Sabtu, 14 Juni 2014

PEMBAGIAN SOSIOLOGI SASTRA

Swingewoot (1977) dalam Junus (1980:2) membagi sosiologi sastra dalam dua bagian yaitu:
1.      Sociologi of literature, yaitu karya sastra yang dimulai dengan lingkungan sosial untuk masuk ke dalam karya sastra yang dilihat ialah faktor sosial menghasilkan massa yang bersosial.
2.      Literature sociologi, yaitu menghubungkan struktur karya sastra dan struktur masyarakat.
Mengenai pendekatan struktural, Semi (1985:49) mengatakan: “Dengan kata lain, pedekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun suatu karya. Sastra yaitu tema, alur, latar, penokohan, dan gaya bahasa perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu”.
Selanjutnya Daryanto (1997:594) mengatakan: “Tema adalah isi cerita; dasar isi cerita; amanat cerita”. Poerdarminta (1986:1040) mengatakan: “Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang hendak dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengarang sajak dan sebagainya). Kemudian Fananie (2000:84) mengatakan: “Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi karya sastra”.
Semi (1984:45) mengatakan: “Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai buah interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Daryanto (1997:35) mengatakan: “Latar atau plot adalah jalan (aturan, adat)- keluk memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi”.
Maka dapat disebut alur atau plot dan struktur deretan kejadian-kejadian yang dialami oleh pelaku cerita yang pada umumnya dibedakan atas tiga bagian utama yaitu : bagian perkenalan, pertikaian dan diakhiri dengan penyelesaian. Hubungan peristiwa yang satu dengan yang lainnya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan kasual (sebab akibat). Keberadaan alur dalam sebuah cerita sangatlah penting, sehingga Lubis (1981:17) mencoba mengklasifikasikan alur tersebut menjadi,
1.      Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
2.      Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)
3.      Ricing Action (keadaan mulai memuncak)
4.      Klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)
5.      Denouement (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)”.
Latar atau setting adalah tempat-tempat kejadian suatu peristiwa atau kejadian di dalam penceritaan karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat namun waktu, musim peristiwa penting dan bersejarah, masa kepemimpinan seseorang di masa yang lalu dan lain-lain yang menjadi petunjuk bagi pembaca untuk lebih memahami waktu dan tempat kejadian itu berlangsung juga digolongkan latar. Daryanto (1997:393) mengatakan: “Latar adalah halaman rumah (bagian depan), permukaan dasar warna dan sebagainya; keterangan mengenai ruang waktu dan suasananya saat berlangsungnya peristiwa (dalam karya sastra)”.
Tempat di sini bisa kita artikan lokasi atau daerah terjadinya cerita itu seperti desa, kota, gunung, hutan dan sebagainya. Waktu (masa) di sini menggambarkan kapan kejadian itu berlangsung seperti tanggal, bulan, tahun, pada perang, musim tanam, musim panen dan sebagainya.
Selanjutnya kita dapat menyebut bahwa latar atau setting merupakan lukisan mengenai tempat dan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Latar mencakup ruang dan waktu yaitu di mana dan kapan kejadian tersebut.
Perwatakan adalah karakter dari tokoh . dalam pengertian sifat atau ciri khas yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya. Unsur perwatakan dalam sebuah karya sastra lebih diutamakan dalam meninjau perkembangan jiwa tokoh itu sendiri. Gambaran watak seseorang tokoh dapat diketahui melalui apa yang diperankan dalam cerita tersebut kmudian jalan pikirannya serta bagaimana penggambaran pisik tokoh.
Bangun, dkk (1993:21) mengatakan: “Perwatakan tokoh cerita dapat tokoh dapat dilihat melalui tiga aspk yaitu aspek psikologis, fisiologis,dan sosiologis”. Daryanto (1907:632) mengatakan: “Watak adalah sifat batin manusia yang mempngaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat. Sedangkan perwatakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan watak”.
Setiap cerita mempunyai tokoh di mana tokoh ini dianggap sebagai pembentuk peristiwa alur dalam alur cerita. Oleh karena itu, stiap tokoh mempunyai watak tersendiri yang dapat dianalisis dan diramalkan secara analisis yaitu dapat diterangkan secara langsung watak tokohnya, sedangkan secara dramatik yaitu dapat diterangkan secara tidak langsung tetapi mungkin melalui tindakannya dan lain-lain. Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalisis tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri ssorang tokoh yang ada dalam karyanya.
Nilai-nilai sosial dalam sebuah karya sastra adalah iri hati, kejujuran, kesabaran, permusuhan, keadilan, dan lain-lain. Daryanto (1997:288) mengatakan: “Iri hati adalah rasa tidak senang jika melihat orang lain mendapatkan kebahagiaan, rasa ingin seperti orang yang mendapatkan kesenangan”. Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji. Setiap manusia mempunyai sifat kejujuran akan tetapi kadang-kadang unuk jujur saja manusia sangat susah dan sifat kejujuran itu sangat sering disalah gunakan oleh manusia itu sendiri. Seseorang yang mampu mengatakan hal yang sebenarnya terjadi itulah yang dinamakan dengan jujur.
Daryanto (1997:309) mengatakan: “Jujur adalah tidak bohong, lurus hati, dapat dipercaya kata-katanyatidak khianat dan sebagainya”. Kesabaran adalah salah satu sifat manusia. Manusia pada umumnya memiliki rasa sabar, namun ukuran kesabaran tersebut bagi setiap orang berbeda-beda. Sifat sabar merupakan salah satu sifat yang terpuji yang dimiliki manusia. Seseorang yang tahan menghadapi segala persoalan ataupun penderitaan yang menimpa dirinya maka dapat dikatakan bahwa dia mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi. Daryanto (1997:516) mengatakan: “Sabar adalah pemaaf; tidak suka marah/tidak mudah marah – sikap – tidak akan menimbulkan pertengkaran”.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa teori struktural yang bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dalam suatu hubungan antara unsur pembentuknya. Menganalisis sebuah karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra yang dapat membangun sebuah karangan atau sebuah karya sastra tanpa menghilangkan unsur-unsur dalam cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar