Selasa, 25 Agustus 2015

PUISI-PUISI RIEKE DIAH PITALOKA

RENUNGAN KLOSET
Ada baiknya kita tak perlu, mengores hidup kita dalam berlembar-lembar buku harian
Suatu saat nanti jika kita membacanya kembali…
manis, membuat ingin kembali pada masa itu
pahit, membuat duka tak bisa dilupakan dan dendam tak bisa hilang
Ada baiknya kita sesekali perlu, merenung hidup kita dalam tenang kloset yang diam
Tak perlu malu untuk mengenang, tersenyum atau mengangis
Setelah itu, siram bersama bau busuk dan sampah dari perut kita tanpa ingin mengecapnya kembali
Lalu, bersiaplah menyantap makanan baru yang lebih baik dr hari kemarin.
PS : hmmm…kadang gw pikir, emng bener juga sih. terutama kata2 :
Suatu saat nanti jika kita membacanya kembali…
manis, membuat ingin kembali pada masa itu
pahit, membuat duka tak bisa dilupakan dan dendam tak bisa hilang
tapi kadang juga, entah kenapa gw ngerasa, setiap potongan hidup (yg entah itu pahit or manis), selalu akan ada pembelajaran yang

TEGAR
Apakah tegar itu
seperti nyiur yang bergeming dalam badai,
tak beranjak dari hempasan ombak
Ataukah seperti tetes air yang tak henti
jatuh tetes demi tetes setiap waktu
mampu melubangi bebatuan
Ataukan nyanyian para pekerja
diantara deru mesin yang selalu terjaga
Barangkali…

SECANGKIR TEH
ibunda,
lebih luas kasihmu
dari air di samudera Pasifik
Satu cangkir teh pun
tak penuh sempat kubalas
Maafkan aku….

MAAF
Maaf, aku tidak bisa menulis banyak,
tintaku habis,
semalam kugores langit
dengan namamu…

IJINKAN
Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang bertiup dari lembah ke lembah
menjelajah pegunungan, membelah samudera menghantar ombak
Agar kau tahu aku tak pernah menyerah
Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang menari di lintas pucuk cemara
melukis guratan awan, menebarkan wewangian hujan
Agar kau tahu aku tak pernah enggan untuk berbagi
Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang berbisik lembut dalam kemarau
membelah gundahmu, mengelus wajahmu, lembut mengecup bibirmu
Agar kau tahu betapa aku mencintaimu.

PERNYATAAN
Aku tidak tahu,
yang kulakukan benar atau salah
Yang kutahu,
ketulusan tak pernah salah memilih
semoga…

SETANGKAI CINTA
Tak perlu bingung, begini saja
berapapun jarak kita,
akan kukirim setangkai cinta untukmu,
setiap hari
setuju?

MENCARI-MU
Semenjak kutahu ada Tuhan,
Kucari diri-Mu berpuluh tahun perjalanan hidupku
kusebut asma-Mu, kulafadzkan desah-Mu dalam doa-doa panjang yang khusuk
namun lidahku semakin kelu, hatiku semakin kaku
Kutuntaskan kitab-Mu berulangkali, namun tak kutangkap jua makna-Mu
kukunjungi beribu tempat suci, namun tak pernah kurasakan keagungan-Mu
Rasanya cukup sudah pencarianku,
aku sudah lelah
Hari ini,
saat aku memutuskan meninggalkan-Mu,
seorang bicah pengemis di kereta Bogor-Gambir, menyapaku dalam harap,
Kuberika seratus rupiah kumal dari sakuku,
‘Alhamdulillah!’ katanya tulus dengan tatap penuh kasih
Mulutku serasa dibimbing untuk berucap,
‘Alhamdulillah, segala puji bagi Allah…’

LONDO IRENG
di timur
tak ada matahari
barat mengemasnya jadi:
sebungkus burger
sekaleng soft drink
sekerat steik
segelas wine

di timur
tak kujumpai matahari
barat mengunyahnya
barat menelannya
barat memuntahkannya jadi:
limbah kemiskinan
dan tanah
dan air
yang di atas
yang di bawah
di dalam bumiku
sudah digadai
budakbudak
kulit coklat
otak putih

di timur
matahari tak lagi terbit
barat mengunyahnya
barat menelannya
barat memuntahkannya
jadi:
kami makin miskin
tol jagorawi 170305 19:26

KARAWANG
aku masih terbayang
anak kecil kerontang
di siang
di pinggir jalan kota karawang
anak kecil
bajunya usang
kulit matang
terpanggang
tubuh kecil
di atas timbunan botol plastik menjulang
wajah kipasi asap knalpot garang

anak kecil kerontang
di siang
di pinggir jalan kota karawang

beginikah karawang jelang waktu benderang?
saat serombongan pemuda
gelandang dua lelaki
agar berani lantang

lekas bung,
bunyikan genderang
biar orang-orang kelak kenang
kebebasan bukan cumacuma
bukan kebetulan
bukang hasil ongkangongkang
ini hasil perang!

Soekarni
Wikana
Chairul Saleh
Jusuf Kunto
Shodancho Singgih
Chudanco Soetjipto
Shodancho Sulaiman
Chudancho Subeno
Shodancho Suharjana
Shodancho Oemar Bahsan
Shodancho Affan
Budancho Martono

karawang 1945
rumah djiaw kie shiong
karawang 2010
rumah plastic anak kecil kerontang

SUMPAH SARIPAH
tak akan berhenti di sini
terlanjur kutoreh ikrar
pada ibu yang dihisap putingnya
hingga kering susunya
hingga kerontang payudaranya
hingga nanah yang tersisa
untuk adik yang busung
yang lahir saat bapak mati diteror tbc

tak akan berhenti di sini
terlanjur kutoreh ikrar
pada bapak
yang dirampas ladangnya
hingga rumah mesti digadai
hingga cangkul jadi kayu bakar
hingga nisan yang tersisa
untuk adik yang kurus
yang lahir saat dusun makin miskin

tak akan berhenti di sini
terlanjur kutoreh ikrar
pada dusun
yang digusur jadi pabrik
hingga embun dibunuh asap
hingga kali jadi bau dan pekat
hingga sampah yang tersisa
untuk adik yang lapar
yang lahir saat aku pergi mengadu nasib

tak akan berhenti di sini
terlanjur kutoreh ikrar
pada diri
yang bertahun jadi babu
hingga punggung penuh luka
hingga kuping tersumpal cacian
hingga sumpah yang tersisa
untuk adik yang menunggu
menunggu aku pulang
menunggu oleholeh parang
buat penggal tuan berhati arang!
jakarta-wisma mampang 170305

MENGAPA AKU SAYANG PADAMU?
matamu memandang mataku,
jemarimu menyentuh jemariku,
kau tersenyum, aku tersipu;
awal kasih yang sederhana,
karena
Sayangmu tak lebih dari sepenggal pagi
yang selalu membangunkan

kau singkap kelambu hatiku,
kau tuang anggur dalam cawanku,
dua centi meter dari dasarnya,
'aku tak ingin kau mabuk', katamu

karena
Sayangmu tak lebih dari seberkas cahaya yang
menemani malam

tak ada rangkaian kata yang mempesona,
kata-kataku tenggelam dalam dekapmu,
kata-katamu karam dalam rengkuhanku,
detakhatimu gemuruh dadaku, meletup namun tak
menggores, beriak namun tak jadi gelombang,
berayun lembut,
mengatupkan mataku matamu dalam indah
yang tak menjulang

karena
Sayangmu tak lebih dari seteguk air yang
menghapus dahagaku

kau tak biarkan sedihku menjadi tangis,
kau tak biar tawaku jadi lupa,
kau tak pernah pasangkan pasung di kakiku agar
aku bisa berjalan, berlari,
kau tak pernah ikatkan rantai di tanganku,
agar aku bisa genggam dunia,
meraih harapan,
karena
Sayangmu selimut yang menentramkan

kau biarkan aku:
pergi dan datang dalam puisimu
memilih syair menulis kisah sendiri
karena
Sayangmu angin yang membimbing
kau bebaskan aku
jadi jiwa mandiri

karena itu
aku sayang padamu
sungguh...
Cengkeh, 24012003

TENTANG RIEKE DIAH PITALOKA
Rieke Diah Pitaloka atau Keke, lahir di Garut, Jawa Barat, 9 Januari 1974. Setelah lulus dari Fakultas Sastra Belanda Universitas Indonesia ia mengikuti Program Pasca Sarjana Ilmu Filsafat di Universitas yang sama. Menulis puisi dilakukannya di tengah-tengah aktivitasnya sebagai sinetron dan model iklan. Renungan Kloset, dari Cengkeh sampai Utrech merupakan buku kumpulan puisi pertamanya. Sebelum itu ia juga terlibat dalam gerakan prodemokrasi di Indonesia, karena beberapa puisinya merupakan "laporan langsung" dari demonstrasi yang tengah diikutinya. Sementara puisi yang lain merupakan pencerminan dari pandangannya terhadap masalah sosial, politik, dan gender. Namun demikian, ia tetaplah seorang perempuan yang romantis, sehingga tema cinta tetap menjadi bagian dari kumpulan puisi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar