Jumat, 10 Februari 2012

BUDAYA MEMBACA SEBAGAI MODAL PENTING DALAM MENULIS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Budaya membaca dan budaya menulis yang tinggi merupakan ciri sebuah negara yang maju. Sementara di negara kita Indonesia, budaya membaca dan budaya menulis masih jauh dari apa yang kita harapkan. Budaya lisan dan budaya dengar masih sangat kental menjadi bagian dari keseharian rakyat bangsa kita. Apakah yang sebenarnya terjadi dengan negara kita? Pertanyaan di atas bukan pertanyaan yang mudah untuk dijawab dan tidak mudah untuk dirobah. Untuk merobah budaya lisan dan budaya dengar di negara kita Indonesia ini haruslah kita lakukan bersama dan dimulai dari nol.
Hal inilah yang menjadi latar belakang dari penulisan makalah ini. Namun untuk lebih spesifiknya dapat dilihat dari poin-poin di bawah ini:
a.    Budaya membaca dan budaya menulis merupakan salah satu ciri negara yang maju dan ingin maju, sementara negara kita masih jauh dari hal-hal yang demikian.
b.    Tentunya untuk bisa menulis, kita harus banyak membaca dan inilah timbal balik antara menulis dan membaca. Kita menulis untuk di baca dan kita membaca untuk dapat menulis dengan baik.

1.2         Batasan Masalah
Untuk menjadikan makalah ini berbeda dengan tulisan lain, maka penulis perlu juga membuat batasan-batasan dalam makalah ini. Adapun batasan-batasan tersebut, adala sebagai berikut:
a.    Budaya membaca  sebagai modal penting dalam menulis
b.    Menulis adalah seni
c.    Menjadi penulis yang menulis
d.    Ide besar sebuah tulisan
e.    Dari mana datangnya ide besar menulis
f.      Menulis untuk pembaca

1.3         Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas dapat pula kita buat rumusan masalah dalam makalah ini, yakni:
a.    Budaya membaca  sebagai modal penting dalam menulis
b.    Menulis adalah seni
c.    Menjadi penulis yang menulis
d.    Ide besar sebuah tulisan
e.    Dari mana datangnya ide besar menulis
f.      Menulis untuk pembaca

1.4         Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.    Untuk mengetahui tentang budaya membaca  sebagai modal penting dalam menulis
b.    Untuk mengetahui tentang menulis adalah seni
c.    Untuk mengetahui tentang menjadi penulis yang menulis
d.    Untuk mengetahui tentang ide besar sebuah tulisan
e.    Untuk mengetaui dari mana datangnya ide besar menulis
f.      Untuk mengetahui tentang menulis untuk pembaca
* * *
BAB II 
KAJIAN TEORITIK

Apa betul kegiatan membaca dapat membantu seseorang untuk kreatif? Jordan E. Ayan menjelaskan bahwa membaca dapat memicu kreativitas. Buku mengajak kita membayangkan dunia beserta isinya, lengkap dengan segala kejadian, lokasi, dan karakter. Bayangan yang terkumpul dalam tiap buku yang melekat dalam pikiran, membangun sebuah bentang ide dan perasaan yang menjadi dasar dari ide kreatif (Hernowo 2003: 37). Padahal salah satu faktor yang mendorong agar anak mempunyai minat menulis ialah kebiasaan membacanya.
Sudahkah minat baca anak kita tinggi? Ini merupakan pertanyaan yang sedikit ironis karena pada kenyatannya, minat baca anak-anak Indonesia sangatlah rendah. Banyak fakta menunjukkan bahwa anak-anak kita lebih suka bermain video game daripada duduk berlama-lama untuk membaca sebuah buku. Murti Bunanta menganjurkan, sedari kecil, anak-anak perlu didekatkan pada bacaan. Penelitian Prof. Benyamin Bloom mengungkapkan, saat berusia empat tahun, anak berada dalam periode suka meniru perbuatan orang tuanya tanpa terkecuali. Jadi dapat diharapkan, jika orang tua suka membaca, anak juga akan melakukan hal yang sama. Sebagai contoh, jika sejak kecil anak sudah dibiasakan dengan bacaan (sastra), mereka akan didekatkan dengan kehidupan manusia (Bunanta 2004: 85). Dengan membaca karya sastra seperti cerpen, puisi, dll., mereka akan belajar banyak hal dan memuliakan perasaan (Kartono 2001: 116).
Boleh dikatakan, membaca dan menulis bak dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Dengan membaca, wawasan anak akan semakin berkembang. Negara yang terencana dan tersistematis membangun negara dan bangsanya melalui gerakan pendidikan massal dengan sikap ilmiah, rasional, kritis, dan rajin membaca apa saja dan di mana saja, tegas Suryopratomo, pemimpin redaksi/penanggung jawab harian "Kompas" dalam pernyataannya yang dikutip dalam Matabaca edisi Juli 2004.

2.1    Menulis  Adalah  Seni
Kita mungkin masih ingat ketika sewaktu kecil kita suka sekali menulis suatu kejadian dalam sebuah diari. Dengan mudahnya kita meluapkan segala perasaan itu ke dalam sebuah untaian kata-kata dan akhirnya sebuah cerita. Kita tidak menyadari bahwa kegiatan itu merupakan bagian dari proses kreatif yang sedang kita ciptakan sebagai salah satu bentuk seni. Jika bakat tersebut sudah terlihat pada anak Anda, jangan sia-siakan. Berikan ruang buat mereka untuk mengembangkan bakat tersebut.
Menulis merupakan sebuah seni. Karena dalam menuangkan ide seorang penulis ke dalam sebuah tulisan itu bebas, sesuai dengan kreativitas dan daya seni seseorang. Kata seni mengandung arti keahlian membuat karya yang bermutu atau kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi dan luar biasa. Menulis, sesuai dengan pendapat Tony Tedjo, berarti menuangkan isi hati si penulis ke dalam bentuk tulisan sehingga maksud hati penulis bisa diketahui banyak orang melalui tulisan yang disajikan. Setiap anak mempunyai potensi untuk menulis. Biarkan imajinasinya mereka tumpahkan dalam cerita yang mereka ciptakan. A. Ataka A.R. mengatakan bahwa dia seperti mempunyai dunia sendiri manakala dia sedang menulis sebuah cerita. Novel pertama yang dia ciptakan dengan judul "Misteri Pedang Skinhead# 1" yang diterbitkan oleh Penerbit Alenia, dia selesaikan dalam waktu satu tahun. Kita dapat membayangkan betapa luar biasa imajinasi yang ada di otak mereka. "Yang dibutuhkan dari seorang penulis adalah 10% bakat, sisanya 90% adalah kemauan dan latihan," begitulah pengakuan dari Gary Provost sebagaimana dikutip Tony Tedjo.

2.2    Menjadi Penulis Yang Menulis

Gertrude Stein menulis, menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis. (Dia juga menulis, Mawar adalah mawar adalah mawar adalah mawar). Maksud perkataannya itu tidak lain adalah bahwa menulis itu adalah soal menulis, dari awal sampai akhir. Bahwa menulis adalah menulis. Pokoknya menulis. Bagaimana mulai menulis? Menulis. Bagaimana untuk dapat terus menulis? Ya terus menulis.
Sayangnya, banyak dari kita yang menganggap hal itu tidak sesederhana kelihatannya. Kita bermasalah saat akan mulai menulis, kita bermasalah untuk bisa terus menulis, dan sering kali kita menyerah begitu saja, semangat dan kegigihan kita sedikit demi sedikit menghilang, seperti sungai yang mengering.
Namun karena menulis ada dalam hati, jiwa, dan DNA kita, setelah beberapa minggu atau bulan atau bahkan tahun, kita kembali bersemangat untuk menulis. Bahkan lebih giat dari sebelumnya, dan saat itu, kita dapat mempertahankan semangat menulis itu.
Mungkin kita seperti itu atau mungkin juga tidak. Dari pengalaman saya sebagai guru, banyak orang yang sering kali tidak dapat mempertahankan semangatnya. Bagi beberapa orang, siklus semangat menulis seperti di atas terjadi berulang kali. Karena kita tidak konsisten, kita mulai menghakimi diri sebagai orang yang tidak berbakat menulis, harga diri kita ikut terbuang bersama lembaran-lembaran kertas yang kita lempar ke sampah, dan kemudian kita semakin sulit untuk dapat mulai menulis. Hal itu membuat hati sakit. Karena kita adalah penulis dan saat kita tidak utuh  --  saat ada bagian dalam diri kita yang hilang -- kita tidak pernah bisa merasa nyaman berada di dunia, tidak ada damai dalam diri. Menulis adalah hidup kita. Memang bukan seluruh hidup, akan tetapi hal tersebut cukup untuk membuat kita merasa tidak utuh saat tidak menulis.

a.    Mengklaim  Diri  Sebagai  Penulis
Anda tidak akan pernah menjadi penulis (dan terus menulis) sampai Anda menyebut diri sendiri sebagai penulis.
Kebanyakan penulis yang kita tahu, terutama yang karyanya tak terpublikasi, mengatakan, Aku ingin jadi penulis. Atau, Aku adalah ... dan suka menulis. Atau, Sudah lama aku ingin menjadi penulis. Namun, mereka tidak menyebut diri mereka sebagai penulis. Pikirkan kata-kata lain untuk menyebut diri kita: pria/wanita, ibu/ayah, istri/suami, teman, guru, teknisi, pramupijat, pengacara, tukang kebun, koki. Kita memakai kata-kata itu untuk memperkenalkan diri kita sendiri, baik kepada orang lain maupun kepada diri kita sendiri. Apa sebutan kita untuk diri kita, itulah kita. Dalam beberapa budaya, nama baru diberikan pada saat seseorang mengalami perubahan. Nama baru itu mengisyaratkan bahwa orang itu telah berubah.
Jika kita memanggil diri kita penulis, tidak hanya mengatakan ingin menjadi seperti apa kitaa, kita akan berubah. Cobalah. Sekarang. Teriakkan nama kita dengan keras dan diikuti kata-kata, Aku adalah penulis. Biarkan diri kita mengalami sensasi yang kita rasakan saat kita melakukannya. Tapi tulisanku belum ada yang terpublikasi, mungkin kita berkata seperti itu, seolah-olah itu yang memberikan kita hak untuk menyebut diri sebagai penulis. Lagipula, saat kita mengatakan kepada orang lain bahwa kita adalah penulis, pasti mereka akan bertanya, Oh, tulisan apa yang pernah Anda publikasikan?
Dengar, tulisan yang dipublikasikan tidak ada hubungannya dengan menjadi penulis! Publikasi berhubungan dengan mencari uang sebagai penulis. Mungkin juga dengan pengakuan publik dan kemashyuran. Meski benar, kebanyakan penulis yang tulisannya dipublikasikan tidak mendapat terlalu banyak uang atau pun terkenal. Kita mungkin berkata, terpublikasi adalah terpublikasi adalah terpublikasi. Bahkan, terpublikasi adalah tujuan kebanyakan dari kita. Namun, itu bukanlah alasan untuk kita menulis. Kita menulis karena itulah yang harus kita lakukan. Anne Sexton berkata, Saat aku menulis, aku melakukan hal yang seharusnya aku lakukan.
Lagipula, sekalinya tulisan kita dipublikasikan, bukan berarti itu membuat kita berhenti menulis. Kita akan terus menulis. Itulah yang penulis lakukan. Aku memiliki visi seperti itu saat menulis, aku menulis dan terus menulis. Seperti gurauan kuno berkata, Penulis tua tidak pernah mati, mereka terus memperbaiki bagian akhir dari tulisannya.
b.    Bagaimana Mengklaim Diri Sebagai Penulis?
Pertama, katakan, Aku adalah penulis. Katakan itu dengan keras. Katakan pada diri sendiri di depan cermin. Katakan pada keluarga dan teman. Katakan pada orang yang ditemui di pesta yang bertanya, Apa pekerjaan Anda? Katakan pada orang asing saat kita mengantri di toko grosir. Katakan pada ibumu. Katakan paling sering pada diri sendiri, Aku adalah penulis.
Pilih satu tempat untuk menulis, tempat sakral di mana kita merasa nyaman, bukannya merasa terbeban. Jika belum memiliki ruang seperti itu, maka buatlah. Pakai satu ruangan penuh atau sebagian dari ruangan sebagai tempat menulis. Saat kita ada di ruangan sendiri untuk menulis, bawalah serta lilin atau lampu, atau bunga, apa pun yang dapat membuat ruangan menjadi unik. Buatlah senyaman mungkin.
Ambil alat-alat yang diperlukan. Hargai tulisan dengan kertas atau agenda yang disuka. Beli pulpen berkualitas yang selalu diimpi-impikan. Belilah komputer yang khusus untuk sendiri dan mesin cetak yang bagus. Siapkan kamus, kamus tesaurus, dan buku EYD yang berkualitas. Cari buku-buku berkualitas dan berlanggananlah jurnal menulis.
Membaca sebagai penulis. Belajar dari yang terbaik. Pelajari penulis favorit kita, dan salin sebagian tulisannya untuk dapat merasakan ritme dan gaya tulisannya. Pilah-pilah kalimat, paragraf, dan bab yang ada di tulisannya untuk menemukan teknik dan rahasia menulisnya. Selain menulis, membaca tulisan yang bagus akan menjadi guru yang terbaik.
c.       Atur Waktu untuk Menulis
Hal kedua yang perlu dilakukan untuk menjadi penulis yang menulis adalah dengan mengadakan waktu untuk menulis. Kita tidak akan pernah menulis jika tidak mengadakan waktu untuk menulis. Jangan pernah berkata, Aku akan segera menulis.
Cari waktu yang cocok dengan kita. Jangan atur waktu menulis selama dua jam jika hanya betah selama setengah jam. Jangan atur alarm pada pukul 05.30 pagi jika memang susah bangun pagi dan tidak suka suasana pagi hari. Sama halnya, jangan bilang kalau akan menulis pada malam hari setelah semua pekerjaan beres jika pada saat itu biasanya berbaring di sofa dan tidak dapat menahan kantuk. Cari waktu yang mendukung. Ambil setengah waktu dari jam makan siang. Menulislah langsung setelah kerja. Bangunlah setengah jam lebih awal. Jika memiliki kebebasan untuk mengatur waktu, tetapkan waktu menulis selama jam kerja.
Kita mungkin sudah sering mendengar bahwa jika ingin menjadi penulis, harus menulis setiap hari. Itu bukan harga mati. Tapi memang ada beberapa aturan yang harus dilakukan untuk jadi penulis. Untuk menjadi penulis (yakni penulis yang menulis), harus menulis beberapa kali dalam seminggu -- setidaknya empat atau lima kali, lebih bagus kalau setiap hari. Menulis akan lebih mudah dengan menulis secara rutin. Kita akan lebih baik saat melakukan sesuatu dengan sering.
Seperti halnya berolah raga, berdiet, atau kuliah, terkadang latihan menulis akan lebih mudah dilakukan dengan adanya teman. Buat janji dengan teman untuk menulis. Jika kit dan teman tidak bisa menulis bersama di satu tempat, saling teleponlah atau kirimlah e-mail dan berkata.
 Jangan tunggu inspirasi datang baru menulis. Sia-sia. Saat muncul di hadapan kertas inpirasi akan mendatangi. Ada yang berkata, Menulis itu 20% inspirasi dan 80% keringat." Lagipula, jika menulis adalah latihan sehari-hari, tidak perlu inspirasi untuk mulai menulis.
d.      Menulis
Akhirnya, langkah ketiga untuk menjadi penulis yang menulis adalah tentu saja menulis itu sendiri. Membicarakan tentang menulis itu bukan menulis. Berpikir tentang menulis itu bukan menulis. Bermimpi atau berkhayal itu bukan menulis. Membuat kerangka, meneliti, dan membuat catatan juga bukan menulis. Semua itu mungkin adalah bagian dari menulis dan diperlukan untuk menulis, tapi menulis itu tentu saja menulis.
Jadi setiap hari, pada saat yang telah ditetapkan (atau yang tidak ditetapkan sebelumnya/spontan), duduklah di meja tulis (atau di meja kafe atau di atas rumput di taman), kemudian menulislah.

2.3    Ide Besar Sebuah Tulisan

Menulis adalah menjual ide. Maksudnya, ketika menulis seorang penulis sedang memaparkan idenya kepada pembaca dengan tujuan agar setiap pembaca dapat menangkap, menerima, tertarik, dan mengaplikasikan hal-hal yang menjadi buah pikiran penulis tersebut.
Ide bisa disebut sebagai benih tulisan dan sangat memengaruhi tulisan. Ide tersebutlah yang akan menentukan keputusan calon pembaca untuk membaca tulisan lebih lanjut. Oleh karena itu, setiap penulis harus bisa menemukan idenya dalam menulis. Ide seperti apa yang disebut sebagai ide besar sebuah tulisan?


a.    Ide yang Orisinal
Tidak semua penulis memiliki ide yang berbeda-beda. Akan tetapi, semua penulis harus memiliki ide yang orisinal. Ide besar sebuah tulisan dapat terlihat dari keorisinalitasan idenya. Namun seperti yang sudah dituliskan sebelumnya, tidak semua penulis memiliki ide yang berbeda, ini berarti tidak semua ide yang ditulis merupakan ide yang benar-benar baru. Banyak sekali ide yang muncul setelah membaca tulisan orang lain, mendengar pembicaraan orang lain, mengamati sebuah gambar, mendengarkan lirik-lirik sebuah lagu, dan sebagainya. Sebuah ide tetap bisa dikatakan orisinal apabila dari hasil membaca, mengamati, atau mendengarkan, tercetus sebuah pemikiran atau penjabaran yang baru mengenai hal tersebut. Ini tidak dapat dikatakan mencuri ide orang lain karena ide tersebut diolah dan dijabarkan dengan cara yang berbeda dan dari sudut pandang yang berbeda pula, terlebih jika akhirnya muncul ide baru dari ide yang sudah ada. Jadi, ide besar harus merupakan ide yang orisinal, ide yang benar-benar muncul dari pemikiran penulis, dan merupakan olahan dari ide-ide yang sudah ada sebelumnya.
b.    Ide yang Memberikan Pencerahan
Maksud dari kalimat di atas adalah sebuah ide harus dapat menjawab tantangan zaman, tren, atau fenomena yang sedang muncul. Ide besar yang didapatkan merupakan hasil dari pengamatan penulis atas apa yang sedang terjadi di lingkungan dan masyarakat sekitar, atau dalam lingkup yang lebih luas lagi. Misalnya, ketika pemanasan global sedang menjadi fokus utama dunia saat ini, maka seorang penulis dapat menyumbangkan ide atau gagasannya dengan menulis hal-hal seputar gerakan penghijauan, penghematan energi, menjaga kelestarian alam, dan hal-hal lain yang dapat dilakukan dan aplikatif untuk mengantisipasi pemanasan global. Dengan kalimat lain, ide yang memberikan pencerahan adalah ide yang dijabarkan oleh penulis dalam tulisannya, di mana penjabaran dari ide tersebut dapat menggugah dan menggerakkan pembaca untuk melakukan sesuatu atau bertindak atas apa yang sedang terjadi.
c.    Ide yang Spesifik
Meskipun idenya bagus, namun tidak akan menarik bagi pembaca bila ide tersebut terlalu luas. Mengapa ide harus spesifik? Selain agar pembahasan tidak melebar ke mana-mana, juga akan memudahkan penulis ketika menjabarkan idenya ke dalam bahasa tulis. Dengan ide yang spesifik, pembaca dapat lebih fokus menangkap gagasan yang ingin disampaikan penulis.
d.    Ide Klise dari Sudut Pandang Berbeda
Ide yang klise, setiap orang mungkin akan meremehkannya, namun ide yang kelihatan klise ini ternyata bisa disebut ide besar sebuah tulisan dengan syarat kita melihat dan mengemasnya dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin sudah banyak tulisan-tulisan yang mengemukakan tentang cinta, kasih, perceraian, pernikahan, namun akan sangat berbeda jika mengupasnya dengan cara kita dan dari sudut yang berbeda. Kita menguraikannya dari cara pandang yang lain dari pemikiran orang pada umumnya.
e.    Ide yang Memuat Topik yang Menarik bagi Orang Banyak
Ide besar sebuah tulisan salah satunya adalah ketika dijabarkan akan memuat topik-topik yang menarik orang banyak dan bukan untuk beberapa orang saja. Ide seperti itu adalah ide yang up to date atau ide yang mengikuti perkembangan zaman sehingga banyak orang akan tertarik pada ide yang diangkat. Jika saat ini perhatian masyarakat pada munculnya fenomena aliran-aliran suatu agama, ide tulisan yang memuat topik tersebut akan mendapat perhatian masyarakat pembaca.
f.     Ide yang Menambah Sesuatu Jika Dibaca
Seseorang akan kecewa bila tidak mendapatkan apa pun setelah melakukan suatu kegiatan, demikian halnya dalam kegiatan membaca. Bahkan, tulisan yang dibaca tersebut bisa dicap tidak bermutu. Karena itu, seorang penulis haruslah memiliki ide yang dapat mencukupi kebutuhan pembaca yang satu ini. Ide yang bisa menambah sesuatu ketika dibaca, entah itu pengetahuan baru, informasi, inspirasi untuk melakukan sesuatu, bahkan sekadar menghibur pembacanya.

2.4    Dari Mana Datangnya Ide Besar Menulis
Dari mana datangnya ide besar dalam menulis? Apakah kita bisa menemukannya? Ide bisa datang secara tidak terduga. Ketika penulis sedang tidak melakukan apa pun, ide itu pun bisa datang.
Namun, tidak semua seperti itu. Ada ide yang didapat penulis setelah penulis melakukan sesuatu, seperti membaca buku, menonton film, jalan-jalan, mengalami kejadian yang luar biasa, dan sebagainya. Ide juga bisa diperoleh dengan dicari atau ditemukan dengan sengaja. Penulis melakukan pengamatan maupun penelitian, sampai akhirnya menemukan ide yang baik. Di mana mencarinya?
1.    Dalam Diri. Hidup ini adalah sumber gagasan yang tidak akan pernah kering. Dari pengalaman hidup, dapat menemukan ide-ide menarik untuk sebuah tulisan. Banyak penulis yang menemukan ide besarnya dari pengalaman hidupnya sendiri. Sebut saja, Leo Tolstoy -- salah satu ide bukunya ketika dia mengikuti perang, Ian Fleming -- James Bond lahir dari pengalamannya menjadi agen rahasia, Khalil Gibran -- beberapa karya sastranya adalah cinta yang dia berikan untuk sahabat penanya, Pramudya Ananta Toer -- salah satu bukunya adalah pengalamannya ketika dibuang dan dipenjarakan, dan masih banyak lagi lainnya.
2.    Media Elektronik dan Cetak. Buku, surat kabar, majalah, televisi, radio, maupun internet dapat dipakai sebagai sumber untuk menemukan ide. Tidak jarang penulis dapat menemukan ide besar setelah mereka memakai dan memanfaatkan media-media tersebut. Ide muncul atau diperoleh setelah membaca buku, mengikuti berita di surat kabar, melihat siaran di televisi, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut jika dimanfaatkan dengan baik, akan melentikkan ide di kepala.
3.    Lingkungan Sekitar. Jika ingin menjadi seorang penulis yang penuh dengan ide, haruslah didukung dengan kepekaan dalam dirinya atas lingkungan sekitarnya. Karena apa yang terjadi di sekitarnya adalah sumber ide yang tidak ada habisnya. Pengamatan atas apa yang terjadi di lingkungannya maupun menangkap setiap fakta yang terjadi serta mengolahnya, dapat menjadi sebuah ide untuk ditulis.
Setelah mengetahui ide besar sebuah tulisan dan sumber-sumber untuk menemukan ide tersebut, satu hal yang harus diperhatikan seputar ide ini adalah sebesar dan sebagus apa pun ide, tidak akan ada artinya apabila tidak bisa ditangkap oleh pembaca lewat bahasa tulisan kita. Entah itu ide orisinal, ide yang memberikan pencerahan, ide yang spesifik, maupun ide yang akan memberikan kontribusi ketika dibaca, akan gagal diterima pembaca jika tidak dapat disampaikan lewat jalinan kata dan kalimat yang membentuk alinea-alinea dalam tulisan kita dengan baik.
Karena itu, selain memiliki ide yang cemerlang, seorang penulis harus mampu dan terampil menguasai teknik-teknik kepenulisan. Sehingga apa yang menjadi ide atau gagasan penulis dapat dijabarkan lewat bahasa tulisan sehingga sampai kepada pembaca yang menikmati karya tulis kita.

2.5    Menulis Untuk Pembaca

Alasan seseorang dalam menulis dapat memengaruhi hasil tulisannya. Jika seseorang menulis untuk menyenangkan dirinya sendiri, tulisan tersebut mungkin hanya menjadi konsumsi pribadi. Dalam menulis, tentunya ia tidak mempertimbangkan siapa yang akan membaca tulisan tersebut karena ia tidak menulis untuk para pembaca, tetapi untuk dirinya sendiri. Berbeda dengan para penulis yang ingin membagikan apa yang dia pikirkan kepada orang lain. Itu berarti dia menulis untuk pembacanya.

a.    Mengetahui Pembaca
Menulis untuk pembaca dapat diawali dengan mengenali para pembacanya terlebih dahulu. Perlu mengetahui pembaca yang menjadi target tulisan. Hal ini akan menentukan cara penyampaian dan muatan yang akan ditulis. Dengan mengenali pembaca, kita dapat mengetahui apa yang dibutuhkan pembaca dan bagaimana memenuhinya lewat tulisan-tulisan. Jika tulisan memenuhi kebutuhan target pembaca yang kita tuju, pastinya mereka akan membaca tulisan-tulisan kita.
Tulisan untuk orang dewasa tentunya berbeda dengan tulisan untuk anak-anak. Jika yang menjadi target tulisan adalah anak-anak, pastinya tulisan yang dibuat tidak menggunakan bahasa ilmiah yang berat dan sulit dimengerti anak. Lebih baik menulis sesuatu yang ringan, dituturkan dalam bahasa anak-anak yang mudah dimengerti, namun tetap memuat pesan yang dapat ditangkap untuk anak-anak.
b.    Memuat Pesan Untuk Pembaca
Setiap penulis yang memunyai arah dalam menulis pasti menetapkan tujuan tertentu ketika membuat tulisannya. Tulisan dapat dibuat dengan tujuan menghibur, memberikan informasi, bahkan mendidik. Ketiganya dapat pula menjadi satu kesatuan dalam sebuah tulisan.
Tulisan memiliki kelebihan dan kekuatan yang besar, yaitu dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi para pembacanya. Oleh karena itu, sebelum menulis tetapkanlah tujuan. Banyak yang telah menyadari pengaruh besar dari sebuah tulisan sehingga mereka memilih menggunakan media tulisan untuk meraih tujuan-tujuannya.
c.    Memerhatikan Media Yang Dipakai Pembaca
Dalam menulis juga perlu memperhatikan media yang dipakai oleh para pembaca. Tidak semua pembaca menggunakan bentuk maupun jenis media yang sama. Ada yang lebih senang membaca melalui media internet (situs, blog, milis publikasi) atau media cetak (surat kabar, majalah, buletin, dan lainnya). Pada umumnya, perbedaan membaca menggunakan media tertentu adalah karena setiap pembaca memiliki karakter yang berbeda-beda pula.
Pembaca yang lebih senang membaca media cetak dengan jenis surat kabar tentu berbeda dengan mereka yang memilih membaca dari jenis majalah. Pembaca surat kabar cenderung memilih sesuatu yang aktual dan informasi yang dapat cepat mereka tangkap. Pembaca majalah lebih senang membaca sesuatu yang ringan dan menghibur mereka di kala senggang. Pembaca yang menggunakan media cetak berbeda pula dengan pembaca di media internet.
Dibanding pembaca media cetak, pembaca media internet ingin sesuatu yang lebih ringkas dan padat. Mereka tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk membaca tulisan-tulisan yang terlalu panjang. Jadi, dalam membuat tulisan, perhatikanlah media yang digunakan sehingga tulisan pun dapat menarik atensi dari pembaca yang menggunakan media-media tersebut. Selain dibagi dalam bentuk dan jenis, pembaca juga sangat memerhatikan sasaran dari media-media tersebut, apakah untuk umum atau untuk kelompok khusus. 
d.      Strategi Penyajian Tulisan
Setelah mengetahui target pembaca, menetapkan tujuan tulisan, memerhatikan hal-hal agar dapat menulis bagi pembaca, strategi penyajian tulisan juga perlu diperhatikan.
Tulisan yang disajikan harus merupakan sesuatu yang menarik pembaca, seperti sesuatu yang sedang marak, baru, segar, maupun sesuatu yang dibutuhkan pembaca dalam kondisi-kondisi khusus. Penulis juga harus dapat menyampaikan tulisan dengan sebaik mungkin. Dengan kata lain, dapat dipahami pembaca karena apa yang menjadi gagasan penulis dapat diwujudnyatakan lewat jalinan kalimat-kalimat dalam tulisan.
Bagaimana caranya? Menulis dan terus menulis, itu yang dapat penulis lakukan agar semakin terampil dalam menulis. Sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah setiap penulis harus selalu menambah wawasan dan mengembangkan diri sehingga bank data penulis semakin luas dan berkembang.
e.      Menetapkan Standar
Meskipun tujuan kita menulis adalah untuk dibaca para pembaca, seorang penulis perlu menetapkan standar tertentu. Apa yang diinginkan pembaca tidak harus selalu dipenuhi oleh penulis. Apabila karakter pembaca adalah orang-orang yang menyukai sesuatu yang tidak baik, misalnya kekerasan dan pornografi, jangan sampai penulis terseret ke dalamnya dengan menyajikan tulisan-tulisan yang semakin merusak pembaca tulisan kita.
Hindarilah menyajikan tulisan-tulisan yang tidak membangun dan tidak berkualitas meskipun hal-hal seperti itulah yang sangat menarik minat banyak pembaca. Justru, sikapilah hal tersebut dengan menuliskan sesuatu yang berseberangan, sesuatu yang dapat menyadarkan pembaca untuk menjadi lebih baik lagi sehingga hidup mereka lebih berkualitas. Kembali lagi, diperlukan banyak latihan dan pengembangan diri agar tulisan yang kurang diminati pasar pada akhirnya dapat dilirik dan dibaca para pembaca yang menjadi target.
* * *






BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapatlah kita mengambil kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
a.    Jordan E. Ayan menjelaskan bahwa membaca dapat memicu kreativitas. Buku mengajak kita membayangkan dunia beserta isinya, lengkap dengan segala kejadian, lokasi, dan karakter. Bayangan yang terkumpul dalam tiap buku yang melekat dalam pikiran, membangun sebuah bentang ide dan perasaan yang menjadi dasar dari ide kreatif (Hernowo 2003: 37). Padahal salah satu faktor yang mendorong agar anak mempunyai minat menulis ialah kebiasaan membacanya.
b.    Menulis merupakan sebuah seni. Karena dalam menuangkan ide seorang penulis ke dalam sebuah tulisan itu bebas, sesuai dengan kreativitas dan daya seni seseorang.
c.    Gertrude Stein menulis, menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis. (Dia juga menulis, Mawar adalah mawar adalah mawar adalah mawar). Maksud perkataannya itu tidak lain adalah bahwa menulis itu adalah soal menulis, dari awal sampai akhir. Bahwa menulis adalah menulis. Pokoknya menulis. Bagaimana mulai menulis? Menulis. Bagaimana untuk dapat terus menulis? Ya terus menulis.
d.    Ada beberapa yang termasuk kategori ide besar sebuah tulisan, yaitu:
*     Ide yang Orisinal
*     Ide yang Memberikan Pencerahan
*     Ide yang Spesifik
*     Ide Klise dari Sudut Pandang Berbeda
*     Ide yang Memuat Topik yang Menarik bagi Orang Banyak
*     Ide yang Menambah Sesuatu Jika Dibaca

3.2    Saran-Saran
Untuk mengakhiri makalah ini, penulis mengajukan beberapa saran, diantaranya:
a.    Seperti halnya pada bagian latar belakang, kiranya orang tua, guru, dan siapa saja yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi tentu saja membina minat baca dan minat tulis adalah saat yang tepat untuk menunjukkannya.
b.    Membina minat baca dan minat tulis tentunya harus dimulai dari diri kita, apalagi sebagai calon guru bahasa Indonesia.
* * *









DAFTAR PUSTAKA

Bunanta, Murti. 2004. Buku, Mendongeng dan Minat Membaca. Jakarta: Penerbit Tangga.
Harefa, Andrias. 2002. Agar Menulis Mengarang Bisa Gampang. Jakarta: Gramedia.
Hernowo. 2005. Menulis Membutuhkan Membaca dan Membaca Membutuhkan Menulis, dalam http://pelitaku.sabda.org/node/144.
Levy, Mark. 2005. Menjadi Genius dengan Menulis. Bandung: Kaifa.
Tedjo, Tony. Menulis Seni Mengungkapkan Hati, dalam http://www.sabda.org/pelitaku/ node/225
Wilson, Kennet. 2001. Bagaimana Menjadi Penulis yang Sukses. Edisi Kedua. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar