Rabu, 07 Mei 2014

PERIODISASI SEJARAH SASTRA INDONESIA MODERN

MASALAH PERIODISASI
Ada beberapa macam periodisasi yang pernah dikemukakan orang, yang sastu berbeda dengan yang lain. Pangkal perbedaan itu terutama ialah:
1.       Tidak adanya kesamaan istilah yang dipergunakan. Istilah-istilah yang biasa dipakai misalnya angkatan, periode, dan generasi;
2.       Tidak adanya kesamaan pengertian  terhadap istilah-istilah tersebut. Tentang apa yang disebut angkatan, banyak perbedaan pendapat. Rumusan Pramoedya Ananta Toer berbeda dengan rumusan Asrul Sani, berbeda pula dengan rumusan Rachmat  Djoko Pradopo, Ajip Rosidi, dan sebagainya;
3.       Tidak adanya kesamaan nama yang dipergunakan untuk menyebut  suatu angkatan atau suatu periode. Ada yang memakai angka tahun, ada yang memakai nama badan penerbit, nama majalah, nama buku, dan sebagainya.
4.       Tidak adanya kesamaan sistem yang dipergunakan. Ada yang menunjuk satu angka tahun, misalnya Angkatan 20 dan adu pula yang menunjuk jangka waktu dari dua angka tahun, misalnya periode tahun 20 hingga tahun 30.
Masalah periodisasi memang merupakan masalah yang banyak menarik perhatian orang. Bukan hanya para penelaah sastra saja yang berbicara tentang itu, melainkan juga para sastrawan ikut melibatkan diri. Sebenarnya, masalah periodisasi itu tidak begitu penting bagi para sastrawan. Bahkan, ada beberapa pengarang yang tidak mau dirinya dimasukkan ke dalam salah satu angkatan karena mungkin dipandang akan membatasi dan mempersempit kebebasan daya kreativitasnya.
Walaupun demikian, periodisasi sejarah sastra Indonesia modern itu perlu; terutama bagi para penelaah sastra dan bagi dunia pendidikan dan pengajaran.
Dengan periodisasi itu kita akan dapat dengan mudah mengetahui tahap-tahap perkembangan sastra Indonesia dengan corak dan aliran yang mungkin ada pada tiap tahap perkembangan itu.
Adapun beberapa periodisasi yang pernah dikemukakan orang antara lain adalah:
Periodisasi Bujung Saleh
Periodisasi H.B. Jassin
1.       Sebelum tahun 20-an
2.       Antara tahun 20-an hingga tahun 33
3.       Tahun 1933 hingga Mei 1942
4.       Mei 1942 sampai sekarang
I.     Sastra Melayu Lama
II.   Sastra Indonesia Modern
1.       Angkatan 20
2.       Angkatan 33 atau Pujangga Baru
3.       Ankatan 45 mulai sejak 1942
4.       Angkatan 66 mulai kira-kira tahun 1955
Periodisasi Nugroho Notosusanto
Periodisasi Ajip Rosidi
I.        Sastra Melayu Lama
II.      Sastra Indonesia Modern
A.      Masa Kebangkitan
1.       Periode 20
2.       Periode 33
3.       Periode 42
B.      Masa Perkembangan
1.       Periode 45
2.       Periode 50
I.        Sastra Nusantara Klasik (Sastra dari berbagai bahasa daerah di Nusantara)
II.      Sastra Indonesia Modern
A.      Masa Kelahiran (Masa Kebangkitan)
1.       Periode Awal  1933
2.       Periode 1933-1942
3.       Periode 1942-1945
B.      Masa Perkembangan
1.       Periode 1945-1953
2.       Periode 1953-1961
3.       Periode 1961-sekarang

Dari ikhtisar 4 macam periodisasi di atas, nyatalah bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil antara periodisasi yang satu dengan yang lain. Kesemuanya memulai perkembangan sastra Indonesia modern sejak tahun 20-an. Kesemuannya mendapatkan tahun 30, tahun 45, dan tahun 66 sebagai tonggak-tonggak penting dalam perkembangan sastra. Perbedaan hanya berkisar pada masalah istilah dan masalah peranan tahun 1942 dan tahun 1950 di dalam perkembangan sastra Indonesia.

PERIODISASI SASTRA INDONESIA MODERN
Di dalam masyarakat khususnya masyarakat sastra, istilah angkatan dan periode amat banyak digunakan. Akan tetapi, pengertian kedua istilah itu sering dicampuradukkan. Untuk keseragaman periodisasi kiranya kedua istilah tersebut perlu diperjelas perbedaan pengertiannya.
Periode adalah sekedar kesatuan waktu dalam perkembangan sastra yang dikuasai oleh suatu sistem norma tertentu ada kesatuan waktu yang memiliki sifat dan cara pengucapan yang khas yang berbeda dengan masa sebelumnya.
Angkatan adalah sekelompok pengarang yang memiliki kesamaan konsepsi kesamaan konsepsi atau kesamaan ide yang hendak dilaksanakan dan diperjuangkan. Di dalam angkatan ada satu cita-cita yang menghikmati atau melandasi penciptaan, meskipun tidak disajikan secara formal dalam satu menifestasi atau dalam satu rumusan.
Sekelompok pengarang pada masa Balai Pustaka dapat dipandang sebagai satu angkatan karena mereka pada hakikatnya tergerak oleh satu cita-cita, yaitu hendak memberikan pendidikan budi pekerti dan mencerdaskan kehidupan bangsanya dengan bacaan. Angkatan Pujangga Baru memiliki kesamaan cita-cita yang hendak diperjuangkan, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan persatuan kebangsaan Indonesia. Angkatan 45 memiliki konsepsi humanisme universal dan menuju ke arah pembentukan kebudayaan universal seperti yang tercantum dalam Surat Kepercayaan Gelanggang. Angkatan 66 mempunyai konsepsi pemurnian pelaksanaan Pancasila dan melaksanakan ide yang terkandung dalam Manifes Kebudayaan.
Dalam suatu periode mungkin timbul suatu angkatan, tetapi suatu periode tidak harus melahirkan suatu angkatan. Istilah angkatan lebih menuntut sifat gerak dan dinamika dari pada istilah periode.
Adapun istilah generasi jarang digunakan. Biasanya kata itu dipakai dalam hubungan dengan nama generasi Gelanggang. Sebenarnya, kata angkatan pada mulanya adalah terjemahan dari kata generasi.
Bertolak dari dasar pikiran tersebut dan sekadar sebagai dasar pegangan untuk perturutan pembicaran dalam uraian selanjutnya, kami susun suatu periodisasi sejarah sastra Indonesia modern sebagai berikut.
A.      Sastra Melayu Lama/Klasik
B.      Sastra Indonesia Modern
I.              Periode Tahun 20
1.       Angkatan Balai Pustaka
2.       Sastra di Luar Balai Pustaka
II.            Periode Tahun 30
1.       Angkatan Pujangga Baru
2.       Sastra di Luar Pujangga Baru
III.         Periode Tahun 42
IV.          Periode Tahun 45
1.       Angkatan 45
2.       Sastra di Luar Angkatan 45
V.            Periode Tahun 50
VI.          Periode tahun 66
1.       Angkatan 66
VII.       Periode Tahun 70
1.       Angkatan 70/80
VIII.     Periode Tahun 2000
1.       Angkatan 2000


Sebelum sastra Indonesia modern, kita kenal sastra Melayu Lama/Klasik. Hal ini terutama kita lihat dalam hubungan bahasa yang jadi media sastra itu. Kongres Bahasa Indonesia I sesudah kemerdekaan pada tahun 1954 di Medan sudah menetapkan bahwa dasar bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Dengan demikian, sastra yang mempunyai pertautan dengan sastra Indonesia ialah sastra Melayu lama/klasik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar