja yang tak pernah nambah
(padahal harga jajanan makin menjarah!)
makan yang tak pernah nikmat
tapi, tetap tak ada yang bisa ditulisnya!
pelangi, mojosongo-solo, april-mei 2004

APAKAH KAMU MASIH INGIN MENEMUIKU?
saat kecil, kami sekeluarga tidur bersama
tanpa listrik, dengan ibu dan ayah
di dalam rumah berlantai tanah.
jika turun hujan, kantuk urung datang
sebab atap seng ditabuh air langit yang tumpah
tak beraturan
apakah kamu masih ingin menemuiku?
sedangkan kutahu
kamu tak pernah singgah di tempat yang sama
kecuali saat pulang.
selalu berpindah
dari cahaya api ke lembab tanah,
basah hujan dan batas impian.

saat kecil, kami sekeluarga bekerja
masing-masing memiliki tugas yang berbeda
adikku menyiapkan kayu di tungku tak kunjung padam
perapian buat kakak,
yang menimba sumur hingga kering,
sebagai alasku menjemur air mata ibu di pembaringan,
sedang ibu menyisir kemarahan bapak
yang selalu memandang jendela berkabut
atau pintu berdebu
entah oleh asap, butiran air mata atau embun jelaga
apakah kamu masih ingin menemuiku?
dan berharap memungut kangen yang perwira
tumbuh di kedua lengan tak lempangku
atau di sepasang bengkok pahaku?
pelangi-mojosongo, solo, april 2006

KEKAYAANKU HANYA BUKU DAN BUNGA
kekayaanku hanya buku dan bunga
apakah kamu sudah membeli mobil? tanyamu
buku-buku menjerit dari timbangan
bersamaan dengan debu dan akar kembang
yang dicampakkan di jalanan
entah karena perang, pesta perkawinan
atau sisa pemakaman
kupungut segala tanpa peduli nama
status keluarga, cacat atau bermahkota
sambil kuingat ceritamu
tentang perselingkuhan udara dan limbah kimia
yang melahirkan hujan api di semua ruang, di dapurmu
mendidihkan segala yang kau sentuh
bahkan saat kau tidur sekalipun

kekayaanku hanya buku dan bunga
apakah engkau bahagia? tanyamu
seperti kata-katamu yang lengang
tanpa wajah, tak bernada, beralamat
aku dirajang-rajang huruf yang berloncatan
tanpa jeda tanpa tanda baca
yang lama ditawan daftar harga
di istana pasir bersama angin, kluwung
dan giris gerimis
yang tak pernah turun, di dapurmu
tapi, kekayaanku hanya buku dan bunga

kekayaanku hanya buku dan bunga
aku kangen, katamu
dan aku melamarmu dengan perpisahan
sambil terus mengumpulkan buku dan bunga
menjarakkan pertemuan kita
yang tak kunjung sampai!
pelangi-mojosongo, solo, 29 maret 2006

TENTANG SOSIAWAN LEAK
Sosiawan Leak lahir di Solo 1967. Seorang penyair dan deklamator puisi yang melakukan perjalanan sastra di banyak kota di Indonesia. Juga menulis sejumlah naskah lakon yang disutradarai dan dipentaskan bersama Kelompok Teater Klosed sejak 1998. Puisinya tersebar di berbagai media massa dan antologi bersama. Tahun 2003 diundang ke Poetry on The Road (Internationalies Literatur Festival Bremen) dan sempat menjadi pembicara tamu di Universitas Hamburg dan Passau, Jerman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar