Kamis, 25 Juni 2015

PUISI-PUISI INDRA TJAHYADI

ZIETGEIST
Kabut hening yang suram
Cahaya yang mendedas seluruh rasa pahit
Ekor-ekor seluruh ledakan rupa-rupa tangis
Orkestrasi-orkestrasi purbani
Malam yang berhenti
Dan memetakan perih pada nadi
Seperti maut
Dzikir yang gagal dirajah angin pada gerimis
Demikianlah, aku reguk setiap kekekalan dan sepi
Dan lewat segenap pekik yang tak tercatat pada gigil
Mataku menangkap seluruh pesona sunyi
Dan pada gairah-gairah yang menjadi belatung pada musim
Menuliskan kata-kata abadi
Katedral mayat-mayat
Orde seribu rasa sakit
Semangat bangkai-bangkai cacing
Aku yang tak pernah mengerti
Bagaimana kegelapan meledak
Dan kematian begitu mengagumkan serupa mimpi
Meski pada akhir sajak kita kerap bersicumbu dalam rintih
Membangun rumah-rumah peneduh sepanjang jalan matahari
Seperti apa yang tak pernah tersembuhkan
Dan burung-burung putih
1999-2000

EKSPEDISI WAKTU
Waktu berjalan menuju hulu, alangkah lambat
perjalanan angan yang bersinar
pada ruas redup.

Seperti awan yang mengapung telentang
di mana malam hanya tahu; hening.
1996

SETELAH MENGANTARMU
setelah mengantarmu
malam terasa begitu mencekam
detik-detik yang bergerak di dalamnya
pun terasa ikut menakutkan.

dua-tiga orang berjaga-jaga
dengan perasaan curiga
membangun percakapan dengan teror
teror dan isu-isu yang dipenuhi anarkisme

ada sejumput jantung
yang berderakan, di situ
melayang-melayang
dalam sergapan ngeri

tapi, sebuah kabar datang lagi
seperti membuat barisan polisi
yang berdiri di depan plaza

melahirkan peradaban
sambil menggeledah
tubuh manusia
1997

KISAH SEBUAH TAMAN
            sebuah taman
            sesekali angin datang menggoyang pepohonan
daun-daun yang kering terhempas di rerumputan
satu dua anak kecil berlari mengejar bayangan
                                    burung dan kunang-kunang raib:
                        entah ke mana
1998

DALAM TIDUR AKU KEMBALI MENGENANGMU
Dalam tidur aku kembali mengenangmu
Di luar, rumput-rumput begitu basah dan kuyup
Daun-daun menahan geletar embun
Bau-bau kabut menyeruak dan membeku
Tapi, aku masih ingin menjelma kanak-kanak

Kembali, memainkan layang-layang
Menerbangkan anak-anak kunang yang berkilauan
Sebab bilamana angin yang lesut itu
Datang dan menjemputku
Aku tak ingin terlampau luka
1998

GARIS-GARIS HUJAN
Garis-garis hujan menyeret mayatku
Gagak-gagak sekarat kembali
Dari setiap pertempuran
Memutihkan mataku.

Bersama gerhana
Mimpiku tandus
Arwahku berbiak
Melukai lengannya sendiri
Serupa belatung

Pengetahuanku murung
Dalam kekosongan cahaya berkabut
Udara beku dipermainkan sakratul hantu-hantu
Sepanjang taifun

Aku muntahkan peraupan
Peraupan kusam waktu-waktu –
Aku labirin bulan remuk
Garis-garis hujan menyeret mayatku
2002

TENTANG INDRA TJAHYADI
Lahir di Jakarta, 21 Juni 1974. Alumnus F. Sastra Universitas Airlangga Surabaya, staf pengajar di Fakultas Sastra dan Filsafat Universitas Panca Marga, Probolinggo. Menulis esai, puisi dan cerpen. Dimuat di berbagai media massa dan buku kumpulan bersama. Buku puisinya Yang Berlari Sepanjang Gerimis (1997), Di Bawah Nujum Hujan (2003), Ekspedisi Waktu (2004), Suluk Orang Patah Hati (2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar