Kamis, 25 Juni 2015

PUISI-PUISI KIRJOMULYO

TANJUNG SANGIANG
Angin laut jauh sampai ke atas bukit
dinginnya terasa sampai ke hati
aku melihat ujung buih
serupa melihat diri sendiri
datang dan pergi
(Romansa Perjalanan, 2000)

BUAT H. B. JASSIN
Dalam kemenangan keselip kekalahan
siapa terlalu memilih
akan datang di tanah pasir

Dalam kekalahan keselip kemenangan
siapa terlalu memilih
akan datang di tanah batu

Kita lahir dan menerima sekali waktu
alam cinta, tangis dan harap
Kita hadir dan menerima sekali saat
kemenangan dan kekalahannya

Hanya dalam sadar dan yakin
dari keduanya, lahirlah mesra
(Romansa Perjalanan, 2000)

PULANG MALAM
Dan hari pun telah silam
daunan berhenti menderai
tidur dan tidur
hanya bulan memanjat bukit
(Romansa Perjalanan, 2000)

DUKA
Di ujung malam
orang hendak melupakan duka

Ke mana duka akan terlempar
datangnya serupa hari

serupa ada
serupa tak ada
(Romansa Perjalanan, 2000)

HARI KEMERDEKAAN
Akhirnya tak terlawan olehku
Tumpah di mataku, di mata sahabat-sahabatku
ke hati kita semua
Bendera-bendera dan bendera-bendera
Bendera kebangsaanku
Aku menyerah kepada kebanggaan lembut
Tergenggam satu hal dan kukenal
Tanah di mana kuberpijak berderak
Awan bertebaran saling memburu
Angin meniupkan kehangatan bertanah air
Samat getir yang menikam berkali
Makin samar
Mencapai puncak kepecahnya bunga api
Pecahnya kehidupan kegirangan
Menjelang subuh aku sendiri
Jauh dari tumpahan keriangan di lembah
Memandangi tepian laut
Tetapi aku menggenggam yang lebih berharga
Dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya
Dan fajar mulai kemerahan
dari Lembah Pualam
Yogyakarta : Penerbit
Museum Lembah Selatan
1967

PERJUANGAN Yang terjauh ia hanya minta kepadamu
Kepadamu, kepada semua perjuangannya
Semua hal yang sementara
Yang terpahit ia hanya minta kepadamu
Kepadaku kepada semua pejuangnya
Semua hal yang tak kekal
Tetapi apakah yang kau terima dari matanya
Semua hal yang terjadi
Kemerdekaan
Kebangsaan
Dan kebanggaan atas keduanya
Bisakah menutup pintu hatimu
Getirlah akan mendatang
Bila berangkat layar dan kau termangu
Saat kau berpaling ke darat
Kesunyian akan memukul kudukmu
Terban tanah d imana martabat berdiri
Terakhir datanglah yang paling getir
kau lihat wajah sendiri tidak mengucap
Atas kenyataan dan impian
Dari Lembah Pualam
Yogyakarta
Penerbit Museum Lembah Selatan
1967

TANAH AIR
Siapa hendak kusebutnya
Kini jelas berlinang di mata puisiku
Kenyataan dan impiannya menatapku
Betap indahnya, betapa jelita
Siapa hendak kusebutnya
Kini jelas berlinang dalam ucapanku
Kebenaran kebangsaanku dan kemanusiaannya
Menatapku mendesak aku berdiri kuat
Sebelah ragaku daratnya
Sebelah tubuhku lautnya
Sebelah jiwaku kenyataan
Sebelah jiwaku impiannya
Siapa hendak kusebutnya
Kini jelas berlinang dalam adaku
Terimalah tanganku, hatiku dan jiwaku
Telah kuterima adamu seluruhnya
Dari Lembah Pualam
Penerbit Museum
Lembah Selatan
Yogyakarta 1967

YOGYAKARTA
Api yang terpendam kini tengah membakar tumpah darah
Merahapi hutan belantara dan laut demi laut
Mengucap suara yang tergenggam suara
Melawan kecemasan, sengsara dan lumpuhnya harga diri
Aku merasakan betapa ia membakar ujung-ujung jari
Membakar sampai ke langit-langit pernafasanku
Dan aku tersungkur memeluk tanah
Merasakan betapa gemetarku menghadapi gemetarnya
Saat kumenengadah :
Sejuta burung-burung hitam dan putih menebar
Aku merasakan betapa aku musti menjawab
Pertanyaan hidup mati atas tawaran nasib dan waktu
Aku merasakan suatu keharuan yang perih cemas
Aku merasakan kecemasan yang terharu
Menghadapi mayat-mayat yang menghitamkan padanya
Dan harapan yang terbakar makin tak meyakinkan
Gelora,
Thn III, No .13
September 1962

Tidak ada komentar:

Posting Komentar