Sabtu, 02 Mei 2015

PUISI-PUISI APIF MUSTOFA

SEEKOR BURUNG DARA TUA

Burung dara di ranting kering
Mengelus kilau bulunya
Awan di atas seperti terbaring
Merenung arah tujunya
Burung dara melepas pandang
Arah mana angin matinya
Kalau sekali daun bergoyang
Ia rindu akan jantannya
Alangkah sunyi langit senja
Dijaring sinar mentari tua
Ujung hari betapa dukanya
Alangkah sunyi hati menanti
Dijaring rindu seorang diri
Ujung usia kian menepi

 

TUHAN TELAH MENEGURMU

Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
lewat perut anak-anak yang kelaparan

Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
lewat semayup suara adzan

Tuhan telah menegurmu dengan cukup menahan kesabaran
lewat gempa bumi yang berguncang
deru angin yang meraung-raung kencang
hujan dan banjir yang melintang pukang

adakah kaudengar?

NYANYIAN TENTANG TUHAN
alangkah merdu kudengar Tuhan
dalam nyanyian orang sekarang
seperti lagu kasih sayang
yang dilepaskan orang bercinta
pada malam terang bulan
dan orang-orang yang mendengarkan
sama-sama bergoyang pinggang
tenggelam dalam alunan dendang
berjoget dengan lawan jenis bukan muhrim

duh, kiranya Tuhan telah disejajarkan
dengan dara jelita angin dan bulan
dan orang-orang telah tidak menghiraukan lagi
sama Tuhan Maha Suci
melainkan hanya alunan lagu yang mengundang
            berahi

alangkah merdu kudengar Tuhan
dalam nyanyian orang sekarang
hanya dalam nyanyian
hanya dalam nyanyian
Desember, 1975

DALAM MASJID
aku berusaha menetapi
lima kali dalam sehari
di depan mihrab memasrahkan diri
ke dalam hening suci
ke bawah keagungan abadi

kulebur seluruh
dalam sujud dan bersimpuh
tapi sia-sia kukenang dosa
dalam lajur-lajur usia

dalam hening suci
aku hanya berhasil mendapati
sebatang jarum yang kemarin hilang
sejumlah hutang di warung-warung
wajah istriku yang murung karena harga beras
                                                membumbung
rengek anakku minta dibelikan layang-layang

                                aku berusaha mengenang seluruh dosa
                                dalam hening suci
                                untuk memohon ampun abadi
                                tapi senantiasa sia-sia
karena bayang-bayang nestapa
senantiasa menggoda
Merdeka Selatan 17-12-1975


ARIFIN C. NOOR

KEPADA ADIK-ADIKKU
Karya : Arifin C. Noor

Adik-adikku yang manis
janganlah bertanya kemana ibu pergi
sebab ibu tak pernah pergi
dari rumah kita

Adik-adikku yang manis,
ibu akan selalu bersama kita
tidur dalam satu ranjang dalam satu pelukan
dalam dongeng-dongeng yang menyenangkan
tentang suara

Adik-adikku yang manis,
janganlah kalian menangis
tak adalah yang patut ditangisi selain dosa-dosa kita
adapun ibu tak akan pernah pergi
dari hati kita
Bersyukurlah kita sebab kita akan selalu mengenangnya

Adik-adikku yang manis,
potret yang terbaik, potret yang tercantik
adalah yang tersimpan dalam hati kita
“Terima kasih, Tuhan”
Ucapkanlah kalimat itu, sayang,
sebab pada hari ini Tuhan telah selesai membangun rumah terindah
buat ibu
dan kita
Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar