Jumat, 10 Februari 2012

ANALISIS PATOKAN DALAM MENULIS


BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Menulis adalah proses kreatif yang merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Namun, masih banyak orang yang merasa kewalahan dalam menciptakan tulisan yang baik dan bagus. Tentu kriteria tulisan yang bagus itu sangat beragam, terlebih untuk media yang memiliki ketentuan yang berbeda-beda.

Tulisan makalah ini tentulah memiliki latar belakang dan sebagai latar belakang makalah ini adalah sebagai berikut:

a.    Sebagai bahan perbandingan bagi kita untuk membuat tulisan yang baik dan bagus. Meskipun kita ketahui bersama, belum ada tulisan yang baik dan bagus juga bermutu dalam satu kali proses penulisan.

b.    Untuk pemenuhan tugas mata kuliah Keterampilan Menulis dalam perkuliahan semester empat.

 

1.2         Batasan Masalah

Sudah barang tentu, sebuah masalah harus dibatasi yang tujuannya untuk membatasi pembahasan yang nantinya akan dikhawatirkan mengambang ke mana-mana. Adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

a.    Membahas tujuh hal yang jangan untuk para penulis

b.    Membahas beberapa patokan dalam menulis

c.    Membahas tentang  cara mengikat gagasan dan mewujudkannya dalam tulisan

d.    Membahas tentang bagaimana cara menemukan ide

e.    Membahas tentang kriteria tulisan bagus

1.3         Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, maka dapat pulalah kita menentukan rumusan masala dalam makalah ini. adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

a.    Membahas tujuh hal yang jangan untuk para penulis

b.    Membahas beberapa patokan dalam menulis

c.    Membahas tentang  cara mengikat gagasan dan mewujudkannya dalam tulisan

d.    Membahas tentang bagaimana cara menemukan ide

e.    Membahas tentang kriteria tulisan bagus

 

1.4         Tujuan Penulisan

Selanjutnya, dari batasan dan rumusan masalah di atas dapat pula kita tentukan tujuan penulisan. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a.    Untuk mengetahui tujuh hal yang jangan untuk para penulis

b.    Untuk mengetahui beberapa patokan dalam menulis

c.    Untuk mengetahui tentang  cara mengikat gagasan dan mewujudkannya dalam tulisan

d.    Untuk mengetahui tentang bagaimana cara menemukan ide

e.    Untuk mengetahui tentang kriteria tulisan bagus

* * *

 

 

 

BAB II

KAJIAN TEORITIK

 

2.1     Beberapa Patokan dalam Menulis

Pada awalnya sudah kita katakan bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Dalam hubungan itu, marilah kita tetapkan beberapa patokan dalam menggunakan bahasa jurnalistik.
1.      Menggunakan kalimat-kalimat pendek.  
Bahasa ialah alat bagi menyampaikan cipta dan informasi. Bahasa diperlukan untuk komunikasi. Wartawan perlu ingat supaya apa yang disampaikannya kepada khalayak (audience) betul-betul dapat dimengerti orang. Kalau tidak demikian, maka gagallah wartawan itu karena dia tidak komunikatif namanya. Salah satu cara, dia harus berusaha menjauhi penggunaan kata-kata teknik ilmiah atau kalau terpaksa juga, dia harus menjelaskan terlebih dahulu apakah arti kata-kata tersebut. Dia harus menjauhi kata-kata bahasa asing.
2.      Menggunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang.  
Khalayak media massa, yaitu pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan minat perhatian, daya tangkap, kebiasaan yang berbeda-beda pula. Mencapai khalayak yang beraneka ragam dengan berhasil merupakan masalah yang berat bagi wartawan. 


3.    Menggunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya.
Kalimat bahasa Indonesia bersahaja sifatnya. Ia terdiri dari kata pokok atau subjek, kata sebutan atau predikat, dan kata tujuan atau objek. Karena terpengaruh oleh jalan bahasa Belanda atau bahasa Inggris, ada orang Indonesia yang biasa pula menulis kalimat yang panjang, berbentuk "compound sentence", kalimat majemuk dengan induknya dan anaknya yang dihubungkan dengan kata sambung. Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelit-belit dan bertele-tele. Sebaiknya, wartawan menjauhkan diri dari kesukaan memakai kalimat majemuk karena bisa mengakibatkan tulisannya menjadi "woolly" (tidak terang).
4.    Menggunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.  
Membuat berita menjadi hidup bergaya ialah sebuah persyaratan yang dituntut dari wartawan. Berita demikian lebih menarik dibaca. Kalimat pasif jarang dipakai, walaupun ada kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.
5.    Menggunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif.  
Wartawan muda sering kali suka terhanyut menulis dengan mengulangi makna yang sama dalam berbagai kata. Ini dapat dipahami, apalagi jika dia hendak berkecimpung dalam dunia lirik dan puisi. Dia mengira dengan demikian tulisannya menjadi lebih indah.
6.    Menggunakan bahasa padat dan kuat.  
Kembali kepada pengarang Ernest Hemingway, ia mengemukakan sebuah prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis umpamanya kalimat berikut, "Wartawan Sondang Meliala tidak menghendaki penataran wartawan olahraga". Kalimat ini secara teknis dinamakan berbentuk negatif (lihat perkataan "tidak menghendaki"). Akan tetapi, dengan arti yang persis sama, kita bisa pula menulis, "Wartawan Sondang Meliala menolak penataran wartawan olahraga". Kalimat ini dinamakan berbentuk positif (perkataan "menolak" positif sifatnya dibandingkan dengan perkataan "tidak menghendaki" yang mengandung perkataan "tidak" dan karena itu bersifat negatif. Manakala di antara kedua kalimat tadi yang kita pilih?

 

2.2     Tujuh Hal yang  Jangan untuk Para Penulis

Hanya tujuh? Tentu tidak. Tapi sebagai langkah awal untuk menjadi penulis yang berhasil, tujuh hal inilah yang wajib dihindari seorang penulis. Untuk selanjutnya, biarlah pengalaman yang mengajari.
1.    Jangan menulis buku tanpa melengkapi bagian-bagian buku, seperti prakata, daftar pustaka, indeks, glosarium.
Kata pengantar/prakata penting untuk membantu pembaca meraba apa yang bisa ia dapatkan dari buku kita. Daftar pustaka, indeks dan glosarium juga sangat membantu pembaca agar bisa lebih cepat menuju apa yang ia cari. Tak jarang sebelum memutuskan untuk membeli, seorang pembaca akan memeriksa daftar pustaka, indeks maupun glosarium sebelum memutuskan apakah buku tersebut sesuai dengan yang ia inginkan. Daftar nama, istilah, peristiwa, tanggal penting dalam sebuah indeks atau daftar definisi dalam sebuah glosarium sangat disukai, terutama oleh mereka yang sedang mencari bahan referensi.
2.    Jangan mengirim naskah tanpa pengantar atau proposal.
Pengantar atau proposal bukanlah untuk berbasa-basi. Pengantar atau proposal yang disertakan ketika mengirim naskah ke penerbit/media akan membantu editor mendapat gambaran apa yang ditawarkan. Pengantar yang baik dan menarik juga akan membawa kesan pertama yang baik untuk editor.

3.    Jangan mengutip tanpa mencantumkan sumber kutipan.
Ingat, ini adalah jaman dimana hak cipta menjadi satu tema pokok dan lumayan sensitif. Namun terlepas dari masalah hukum tadi, penulis yang baik adalah yang menghormati sejawatnya. Jika lupa darimana kita mendapatkan kutipan tersebut, lebih baik urungkan niat mencantumkan kutipan itu. Jika ternyata hanya mampu mengingat sebagian informasi (nama atau judul buku) dari sumber kutipan yang sangat penting, dengan terpaksa pakailah kalimat tak langsung atau akui saja dalam tulisan bahwa kita memang lupa. Penulis yang baik bukanlah yang menulis dengan tujuan untuk mencari nama, popularitas, pujian maupun kekayaan belaka; memberi sumbangan pikiran dan membagi wawasan yang dimiliki kepada khalayak adalah tujuan yang jauh lebih mulia.
4.    Jangan menulis tanpa berempati terhadap pembaca.
Jika dalam dunia dagang dikenal 'pembeli adalah raja',  hal yang sama juga terjadi pada dunia penulisan. Pembaca bahkan adalah dewa, karena hidup mati seorang penulis mutlak bergantung pada pembaca. Lebih dari sebuah hubungan jual beli, dalam dunia penulisan pembaca juga bisa menghasilkan produk yang sama (yaitu tulisan) dalam bentuk resensi, komentar atau kritik terhadap sebuah tulisan. Karena itu, jangan sekali-kali mengabaikan pembaca, mereka bisa sewaktu-waktu berubah menjadi sama atau bertukar posisi dengan kita.
5.    Jangan menulis tanpa referensi yang memadai.
Tak hanya buku non-fiksi, buku fiksi pun memerlukan referensi. Kecuali kita seorang yang memiliki imajinasi begitu luar biasa sehingga mampu menciptakan sebuah setting, karakter, dan sebuah realitas yang benar-benar murni dan belum pernah terpikirkan sebelumnya, barulah kita boleh menulis tanpa banyak referensi selain dari imajinasi sendiri. Semakin lengkap referensi yang dimiliki, tulisan akan semakin meyakinkan dan berkualitas. Ide yang sangat bagus namun referensinya kurang (kurang lengkap atau malah kurang tepat) akan berpotensi untuk cepat disanggah dan kemudian segera dilupakan.
6.    Jangan asal menulis
Jangan asal menulis. Meski saat ada ide kita memang harus segera menuliskannya, namun lebih baik pakailah tulisan awal itu dahulu. Setelah itu, tentukan teknik menulis terbaik yang akan dipakai. Tak jarang teknik atau cara menulis/bercerita lebih utama daripada isi cerita itu sendiri. Rencanakan segala sesuatunya dengan matang. Inilah perlunya outline/kerangka karangan. Tak ketinggalan, terutama dalam menulis fiksi, karakter juga memiliki peran penting. Ada pembaca yang tertarik mengikuti sebuah cerita karena penasaran atau jatuh cinta dengan karakternya. Rencanakan, dan setelah itu jangan lupa juga untuk segera menuangkannya dalam tulisan.
7.    Jangan menolak naskahnya disunting editor
Apakah kita menganggap editor hanyalah seorang yang suka mengacak-acak tulisan orang lain dan menggantinya sekehendak hatinya? Ya, editor (dan kritikus) kadang memang menjengkelkan, bertindak seakan dirinya Tuhan. Tapi hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan menjalin hubungan yang baik serta sering berkomunikasi untuk mencapai titik temu terbaik. Namun jangan sampai menganggap peran editor tidak diperlukan. Tanpa editor, tulisan kita bisa terjebak dalam subyektifitas. Pada akhirnya, kerendahan hati adalah karakter kunci untuk berkembang.

2.3       Ikat Gagasan dan Wujudkan Dalam Tulisan

Gagasan muncul ibarat petir yang melesat dengan cepat. Gagasan adalah sebuah interaksi tentang apa yang berhasil ditangkap oleh pikiran. Jika berhasil menangkap gagasan tersebut, kita pasti berusaha menuangkannya dalam bentuk penggunaan bahasa, baik secara tulisan, maupun lisan.
Jika kita berusaha mewujudkan gagasan lewat tulisan, segeralah mengambil langkah untuk menuliskan apa saja yang ada di otak. Ikatlah gagasan ke dalam sebuah tulisan. Berikut beberapa kiat untuk mengenali sumber gagasan, termasuk langkah apa yang dapat dilakukan dalam mewujudkan gagasan tersebut dengan menggunakan bahasa tulis.
1.    Mengenali datangnya gagasan.
Ide atau gagasan yang tersusun dalam pikiran kita dapat muncul di mana saja dan dipicu oleh apa saja yang ada di sekitar kita. Pendek kata, ide atau gagasan ada di mana-mana dan berlangsung secara spontan, sangat cepat, atau kadang tidak terduga datangnya. Jika mendapati hal tersebut, segeralah mengikat semua itu. Yang dibutuhkan dalam hal ini adalah suasana hati yang kondusif dan mengamati situasi sekitar. Bagaimana cara mengikat gagasan tersebut? Segeralah menulis, langsung di depan komputer atau langsung menulisnya di atas secarik kertas.
2.    Menggali terus apa yang ada di sekeliling.
Beberapa orang mungkin mengembangkan idenya dengan melakukan observasi dengan cara bepergian, bertemu dengan beberapa orang, melakukan wawancara, dan sedikit investigasi. Pada saat kita melakukan wawancara, kembangkan imajinasi dan kembangkan naluri investigasi. Menggali ide dengan melakukan observasi diartikan dengan merekam apa yang dilihat dan dirasakan.
3.    Membaca sumber bacaan yang menyenangkan diri.
Ibarat bahan bakar, membaca merupakan sarana utama untuk lebih memotivasi diri dalam menulis. Bagi kebanyakan orang, kegiatan membaca merupakan salah satu sumber gagasan. Namun, bagaimana jika minat membaca kita kurang? Tentu kita perlu mulai membangkitkan minat dengan membaca dari hal yang sederhana terlebih dahulu, yaitu dengan menemukan bahan bacaan yang menyenangkan diri. Dari bacaan yang kita senangi, tak jarang akhirnya akan muncul gagasan yang brilian. Bahan bacaan tidak selamanya dalam bentuk buku, sebuah koran di pagi hari atau majalah dan jenis bacaan lainnya juga bisa menjadi sumber inspirasi.
4.    Menjadikan membaca dan menulis sebagai kebiasaan terlebih dahulu.
Setelah kegiatan membaca menjadi sebuah ritme kebiasaan, jadikanlah menulis sebagai sebuah kebiasaan pula. Smith (1988) mengemukakan bahwa kita menulis, setidaknya, karena dua alasan. Pertama, kita menulis untuk berkomunikasi dengan orang lain. Namun yang lebih penting, kita menulis untuk diri kita sendiri, untuk memperjelas dan merangsang pikiran kita, serta meluapkan semua gagasan yang ada di dalam pikiran kita. Hal positif yang Elbow (1973) bagikan tentang gagasan adalah bahwa sulit untuk mengendalikan lebih dari satu gagasan dalam pikiran sekaligus. Tatkala kita menuliskan gagasan kita, hal-hal samar dan abstrak menjadi jelas dan konkret. Saat semua pikiran tumpah di atas kertas, kita bisa melihat hubungan di antara mereka dan bisa menciptakan pemikiran yang lebih baik. Dengan kata lain, menulis bisa membuat kita menjadi lebih cerdas.
5.    Memulai menulis dari mana saja.
Saat menangkap sebuah ide, kita bisa langsung menuliskannya dari mana saja. Realitas kehidupan misalnya, merupakan penyedia ide yang bisa untuk digali. Sebagai contoh, saat menulis cerita fiksi tentang semua yang kita alami, kita lihat, kita rasakan dapat kita tumpahkan dalam tulisan kita. Mulailah menulis dari mana saja yang saat itu menjadi minat.

2.4       Menemukan Ide dengan Baik

Tampaknya mudah saja membayangkan -- apabila sudah selesai mengikuti beberapa kursus jurnalistik atau sudah tamat dari sekolah jurnalistik -- lantas sekarang sudah menjadi seorang jurnalis yang tangguh. Kadang-kadang lambat atau kadang-kadang cepat, kesadaran akan timbul bahwa segala sesuatu itu tiba-tiba lenyap silih berganti dengan pendekatan baru terhadap sebuah kisah.
Apa yang telah terjadi? Umumnya penulis yang belum berpengalaman bersikap acuh tak acuh dalam memperkaya hidupnya sejak dia menyelesaikan pendidikan formalnya. Jelasnya, sumurnya telah menjadi kering. Ia tak berdaya menggunakan kata-kata, kehilangan ide dan cara, kehilangan cara-cara yang baru untuk mendramatisir cerita yang hendak dituturkannya. Bagaimana kita menghadapi masalah seperti ini?
Bacalah buku-buku. Buatlah jadwal untuk membaca buku apakah akan kita selesaikan buku itu dalam satu bulan, seminggu, atau kapan pun. Yang jelas kita harus membaca! Sekalipun banyak hal yang menuntut perhatian dari kita. Kita harus mengambil waktu untuk membaca. Tidak terbatas pada buku tertentu, buku apa saja untuk mencari ide-ide baru, cara-cara pendekatan yang baru, menambah perbendaharaan kata dan pokok-pokok pembahasan yang penting. Jangan malu-malu membaca buku, dan tentu saja kita harus bijaksana, karena kita tidak akan menemukan ide baru di dalam sampah.
Baca Kitab Suci. Di dalam Kitab Suci banyak ditemukan cerita dan perumpamaan. Dari cara-cara yang digunakan dalam Kitab Suci itu, baik perbendaharaan kata dan ide, akan dapat menjalin cerita yang tiada taranya.
Baca kamus. Benar, plot lemah. Oleh karena itu, petiklah kata-kata baru kira-kira lima sampai sepuluh buah tiap minggu. Pelajari apa yang dikandung kata-kata baru itu dan cobalah berusaha menggunakannya dalam kalimat dan tulisan. Akan terlihat betapa berfaedah dan betapa ajaibnya perbaikan yang diperoleh dalam kemampuan menerangkan sesuatu dengan cara yang baru, bukan saja dengan menarik sekali, tetapi juga penerapannya lebih kena.
Bacalah terbitan berkala. Ketahuilah apa yang terjadi di dunia lain, jangan hanya apa yang ada di kebun kita. Pelajari dengan saksama bagaimana penyajian ceritanya. Tidak ada salahnya apabila kita menggunakan cara yang digunakannya, menerapkannya dengan situasi kita pula.
Menentukan prioritas. Mana yang lebih penting -- menghabiskan waktu dengan santai ataukah menajamkan kemampuan menulis? Permainan yang disukai atau menggunakan waktu untuk itu dengan memerbaiki keterampilan berkomunikasi? Memang diperlukan pengorbanan, tetapi usaha yang demikian sangat berharga.

2.5     Kriteria Tulisan Bagus

"Tulisan yang bagus itu isinya menggugah dan dapat memberi inspirasi positif kepada pembacanya." Sebuah tulisan, baik dalam bentuk panjang maupun pendek, disebut bagus apabila memenuhi sejumlah kriteria tertentu. Kriteria ini bisa sangat beragam karena dipengaruhi subjektivitas dan berbagai kepentingan serta tergantung pada zaman.
Tiap-tiap orang memiliki seleranya sendiri-sendiri dalam menilai sebuah tulisan. Tetapi hendaknya kita berkiblat kepada pendapat orang yang dinilai berkompeten menelaah karya tulis sesuai dengan pendidikan dan reputasinya. Tulisan yang bagus juga seharusnya bebas dari "pesan sponsor" yang lazimnya adalah penguasa. Dan akhirnya nilai suatu tulisan pun ditentukan oleh budaya dan pola pikir masyarakat pada zamannya. Normalnya, tulisan bagus memenuhi kriteria-kriteria standar sebagai berikut.
*          Mengungkapkan hal-hal baru  
*          Benar dan lengkap  
*          Merupakan pendapat/ide orisinal  
*          Isinya menggugah
*          Temanya istimewa
*          Mengandung kejutan  
*          Menyangkut peristiwa besar  
*          Mengenai orang ternama  
*          Bahasanya bagus  
*          Penulisnya top
*          Terpublikasi melalui media tepat  
Tulisan kita memang tak dapat disaring lolos melalui semua kriteria tersebut, sebab nilai sebuah karya tulis pun memang perlu ditentukan terlebih dahulu kategorinya sebelum diuji mutunya menurut kriteria yang sesuai. Jika kita menulis roman, contohnya, tentu tak perlu menyajikan data dan mungkin tidak selalu harus ada hubungannya dengan orang-orang tersohor.
Bagus tidaknya karya tulis dapat ditentukan pula oleh golongan pembacanya sendiri-sendiri. Maksudnya, suatu tulisan bisa dinilai bagus oleh kalangan pembaca tertentu, tetapi, sebaliknya, dianggap tidak bagus oleh kelompok pembaca lain.
* * *









BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Dari uraian makalah di atas, dapatlah kita ambil kesimpulan sebagai berikut:
a.       Ada beberapa patokan seseorang dalam menulis, yaitu: (a) menggunakan kalimat-kalimat pendek, (b) menggunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang,                 (c) menggunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya, (d) menggunakan bahasa tanpa kalimat majemuk, (e) menggunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif, (f) menggunakan bahasa padat dan kuat.  
b.      Ada tujuh hal yang harus dihindari penulis dalam menulis, yaitu: (a) jangan menulis buku tanpa melengkapi bagian-bagian buku, seperti prakata, daftar pustaka, indeks, glosarium, (b) jangan mengirim naskah tanpa pengantar atau proposal, (c) jangan mengutip tanpa mencantumkan sumber kutipan, (d) jangan menulis tanpa berempati terhadap pembaca, (e) jangan menulis tanpa referensi yang memadai, (f) jangan asal menulis, (g) jangan menolak naskahnya disunting editor.
c.       Beberapa kiat untuk mengenali sumber gagasan, termasuk langkah apa yang dapat dilakukan dalam mewujudkan gagasan tersebut dengan menggunakan bahasa tulis, yaitu: (a) mengenali datangnya gagasan, (b) menggali terus apa yang ada di sekeliling (c) membaca sumber bacaan yang menyenangkan diri, (d) menjadikan membaca dan menulis sebagai kebiasaan terlebih dahulu, (e) memulai menulis dari mana saja.
d.      Ada beberapa cara dalam menemukan ide dengan baik, yaitu: (a) bacalah buku-buku, (b) Baca Kitab Suci, (c) Baca kamus, (d) Bacalah terbitan berkala,                       (e) menentukan prioritas.

e.       Ada beberapa kriteria tulisan yang dianggap bagus, diantaranya:                                       (a) mengungkapkan hal-hal baru, (b) benar dan lengkap, (c) merupakan pendapat/ide orisinal, (d) isinya menggugah, (e) temanya istimewa,                                        (f) mengandung kejutan, (g) menyangkut peristiwa besar, (h) mengenai orang ternama, (i) bahasanya bagus, (j) penulisnya top, (k) terpublikasi melalui media tepat.

3.2     Saran-Saran
Sebagai akhir dari makalah ini, penulis mencantumkan beberapa saran kepada pembaca makalah ini, diantaranya:
a.       Dalam menulis kita harus menyadari bahwa aturan-aturan dalam makalah ini perlu kita petuhi, namun jika kita merasa tidak leluasa, siapa yang memaksa kita. Dalam menulis dibutuhkan pengekspresian yang bebas.
b.      Perlu adanya sebuah keinginan sebagai motivasi untuk kita dalam menulis dan ini lebih penting dari sekedar bakat. Banyak orang yang enggan menulis karena perihal tidak berbakat, padahal menulis itu adalah keterampilan yang perlu diasah.
* * *





DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 2005. Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi
Gong, Gola. 2005. Menemukan Ide dalam Membaca. Depok: PLF Kreativa.
Harefa, Andrias. 2002. Agar Menulis Mengarang Bisa Gampang. Jakarta: Gramedia.
Hernowo. 2005. Mengikat Makna Sehari-hari. Bandung: Mizan Learning Center
-----------. 2005. Menulis Membutuhkan Membaca dan Membaca Membutuhkan Menulis. dalam http://pelitaku.sabda.org/node/144. di download pada tanggal 9 April 2010 pukul 15.00
 http://duniafiksi.blogspot.com di download pada tanggal 9 April 2010 pukul 14.50 WIB
Marahimin Ismail. 1992. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Semi, M. Attar. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Angkasa
Wiyanto, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Grasindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar